Berita
Waspada Siaga Banjir Jakarta
Puncak hujan dari pertengahan Januari hingga pertengahan Februari yang diramalkan Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) masih berlangsung. Namun meski tahun ini relatif terkendali dan tak ada cuaca dan hujan ekstrem seperti tahun 2013 lalu yang menenggelamkan Jakarta, BMKG tetap menghimbau agar warga selalu waspada.
Menurut Muhammad Fadli, Kasub Bidang Cuaca Ekstrem BMKG, hujan relatif merata di Jakarta, namun curah airnya merata dan tidak ekstrem seperti tahun lalu.
“Hujan relatif merata di Jakarta karena kelembaban udara dan gerakan arah angin merata di semua daerah Jakarta,” tutur Fadli.
“Selain itu tak ada faktor cuaca ekstrem seperti badai tropis Australia yang biasanya muncul di bulan Desember-Januari, yang bisa mempengaruhi hujan ekstrem,” tambahnya.
“Jadi ke depannya situasi cukup stabil gak ada curah hujan buruk seperti tahun lalu. Tahun lalu itu kan setelah lama kering hujan deras yang ekstrilem turun sehingga tak tertampung,” ujar Fadli. “Kalau sekarang hujannya cukup merata.”
Tetap Siaga
Berkaca dari bencana banjir besar tahun 2013 Pemda Jakarta dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tetap tak mau kecolongan. Meski cuaca cenderung kondusif, mereka telah melakukan banyak langkah pencegahan.
“Pemprov DKI sudah menyusun rencana kontigensi hadapi banjir dan longsor dan juga menyiapkan skenario terburuk,” tutur Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Bidang Data dan Informasi BNPB.
“BNPB sendiri menempatkan khusus untuk Jakarta 28 pos komando taktis. Di Jakarta, Bekasi dan Tangerang. Pos Logistik di Monas, juga titik-titik pengungsian,” lanjut Sutopo. “Juga kita siapin modifikasi cuaca.”
Tahun ini, banjir tidak separah tahun lalu selain karena memang tak ada curah hujan ekstrem yang tinggi, juga karena Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan pencegahan berupa pengerukan sungai dan perbaikan tanggul-tanggul.
“Munculnya genangan-genangan banjir itu lebih karena drainase yang mampet. Karena debit air sungai masih normal, tak ada yang luber,” terang Sutopo. “Lebih dari 40 titik genangan air di Jakarta di Januari-Februari ini karena ada yang tersumbat sampah, sedimentasi, dan ukuran yang tak memadai.”
Tantangan Berat Normalisasi Sungai
Pengerukan sungai yang niscaya agar bisa menghindari banjir pun memiliki banyak tantangan yang cukup kompleks. Debit air di sungai-sungai besar Jakarta jauh dari ideal.
“Di Kali Pesanggrahan idealnya debit sungai di atas 200m kubik perdetik. Tapi yg ada hanya 30m kubik per detik. Di Kali Angke kapasitas sekarang 16m kubik per detik. Padahal perlu 160-200m kubik per detik,” tutur Sutopo. “Kita baru dapat target 62% karena terbentur masalah pembebasan tanah.”
“Penyebab banjir itu banyak. Dari kapasitas sungai masih kecil, terkait tata ruang kota, kemiskinan, urbaninasasi, tingkat kesadaran masyarakat yang rendah, dan sebagainya,” lanjut Sutopo.
“Misalnya normalisasi sungai itu kan mestinya harus, tapi kalau mau normalisasi sungai, mesti relokasi warga. Itu tidak gampang. Contohnya dari Srengseng Sawah sampai Manggarai saja ada 450.000 kepala keluarga. Mau dipindahkan kemana coba? Bangun rusunawa juga terbatas, belum masalah budayanya,” keluh Sutopo.
Patuhi Hukum, Tegakkan Hukum
Selain masalah teknis, menurut Sutopo masalah terbesarnya ada pada kesadaran masyarakat yang rendah untuk turut serta mencegah banjir.
“Kita selalu bilang ke masyarakat jangan buang sampah sembarangan. Ini program sudah lama. Sudah 60 tahun lalu. Tiap tahun dilakukan pemerintah, sosialisasi, dan seterusnya. Tapi nyatanya masalah sampah itu masih jadi kendala besar. Saat banjir banyak sekali sampah,” keluh Sutopo.
“Kuncinya ada di penegakan hukum,” ujar Sutopo. “Kenapa masyarakat Indonesia ketika di Singapura taat, tidak merokok, tidak buang sampah sembarangan? Karena begitu melanggar langsung dihukum, gak pandang bulu. Di Indonesia peraturan udah banyak, tapi tak berjalan karena aspek lemahnya penegakan hukum.” (Muhammad/Yudhi)