Siaran Pers
Pernyataan Sikap ABI terhadap Gelombang “Normalisasi” dengan zionis Israel dan Sikap anti-Islam Presiden Prancis Emmanuel Macron
Kesepakatan sejumlah monarki Arab di Teluk dan penguasa di Afrika Utara untuk menormalisasi hubungan dengan rezim penjajah zionis “Israel” tentu menyakiti umat Islam, terutama rakyat Palestina dan rakyat di kerajaan-kerajaan dan negara tersebut.
Langkah normalisasi kalangan kerajaan dan segelintir elite politik penguasa Arab dengan rezim ilegal zionis yang tidak populis itu tak lain dari pengkhianatan terang-terangan terhadap prinsip keagamaan, kemanusiaan, dan kerakyatan. Dus sebentuk pelecehan dan penistaan terhadap seluruh perjuangan serta pengorbanan historis dan global melawan penjajahan, khususnya bagi kemerdekaan negara dan bangsa Palestina.
Pengkhianatan itu jelas-jelas merefleksikan betapa segelintir elite penguasa itu hanya mengedepankan kepentingan kekuasaan masing-masing. Selain itu, mereka juga mempertontonkan kepada khalayak dunia bahwa mereka sama sekali tidak memiliki harga diri, determinasi, dan kelayakan untuk memimpin rakyat, apalagi umat Islam.
Sikap mementingkan kekuasaan masing-masing dengan cara berkhianat dan menghinakan diri, serta ketidaklayakan memimpin itu akhirnya membuka celah lebih lebar bagi oknum-oknum anti-Islam kian agresif dan provokatif vis-a-vis Islam dan umatnya melalui ujaran kebencian, fitnah, stigmatisasi, diskriminasi, dan penyebaran Islamofobia yang dapat mengakibatkan munculnya rangkaian respons yang tidak proporsional dari oknum dan pihak tertentu.
Salah satunya yang paling vulgar adalah peristiwa kekerasan yang disayangkan terjadi di Prancis baru-baru ini. Menyusul skandal jurnalistik berkedok kebebasan berpendapat yang menghina figur suci Nabi Muhammad Saw secara karikatural oleh Charlie Hebdo serta usulan Rancangan Undang-Undang dan statemen anti-Islam baru-baru ini oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, terjadi siklus kekerasan di tengah masyarakat Prancis yang berakibat pada kian meluasnya islamofobia di Barat yang disokong penuh oleh penguasa.
Rangkaian agresi dan siklus kekerasan itu tentu berimplikasi pada kian melemahnya posisi umat Islam di panggung global, dan pada gilirannya, situasi itu kembali menguatkan legitimasi dan justifikasi terhadap langkah ilegal dan elitis “normalisasi” dengan rezim ilegal zionis yang menyebut dirinya secara sepihak sebagai “Israel”.
Menyikapi seluruh fenomena tersebut, Ahlul Bait Indonesia:
- Memandang gelombang normalisasi yang terjadi di kawasan Timur Tengah belakangan ini tak lebih dari pengkhianatan akbar melawan Al-Quds serta perjuangan rakyat dan pengorbanan para syuhada Palestina.
- Menyatakan langkah normalisasi tersebut sebagai bukti bahwa para elite penguasa Arab telah dan akan terus menjalankan agenda politik arogansi dan hegemoni rezim Amerika Serikat, kendati mayoritas rakyat di negara-negara Muslim berdiri di posisi yang berseberangan dengan agenda tersebut.
- Mengingatkan bahwa normalisasi tidak akan membuahkan manfaat bagi negara-negara Muslim kecuali justru sebaliknya, semakin menguatkan cengkeraman rezim arogan Amerika Serikat terhadap negara-negara Muslim itu sendiri, sekaligus membuka pintu lebar-lebar bagi kehadiran kekuatan musuh di kawasan Muslimin yang mengakibatkan keamanan masyarakat dan negaranya semakin terancam.
- Menegaskan bahwa normalisasi sama sekali tidak pernah melemahkan tekad dan semangat rakyat Palestina untuk terus memperjuangkan hak-hak legalnya dan kemerdekaan negaranya.
- Menyeru pihak Pemerintah dan kaum Muslimin di Indonesia untuk tetap berkomitmen dan tegas menolak segala bentuk normalisasi dengan rezim ilegal zionis “Israel”. Isu Palestina merupakan isu kemanusiaan dan keislaman, sehingga dengan dalih apa pun, menjalin hubungan dengan rezim penjajah zionis “Israel” adalah sebentuk pengabaian, bahkan pengkhianatan, terhadap nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, dan kenegaraan yang salah satunya diamanatkan dalam konstitusi Negara Republik Indonesia.
- Mengutuk pembunuhan sadis yang dilakukan oknum radikal terhadap seorang guru dengan dalih apa pun dan pada saat yang sama mengecam sikap Pemerintah Prancis yang bukan hanya tidak berupaya memoderasi situasi dan memberi klarifikasi yang jujur, melainkan bahkan ikut aktif mengampanyekan islamofobia serta menggeneralisasi Islam dan kaum Muslimin sebagai radikal dan teroris.
- Mengecam Prancis dan sekutunya yang telah terbuki terlibat dalam menjamurnya radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Islam dengan secara langsung atau tidak langsung membentuk dan menyokong kelompok radikal dan teroris yang melancarkan pelbagai aksi kekerasan yang menghancurkan negara-negara Muslim di Kawasan.
- Menegaskan bahwa seluruh pernyataan anti-Islam bukan saja tidak akan menyelesaikan masalah sosial dan politik, melainkan bahkan membenarkan tudingan tak berdasar bahwa agama berperan dalam menyulut konflik SARA.
- Mengajak umat Islam di seluruh dunia dan segenap komponen bangsa Indonesia untuk secara serius dan jujur memberantas radikalisme, baik dalam bentuk pemikiran maupun gerakan, agar agama tidak lagi diperalat untuk tujuan hegemoni dan politik kekuasaan yang mengakibatkan umat Islam dan negara-negara Muslim selama ini mengalami intimidasi, fitnah, kekerasan, diskriminasi, hingga politisasi.