Ikuti Kami Di Medsos

Sejarah

Kegetiran Masa Kecil Sayyidah Fathimah Zahra

Fathimah Zahra as membuka matanya ke dunia untuk menikmati kasih sayang kebapakan dan kenabian serta mengisap air susu Bunda Khadijah, yang penuh gizi akhlak dan kesempurnaan istimewa. Tumbuh di rumah wahyu memberinya kesempatan meraih derajat tertinggi kesempumaan dan kecemerlangan. Nabi saw mengajarinya pengetahuan ilahiah dan menghadiahinya kecerdasan khusus, sehingga beliau menyadari makna sebenamya keimanan, ketaatan, dan keniscayaan Islam.

Pengasuhan mulia Fathimah as oleh Rasulullah saw dibarengi kemampuan Fathimah as dalam menghayati keniscayaan-keniscayaan ilahiah serta kecerdasan dan kesiapan keagamaannya untuk mendaki jenjang tertinggi kesempurnaan. Bersamaan dengannya adalah kehendak Allah Swt bahwa Fathimah Zahra as harus menghadapi banyak duka dan hidup dalam kepedihan semenjak usia sangat dini dari kehidupannya.

Saat itu beliau menyaksikan ayahandanya ditentang para kerabat dan orang-orang asing, serta diperlakukan buruk oleh kaum kafir dan penyembah berhala. Suatu hari, misalnya, Fathimah as menyaksikan orang-orang kafir melemparkan ari-ari unta ke tubuh ayahandanya selagi beliau bersujud kepada Allah Swt; beliau pun membersihkan punggung ayahandanya sambil menangis getir, mengutuk kaum kafir dan berdoa kepada Allah Swt agar menghukum mereka.

Ibnu Abbas menuturkan bahwa suatu hati, kaum kafir Quraisy menggelar rapat di Masjidil Haram dan bersumpah demi berhala-berhala mereka bahwa saat melihat Muhammad saw, mereka semua akan ikut serta membunuhnya; mendengar itu, Fathimah as menangis di hadapan ayahandanya dan mengabari beliau tentang rencana busuk mereka.

Kegentingan meningkat saat Rasulullah saw diasingkan di Lembah Abu Thalib bersama keluarganya dan para anggota keluarga Abu Thalib. Mereka tinggal dalam kesiagaan penuh atas kemungknan serangan kaum kafir di malam hari.  Keadaan bertambah runyam tatkala para penyembah berhala meneken traktat untuk mengepung Bani Hasyim dan menimpakan sanksi (embargo) ekonomi atas mereka; traktat ini tidak membolehkan seorang pun menjual atau membeli apapun dari mereka, termasuk pasokan makanan.

Namun, tangisan anak-anak yang kelaparan mencapai telinga para penduduk Mekah. Orang-orang Mekah terbagi dalam dua kelompok: yang satu menikmati kemalangan Bani Hasyim, sebagian lain amat tersentuh penderitaan mereka. Keadaan ini berlangsung selama lebih dari tiga tahun. Fathimah as adalah salah satu dari mereka yang menderita akibat blokade ini, yang berujung kebangkitan semangat perjuangan, kejujuran, dan ketabahan dalam dirinya; seakan beliau sedang menghabiskan sebuah masa pelatihan dan pengamalan demi masa depan nan cemerlang.

Kendati demikian, kesukaran ini terasa ringan manakala Fathimah as mehihat pahlawan pemberani, Abu Thalib, dibantu Hamzah yang tetap setia dan membantu ayahnya dengan segala cara melawan serangan kaum kafir.

Pendirian terhormat Abu Thalib dalam melindungi Nabi saw tak terpermanai. Jika bukan karena iman dan ketaatannya yang teguh pada Islam, ia tidak akan setia dalam membela Rasul saw dan agama ilahiahnya. Berkebalikan dengan Abu Thalib, paman Rasulullah yang lain, Abu Lahab, justru melawan dan menentang Nabi saw dengan sengit. Perilakunya yang memalukan tercatat dalam berbagai kitab sejarah, juga dalam al-Quran.

Abu Muhammad Ordoni, Fathimah Buah Cinta Rasulullah saw Sosok Sempurna Wanita Surga

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *