Ikuti Kami Di Medsos

Sejarah

Para Dokter Ikut Tumbangkan Syah Pahlevi

Pada 15 Desember, sekumpulan dokter yang berjumlah 500 orang menggelar rapat dan membuat pernyataan, “Seluruh dokter dan apoteker di Provinsi Khorasan bergabung dengan rakyat dalam perjuangan mereka di bawah pimpinan Imam Khomeini.” Mereka meminta Prancis untuk memberi perhatian pada Ayatullah Khomeini.

Pembahasan sebelumnya Api Revolusi Imam Khomeini Mulai Membakar Rezim Syah Pahlevi

Pada tanggal yang sama, di Prancis, Imam Khomeini menganjurkan digelarnya hari berkabung nasional, 18 Desember 1978. Para dokter, yang hidup enak di Iran karena bergaji besar, biasanya dianggap dekat dengan Syah. Kali ini, pada 17 Desember, sekitar 3.000 dokter Rumah Sakit Pahlavi (kini Imam Khomeini) semuanya menyatakan dukungan terhadap Imam Khomeini.

Seorang wakil mereka bahkan menyatakan perang. Begini kata dokter Rached itu, “Setiap hari, di seluruh kota dan desa di Iran, Syah membunuh manusia. Di setiap menit peluru mendesing. Rezim ini sama sekali tidak memperhatikan hak-hak manusia. Masjid-masjid, tempat suci, rumah sakit, universitas diserang tentara. Rakyat protes tapi diktator memaksa dan membunuh. Kami menuntut diakhirinya kediktatoran. Rakyat ingin kebebasan. Kini saatnya tiba untuk menegakkan kembali demokrasi. Kami teruskan perjuangan sampai Syah hengkang.”

Setelah pidato itu, rumah sakit dipenuhi teriakan dokter-dokter, “Mampus Syah!!”

Agar tuntutannya terlaksana, para dokter melakukan beberapa hal, di antaranya mogok praktek, hanya service urgent yang akan dilayani. Mereka tidak mau menandatangani surat keterangan kesehatan militer. Mereka lalu membentuk organisasi dokter se-Iran yang militan seperti mahasiswa. Seluruh dokter di Iran bergabung dengan rakyat untuk melawan Syah.

Mulai saat itu, beberapa fenomena baru mulai timbul, tentara berani membangkang perintah atasan, banyak yang melakukan desersi. Malah ada yang melakukan sabotase terhadap seluruh perintah atasan.

Syah mencoba menemukan jalan keluar dengan rencana membuat pemerintahan sipil. Tapi selalu gagal. Tak ada yang mau. Atau bila ada yang setuju, langsung diprotes, bukan saja oleh kaum agama tapi oleh kelompok politik yang mendukungnya. Karim Sanjabi, yang dicalonkan menjadi perdana menteri, menolak; sebab seluruh usaha yang dilakukan tanpa persetujuan Imam Khomeini dianggapnya akan gagal. Ia malah melanjutkan,  “Tuan, jalan terbaik untuk mendapatkan jalan keluar adalah kepergianmu.”

Majelis (Parlemen) menyatakan bahwa mereka libur sejak tanggal 21 Desember hingga 14 Januari 1979.  Sekolah-sekolah dibuka pada 23 Desember setelah ditutup selama berminggu-minggu. Pada 24 Desember, Kedutaan Amerika coba diduduki oleh ribuan mahasiswa. Mereka melemparkan batu dan bata. Mereka dihalau marinir dengan gas airmata. Selama tiga jam terjadi perkelahian antara penjaga kedutaan dan mahasiswa. Sementara kantor perusahaan penerbangan “Israel”, El Al, di Teheran dirusak. Amerika, setelah Syah Pahlevi, menjadi musuh kedua bagi rakyat Iran.

Bersambung…..

*Disarikan dan disunting dari Nasir Tamara, Revolusi Iran

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *