Berita
WALHI: Kerusakan Hutan Indonesia Terparah Sedunia
Di tengah arus ekonomi global dan karut-marutnya dunia politik, kesadaran masyarakat dan pemerintah dalam menjaga kelestarian alam ironisnya justru terabaikan. Di berbagai belahan dunia, dengan dalih ekonomi dan pembangunan, alam kerap menjadi korban keserakahan manusia. Padahal bumi adalah rumah manusia, yang jika tak dijaga pada gilirannya manusia pula yang akan menanggung akibatnya.
Di Indonesia sendiri, lebih dari sekadar diabaikan, alam Indonesia justru semakin dirusak oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengizinkan eksploitasi alam minus pelestarian alam.
Hal ini diungkapkan oleh Berry Nahfian Furqon, Ketua Umum Partai Hijau dalam Konferensi Nasional Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam yang diadakan WALHI di Balai Kartini Jakarta, Selasa (14/10) lalu. Berry yang juga pernah menjabat Direktur Eksekutif WALHI periode 2008-2012 ini menyebutkan bahwa banyak kebijakan pemerintah justru berdampak pada perusakan ekologi yang parah.
“Hampir semua kebijakan yang berdampak pada kerusakan ekologi diputuskan di ruang politik,” keluh Berry.
MS. Zulkarnain, Direktur WALHI yang ikut memberikan sambutan juga mengeluhkan hal yang sama, “Yang terjadi, bukan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Tapi dari negara, oleh aparat, untuk konglomerat.”
Kerusakan Hutan Tropis Indonesia Terparah Sedunia
Longgena Ginting, Direktur Greenpeace SEA Indonesia sendiri menyebutkan kerusakan alam di Indonesia termasuk yang paling parah sedunia. Mulai dari sungai Citarum yang tercemar, polusi asap di udara akibat kebakaran hutan, over fishing, kerusakan hutan karena penambangan batu-bara, dan lainnya.
Longgena menyebutkan, dari tiga hutan tropis di dunia, Kongo, Brasil, dan Indonesia, pada periode 2009-2012 hutan tropis di Indonesia mengalami kerusakan paling parah. “Tadinya Brasil yang hutan tropisnya rusak paling parah, sekarang Indonesia. Penelitian di tahun 2009 – 2012 menunjukkan hutan kita hilang per tahun sampai 800rb hektar. Ini tertinggi di dunia,” ujar Longgena.
Meski sudah ada kebijakan moratorium, Longgena mengeluhkan justru kerusakan hutan di Indonesia makin meningkat. Mulai dari Sumatera, Riau, Aceh, Kalimantan kerusakan hutan sangat parah. Dan sekarang kerusakan hutan ini sedang merambat menuju Papua. Yang jika tak dicegah bisa menghancurkan ekologi hutan Papua.
Sementara Anies Baswedan, perwakilan dari pemerintahan terpilih Jokowi yang hadir sebagai wakil pemerintah menanggapi hal ini menyebutkan bahwa pemerintah yang baru sangat konsen terhadap isu lingkungan. Tetapi Anies memberi catatan bahwa masalah kelestarian lingkungan bukan sekadar tugas pemerintah, tapi tugas semua lapisan masyarakat.
“Pemerintah akan melakukan apa yang diamanatkan konstitusi, tetapi masalah lingkungan hidup adalah tanggungjawab kita semua,” ujar Anies. “Harus ada rasa ownership bersama terhadap masalah ini, bahwa kita semua adalah bagian dari gerakan pelestarian lingkungan. Karena selama ini yang giat hanya kalangan aktivis lingkungan saja, masyarakat jangan merasa masalah pelestarian lingkungan hidup bukan urusannya.”
Senada dengan Anies Baswedan, Longgena juga menekankan agar masyarakat tidak apolitis, terutama dalam soal pelestarian alam ini.
“Rakyat tak boleh apolitis dan tak melakukan apa-apa, menganggap semua masalah bisa diselesaikan oleh pemerintah dan aktivis saja,” ujar Longgena. “Ini kan masalah kita bersama.” (Muhammad/Yudhi)