Sejarah
Tentang Imam Zainal Abidin as
Imam Ali bin Husain as adalah imam ke-4 Ahlulbait. Kakek beliau adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as yang mengemban wasiat Rasululluh saw, figur pertama yang memeluk Islam, dan sosok pertama yang mengimani risalah beliau. Neneknya adalah Fathimah Zahra, putri Rasulullah, belahan jiwa dan penyejuk mata Rasul saw, sekaligus penghulu wanita alam semesta sebagaimana dinyatakan sendiri oleh ayahandanya.
Sementara ayahnya adalah Imam Husain as, sang penghulu pemuda ahli surga, cucu baginda Nabi saw, dan wewangian surga, serta sosok yang dinyatakan Rasululullah saw sebagai, “Husain dariku dan aku dari Husain.” Beliau gugur sebagai syahid di padang Karbala pada hari Asyura (10 Muharram) demi membela Islam dan kaum Muslim.
Imam Ali Zainal Abidin as merupakan salah satu dari 12 imam yang telah disebutkan dalam riwayat yang berasal dari Nabi saw, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Bukhari, Muslim, dan kitab lain. Rasulullah saw diriwayatkan pernah bersabda, “Khalifah sesudahku 12 orang yang semuanya dari Quraisy.”
Beliau hidup selama kurang lebih 57 tahun. Selama dua atau empat tahun, beliau diasuh kakeknya, Imam Ali bin Abi Thalib as. Lalu, beliau tumbuh dewasa di lembaga pendidikan pamannya, Imam Hasan as dan ayahnya Imam Husain as, dua cucu Raslullah saw. Darinya, beliau mencerap khasanah kenabian dan meminum air dari sumber mata air Ahlulbait yang suci.
Dalam bidang keilmuan, beliau sangat menonjol sebagai pemimpin agama dan sumber ilmu pengetahuan serta tempat rujukan hukum syariat, sekaligus model teragung dalam hal kewarakan, ibadah, dan ketakwaan. Kaum Muslim seluruhnya mengakui keilmuan, konsistensi, dan keutamaan beliau. Karenanya, kaum Muslim yang mengakui hal tersebut akan bergabung dalam kelompok orang-orang yang tunduk pada kepemimpinan dan kefakihan serta eksistensi beliau sebagai sumber rujukan.
Kaum Muslim secara umum memiliki keterpautan emosional yang sangat kuat dengan Imam as serta loyalitas ruhaniah yang mendalam terhadap beliau. Umat Islam sangat mempercayai Imam Ali Zainal Abidin as, dengan segala perbedaan dan pandangan sistemik masing-masing–tidak terbatas dalam persoalan fikih dan spritualitas saja, tapi juga mempercayainya sebagai tempat curahan hati dalam semua problem kehidupan dan permasalahannya. Ini mengingat beliau merupakan perpanjangan dari kakeknya yang suci.
Al-Huda, Sejarah Imam Imam Ali bin Husain