Berita
Ziarah Kubur, Strategi Kultural Gus Dur Kuatkan Akar Budaya Nusantara
Membicarakan sosok Gus Dur memang tak ada habisnya. Tak hanya sewaktu Gus Dur hidup, bahkan setelah tokoh besar ini wafat, pemikiran-pemikirannya tetap menjadi mercusuar bangsa ini.
GUSDURian Jakarta berupaya menggali pemikiran Gus Dur ini di Aula Griya Gus Dur, kawasan Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat, Jumat (8/1) dalam diskusi bertema ‘Gus Dur dan Ziarah Kubur’ bersama Sastrow Al-Ngatawi.
Menurut mantan Ketua Lesbumi NU ini, Gus Dur menjadikan ziarah kubur sebagai strategi kulturalnya untuk mengembalikan masyarakat kepada akar budayanya agar tidak terus tersesat di belantara budaya asing.
“Ini bagian dari strategi kultural Gus Dur untuk mendudukkan modernitas dan tradisionalitas secara seimbang. Gus Dur tidak memperhadapkan modernitas dan tradisionalitas. Gus Dur hanya ingin mengatakan, bahwa modernitas dengan rasionalitasnya itu baru separuh. Separuhnya lagi ada di tradisionalitas. Yaitu spiritualitas,” terang Sastrow.
“Hilang satu, bukan Nusantara,” tegas Sastrow.
Menurut Sastrow, Gus Dur ingin menegaskan bahwa nilai-nilai tradisional itu tidak kalah hebatnya dari nilai modernitas.
“Yang namanya manusia dalam falsafah Nusantara itu ada akal, roso, dan spiritualitas. Inilah insan kamil. Hilang satu bukan manusia.”
“Ini konstruksi budaya manusia Nusantara. Jadi bagi Gus Dur, disebut ahli klenik dan ahli spiritual itu sama membanggakannya seperti disebut ahli filsafat, ahli ilmu-ilmu modern,” lanjut Sastrow.
“Ini adalah gerakan kultural mengangkat harkat martabat khazanah kita. Biar tidak inferior dengan kultur modern itu. Bahwa kita ini sama, sejajar dan saling melengkapi.”
“Gus Dur ingin mengingatkan kita untuk kembali kepada khazanah, sumber potensi dari ilmu pengetahuan yang dibangun leluhur kita. Jangan terlalu lama tersesat di peradaban asing dan hanya jadi pemulung ide. Pulanglah, mumpung belum jauh dari peradaban sendiri… itu pesan Gus Dur,” pungkas Sastrow. (Muhammad/Yudhi)