Berita
Waspadai Radikalisme Hindari Pertikaian Agama
November tahun lalu ramai diberitakan sejumlah media cetak juga medsos, terutama YouTube tentang terjadinya Kristenisasi yang terjadi saat Car Free Day di Bundaran HI, Jakarta.
Terkait adanya Kristenisasi di Indonesia, Pendeta Dr. Richard M. Daulay dari Gereja Methodist Indonesia tidak menyangkalnya, namun dia juga menyatakan bahwa islamisasi di Indonesia juga ada. Hal tersebut disampaikannya dalam bedah buku “Kristenisasi dan Islamisasi” karyanya sendiri di Kantor CDCC (Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations), (18/2) Menteng, Jakarta.
“Kristenisasi ada, Islamisasi ada banget juga,” tegas Pdt Richard.
Lebih lanjut Richard mengatakan bahwa agama Kristen dan Islam adalah agama Misionare di Indonesia, lain dengan Agama Hindu dan Budha yang lebih tidak Misionare.
Dalam bukunya tersebut, Richard juga membeberkan fakta sejarah tentang faktor bangkitnya Fundamentalis Kristen di Amerika dan Fundamentalis Islam di Timur Tengah, serta bagaimana keduanya bisa masuk ke Indonesia.
“Itu yang kita ributkan di sini,” tegas Richard.
Prof. Dr. Franz Magniz Suseno dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, sebagai pembicara kedua menyatakan tidak khawatir akan adanya isu Kristenisasi ataupun Islamisasi serta adanya pertikaian antar umat beragama sebab menurutnya pertikaian atas nama agama yang selama ini terjadi bukanlah permasalahan pada agamanya, baik di Kristen maupun Islam.
“Melainkan permasalahan elit politik,” tegasnya.
Menurut tafsiran Romo Magniz, 80% – 90% masyarakat Indonesia bisa disebut sebagai masyarkat NKRI, lalu yang 10% adalah ekstremis, fanatis dan Fundamentalis. Romo Magniz menegaskan setelah era Reformasi selama 17 tahun, yang ribut-ribut itu hanya para ekstremis dan hal ini tak bisa dihindari sebab ektremis itu akan selalu ada. Mereka biasanya muncul mendompleng pada kebebasan-kebebasan demokratis.
Namun dalam kenyataannya, hingga saat ini hubungan antar umat beragama di Indonesia menurut Romo Magniz cukup stabil.
“Selama memiliki visi yang sama tentang Indonesia, hubungan antara Islam dan Kristen mainstream tidak akan ada masalah,” tegas Romo Magniz.
Pembicara terakhir, Prof. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menegaskan bahwa bila ada agresifitas terkait agama, hal tersebut bukan karena ajaran agama itu, melainkan karena faktor dari luar agama.
Hal lain yang disoroti oleh Sudarnoto adalah tentang agama dan ruang publik. Dia melihat bahwa terjadi perubahan demografis yang menimbulkan ketidaknyamanan, salah satu faktornya adalah urbanisasi yang memberikan ruang cukup luas bagi umat beragama mengekspresikan keagamaannya.
Sudarnoto menyatakan setuju dengan Romo Magniz bahwa kelompok Fundamentalis Kristen atau Islam itu tidak banyak, namun karena area publik tidak diperhatikan oleh masyarakat beragama seperti Muhammadiyah dan NU atau yang lain, itu akan berpotensi menjadi masalah.
Sudarnoto juga menegaskan bahwa dialog antar umat beragama itu sangat penting, walaupun masih ada pertentangan terkait rumah ibadah, namun hal tersebut tidak menghalangi untuk terjadinya dialog. Yang sangat memprihatinkan Sudarnoto adalah fakta bahwa sejumlah musholla dan majelis taklim di Jakarta dikuasai oleh kelompok-kelompok radikal.
“Di situ justru tempat mereka untuk menyemai radikalisme,” pungkas Sudarnoto. (Fuad/Yudhi)