Kegiatan ABI
Wawancara dengan Sekjen ABI Pasca Pilpres 2014
Bagaimana pandangan Anda secara umum terkait pelaksanaan Pilpres 2014?
Indonesia yang telah merdeka sejak 69 tahun yang lalu, telah memiliki pengalaman panjang dalam melaksanakan Pemilu. Saya kira pemilu presiden 9 Juli ini, kualitasnya lebih baik daripada pemilu legislatif yang dilaksanakan sebelumnya. Melihat partisipasi masyarakat dalam keikut sertaan pemilu presiden yang hampir 70%, ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia ingin menemukan presiden yang bisa membawa keluar bangsa ini dari berbagai macam masalah yang dihadapi. Karena itu ada partisipasi masyarakat yang begitu luas yang di satu sisi mereka antusias dalam mengikuti pencoblosan dan di saat yang sama mereka juga ikut terjun langsung di dalam pengawasan, pengawalan dari seluruh proses, mulai dari pencoblosan sampai pada penghitungan suara di KPU. Ini adalah sebuah prestasi yang sangat baik bagi pendidikan politik di Indonesia dan mudah-mudahan memang menghasilkan presiden yang berkualitas, sebagaimana yang diharapkan oleh rakyat.
Apa harapan Anda terhadap presiden yang baru terpilih ?
Yang pertama sebagai ormas Islam Ahlulbait yang ada di Indonesia, kami sampaikan ucapan selamat kepada Bapak Haji Ir. Joko Widodo dan Bapak Haji Muhammad Jusuf Kalla, setelah ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang Pilpres kali ini. Keluarga Besar Ahlulbait Indonesia, mengucapkan selamat kepada Bapak Jokowi dan Jusuf Kalla, mudah-mudahan mereka dapat mengemban amanah rakyat dengan sebaik-baiknya.
Tentu kita juga paham, bahwa yang pertama, menegakkan amanah konstitusi itu merupakan hajat hidup dari bangsa ini. Apa makna keberadaan konstitusi? Di antaranya adalah demi menyejahterakan kehidupan rakyat Indonesia. Sedangkan di antara syarat sejahtera itu adalah terciptanya kehidupan yang toleran, yang damai, yang saling menghargaia antara sesama anak bangsa. Adapun yang dapat meregulasi proses tercapainya masyarakat yang ideal seperti itu tidak lain adalah presiden. Presidenlah yang bertanggung jawab untuk membawa rakyatnya pada kehidupan yang ideal.
Yang kedua, Joko Widodo dan Jusuf Kalla didukung oleh partai-partai berbasis pada jiwa nasionalisme yang tinggi tanpa meninggalkan semangat spiritualitas keagamaan yang baik, tentu punya kewajiban untuk menjalankan, pertama, amanah dari seluruh partai yang mendukung. Kalau kita baca visi-misi dari partai pendukung itu kelihatan betul bahwa mereka ingin menghadirkan masyarakat bangsa Indonesia ini sebagai masyarakat toleran yang menghargai perbedaan, yang memberi dan melayani, melindungi hak-hak sipil, sebagai penjabaran hak-hak konstitusional. Maka kewajiban Pak Jokowi dan Pak JK-lah menjalankan amanah dari visi-misi partai pendukungnya itu.
Yang kedua, menjalankan amanah konstitusi. Pancasila dan UUD 1945 secara tegas memberikan jaminan untuk setiap warga negara dalam mendapatkan hak-hak sipil, hak-hak konstitusi mereka, terutama terkait kepentingan kepercayaan, keyakinan, agama, mazhab, sekte yang diyakini oleh masing-masing anak bangsa ini. Di samping itu bangsa ini telah meratifikasi sejumlah keputusan, baik itu melalui Amnesty Internasional maupun PBB, tentang perlindungan hak asasi manusia. Itu telah diratifikasi. Maka adalah dosa besar bagi presiden di negara ini ketika yang bersangkutan mengabaikan amanah konstitusi dan tuntutan kehendak masyarakat dunia untuk menciptakan tatanan masyarakat semua bangsa yang toleran, yang damai, yang menghargai, yang memberikan hak-hak sipil pada setiap warga negara. Maka berdosalah presiden dan wakil presiden serta seluruh jajaran pemerintahannya jika mereka semua tidak melaksanakan amanah konstitusi.
Yang ketiga adalah amanah dari agama. Kami percaya bahwa Jokowi dan Pak Jusuf Kalla adalah Muslim yang taat, yang tekun beribadah, yang mempercayai pesan-pesan agama dalam Al Quran yang di dalamnya mengajarkan untuk cinta kepada sesama manusia, menghargai perbedaan dan tak adanya pemaksaan terhadap satu anak manusia dimana pun untuk mengikuti suatu kepercayaan dari masyarakat selainnya. Nah, tentunya dengan mengombinasikan antara jiwa nasionalisme dan jiwa spiritualisme agama yang dimiliki oleh Jokowi dan Jusuf Kalla bisa menjadi sebuah adonan yang sangat istimewa kalau mereka bisa memadukan kedua pesan konstitusi dan pesan agama di dalam membawa bangsa ini keluar dari berbagai macam problem sosial, problem intoleransi, radikalisme dan seterusnya.
Yang keempat, bahwa, salah satu syarat untuk memberikan perlindungan hak-hak sipil kepada masyarakat yang dianggap minoritas adalah Jokowi dan Jusuf Kalla harus punya keberanian untuk menertibkan dan memberikan pendidikan kepada kelompok-kelompok radikal, kelompok-kelompok intoleran yang menjadikan mimbar-mimbar agama sebagai tempat mengumbar kebencian, fitnah, kebohongan, kebencian suatu kelompok kepada kelompok yang lain. Jadi tidak mungkin sebuah tatanan masyarakat bisa berjalan dengan baik mengikuti kehendak konstitusi tanpa adanya pembinaan, penertiban, pendidikan kepada kelompok-kelompok radikal, karena kelompok ini bisa menjadi ancaman keutuhan Negara Kesatuan Republik indonesia. Bahkan Pak Jokowi dan Pak JK harus tahu bahwa kelompok radikal ini adalah sebuah gerakan transnasional yang membawa misi Negara Islam.
Yang terakhir, kelima, adalah terkait kasus pengungsi Muslim Syiah Sampang yang sudah dua tahun berada di pengungsian tanpa kejelasan nasib, sebagai dosa peninggalan pemerintahan sebelumnya. Untuk itu, dalam 100 hari pertama kepemimpinannya kami minta Jokowi dan Jusuf Kalla mengembalikan pengungsi ke kampung halaman mereka sekaligus memulihkan hak-hak konstitusional mereka yang selama ini telah terampas. (Lutfi/Yudhi)