Wawancara
Wawancara dengan Ketua IHRC, Massoud Shadjareh (bagian akhir)
Belum lama ini, ABI Press berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Massoud Shadjareh, Ketua Islamic Human Rights Commission (IHRC) tentang kondisi terkini Dunia Islam dan kaum Muslimin di Indonesia, khususnya terkait update isu, perkembangan, dan penanganan kasus-kasus HAM sebagaimana konsen IHRC, lembaga HAM Islam berpusat di London, Inggris yang dipimpinnya.
Di sela kunjungannya ke Indonesia, bersama beberapa tokoh dan cendikiawan Muslim dari Amerika, Inggris, Malaysia dan Indonesia, Massoud turut berpartisipasi dalam sebuah pertemuan penting yang melahirkan piagam persatuan umat Islam semacam Risalah Amman yang kemudian dikenal dengan nama Deklarasi Jakarta. Hasil kesepakatan yang di antaranya berisi poin-poin penting upaya penguatan ukhuwah islamiyah di tengah kaum Muslimin di seluruh dunia.
Saat kami wawancarai, tampak jelas ekspresi keprihatinan dan kesedihan Massoud atas kondisi umat Islam yang hingga saat ini belum juga keluar dari jerat perpecahan yang sengaja ditebar musuh-musuh Islam dalam konspirasi global trio Zionis-Amerika Serikat-Arab Saudi, sehingga muncullah kelompok-kelompok intoleran yang mengusung paham takfirisme ke seluruh belahan Dunia Islam.
Begitu pun saat kami mintai pandangannya terkait kasus diskriminasi, kriminalisasi dan intoleransi yang menimpa komunitas Muslim Syiah Sampang yang sudah dua tahun lamanya terusir dari kampung halaman mereka dan dipaksa menjadi pengungsi di negerinya sendiri, Massoud mengakui bahwa sebagai seorang Muslim, dirinya merasa sangat malu atas kasus itu.
Berikut ini kami sajikan isi wawancara eksklusif lanjutan wawancara selengkapnya.
Muslim Syiah Sampang hingga hari ini masih tetap berada di pengungsian, bagaimana tanggapan anda tentang hal ini?
Saya tidak tahu apa yang terjadi di Indonesia. Tapi saya malu, sungguh saya sangat malu, melihat anak-anak, perempuan, para manula, kehidupannya dihancurkan seperti itu. Ini semua atas nama apa? Atas nama apa? Mengikuti Sunnah Rasulullah? Kapan Nabi Muhammad Saw melakukan hal seperti ini? Coba kalian beri saya satu contoh! Bahwa Nabi Muhammad Saw melakukan hal seperti ini. Karena Nabi Muhammad Saw pun bahkan tidak bertindak seperti ini terhadap Abu Lahab.
Nabi berlaku lembut dalam memperlakukan Abu Lahab, hingga turun ayat tentang itu. Lalu siapa yang kita teladani? Soal kasih sayang dan pemaaf, Nabi Muhammad Saw sering terduduk dan menangis, menangis karena orang-orang kafir. Beliau tidak menyukai orang kafir, menentang orang-orang kafir. Tapi Nabi punya rasa kasih sayang kepada kaum kafir, karena melihat ada potensi pada diri orang-orang kafir untuk menjadi orang yang beriman. Dan sesuai perannya, tugas Nabi untuk menyadarkan mereka.
Maka pertanyaannya, kenapa, dan bagaimana bisa kita melakukan perbuatan membakar rumah orang-orang Muslim tanpa satupun yang tersisa? Kita harus malu pada diri kita. Mereka kemana-mana mengatakan bahwa orang-orang Syiah Sampang ini memiliki Al-Quran yang berbeda. Apakah kita sudah melupakan Al-Quran kita sendiri? Bahwa di dalamnya Allah Swt telah berfirman, “Aku menjamin, menjaga keaslihan dari Al-Quran.” Jadi dengan firman itu, ketika seseorang mendengarnya, dan memahaminya, jika ada orang yang mengatakan ada Al-Quran yang lain, hanya akan memiliki salah satu dari dua pilihan: firman itu bukan datang dari Allah, astaghfirullah al Adzim, atau Allah telah mengatakannya tapi tidak mampu untuk melaksanakannya, astaghfirullah al Adzim.
Orang-orang harus malu akan tragedi Sampang, dengan mempertanyakan seluruh konsep Al-Quran. Ini fakta, bagaimana seseorang mengatakan bahwa dirinya alim, lalu membuat pernyataan sementara dia sendiri tidak bisa membuktikan satu saja dari adanya Al-Quran yang beda, karena sebenarnya memang tidak ada. Kita harus malu pada diri kita, ketika Allah mengatakan “Aku menjaga Al-Quran ini,” saya akan katakan tidak ada Al-Quran lain, karena Allah adalah Maha Benar, Allah tidak akan pernah bohong, dan Allah Maha Kuasa, untuk mewujudkan apapun yang di inginkan-Nya, Dia melakukan hal seperti ini dan terjadi. Maka bagaimana mereka mempertanyakan Allah Swt seperti itu? Lalu menyebut diri mereka alim?
