Sejarah
Baiat dalam Islam (1/3)
Secara etimologis, telah disebutkan bahwa baiat adalah menjabat tangan seseorang, dan dalam bahasa Arab, sebagai tanda atas tuntasnya suatu transaksi jual-beli. Dalam Islam, baiat menjadi tanda atas janji seorang pembaiat kepada seorang yang dibaiat untuk selalu taat kepadanya dalam menjalankan keputusan yang telah disepakati bersama. Seperti kalimat Bâya‘ahu ‘alaih mubâya‘ah, artinya ia berjanji kepadanya dalam melaksanakan hal itu.
Allah Swt berfirman: Orang-orang yang berbaiat kepadamu sesungguhnya mereka berbaiat kepada Allah. Tangan Allah berada di atas tangan mereka. Maka barangsiapa melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri. Barangsiapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang agung. (QS. al-Fath: 10)
Baiat Pertama
Baiat pertama yang pernah terjadi dalam sejarah Islam adalah baiat ‘Aqabah Pertama. ‘Ubâdah bin Shâmit menceritakan baiat ini. Ia berkata, “Kaum Anshar mengutus 12 orang yang telah memeluk Islam di Madinah pada musim haji.”
‘Ubâdah melanjutkan, “Kami membaiat Rasulullah saw dengan baiat Nisâ’ yang terjadi sebelum diwajibkan perang atas kami untuk tidak mempersekutukan Allah dengan segala sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak berbuat dusta yang kami ciptakan sendiri, dan tidak menentang-Nya dalam kebaikan.
Jika menepatinya, kalian akan mendapatkan surga dan jika melanggarnya, lalu mendapat hukumannya di dunia ini, maka itu adalah tebusan bagimu, dan jika menutup-nutupinya hingga Hari Kiamat tiba, maka urusanmu diserahkan kepada Allah; jika Dia menghendaki, maka Dia akan menyiksamu dan jika Dia menghendaki, maka Dia akan mengampunmu.” Baiat ini dinamakan Baiat ‘Aqabah Pertama.
Sayyid Murtadha Askarî, Syiah dan Ahli Sunnah