Dan bagaimana mungkin di sisi lain orang-orang memaki istri Nabi Muhammad Saw, padahal Allah telah berfirman dalam Al-Quran “Jangan berkata buruk tentang istri-istri Nabi.” Pada dua sisi orang yang melakukan hal-hal itu kita harus mempertanyakan keabsahan Al-Quran, atau kita harus menghentikannya.
Kita sebagai Muslim jangan lagi mengatakan ada Al-Quran yang beda atau memaki Istri Nabi. Kita harusnya bersatu, atas nama Allah dan menghadapi tantangan yang ada. Saya memohon bagi semua yang ada di sini dari semua latar belakang, tolong pikirkan anak-anak yang meninggal setiap harinya, hanya karena mereka Muslim. Mari bersatu, jangan saling terpisah, dan mari kita gunakan segala kemampuan kita untuk menguatkan persatuan seperti perintah Allah Swt.
Kita seringkali menyuarakan persatuan, tapi masih ada saudara-saudara kita yang menolak persatuan yang kita serukan, apa saran anda terkait hal ini?
Persatuan adalah sesuatu yang sangat sulit dengan maraknya fitnah yang dibuat di seluruh dunia. Segala upaya yang kita lakukan untuk persatuan menjadi terhambat, karena musuh kaum Muslimin dan musuh Allah Swt telah mengetahui bahwa dengan membuat fitnah, kita, umat Islam, akan saling membunuh dengan cara yang bahkan dalam Islam sendiri tidak boleh dilakukan. Dan kita telah menyaksikan semua ini. Kita saksikan ini di Irak, kita juga menyaksikannya di tempat lain. Jadi, saat ada yang berusaha untuk menciptakan persatuan, kita butuh komitmen untuk bersatu. Meskipun mungkin kita tidak dapat mencapainya, tetap saja kita harus berkomitmen akan hal itu sebab Allah telah memerintahkannya.
Saya masih ingat, saat tragedi di Bosnia. Umat Islam yang berada di jalanan Eropa, yang secara sistematis dibunuh dan diperkosa, di sebuah kamp pemerkosaan. Kami melakukan pertemuan dengan pemimpin Mustafa, sebuah pergerakan bawah tanah di Bosnia, di London. Kami duduk bersama dan membicarakannya. Sepertinya mereka tidak bisa melakukan apa-apa karena mereka tidak bersatu. Kepada pemimpin Mustafa kami tanyakan, maka mengapa anda tidak bersatu? Lalu mengapa kita membiarkan orang-orang untuk memecah-belah kita? Kita seharusnya tidak membiarkan itu. Kita tidak bisa membiarkan mereka memecah-belah kita karena ini adalah perintah Allah Swt. Bahkan jika kalian adalah minoritas, meskipun seluruh dunia menjadi gila, kita tidak boleh menjadi bagian dari itu, kita juga harus memastikan bahwa yang lain juga tidak menjadi bagian dari ini semua.
Karena fitnah itulah wabah kejahatan tumbuh. Itulah sebabnya musuh Islam berusaha untuk menebarnya, dan kita jangan sampai menjadi bagian dari itu. Kalaupun faktanya mereka tidak akan membiarkan kita bersatu, maka jangan biarkan mereka melakukan hal itu.
Dalam perbincangan kita sebelumnya, anda mengatakan kondisi Indonesia saat ini lebih buruk dari dua tahun lalu ketika anda berkunjung. Bisa anda ceritakan?
Benar, ini sangat menyedihkan. Namun saya pikir ini menjadi semakin memburuk karena kita gagal dalam tugas kita, kita semua, termasuk diri saya, saya salahkan diri saya, karena kita gagal untuk membuat semua orang terbangun pada fakta bahwa apabila kita tidak melakukan sesuatu tentang semua ini, situasinya akan semakin memburuk. Ini bukan sebuah ultimatum, tapi ini memang bisa menjadi lebih buruk, lebih buruk lagi, jika kita tidak langsung ke pokok masalah. Lihat apa yang terjadi di Timur Tengah, saat orang-orang sudah tidak akan mampu melakukan apapun kecuali meninggalkan rumah mereka dan menjadi pengungsi di tempat lain hanya demi menyelamatkan anak-anak mereka, demi menyelamatkan keluarga mereka.
Maka jangan biarkan diri anda menjadi terpecah-belah. Pertama karena ini perintah Allah dan yang kedua karena kondisi saat ini sednag mengarah ke perpecahan. Dan kita tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. Berdiam diri adalah salah satu bagian dari masalah. Mayoritas yang membisu akan mengakibatkan minoritas yang membuat fitnah dan menyalahkan api pertikaian.
Kita tidak boleh berdiam diri atas fitnah. Kita tidak boleh berdiam diri terhadap upaya memecah-belah. Kita tidak boleh diam terhadap mereka yang menentang persatuan. Kita harus melaksanakan apa yang telah Allah Swt perintahkan, dan terus berjuang pada kebenaran meskipun nyawa kita menjadi taruhannya. (Lutfi/Yudhi)
Simak juga wawancara bagian pertama :