Berita
Update Terkini Kelud (8)
Suasana dusun Sedawun, Pandansari pasca letusan Kelud (13/2) yang lalu, kini berangsur membaik. Meski sisa-sisa kerusakan akibat bencana masih ada, perlahan-lahan warga mulai menata kembali kehidupannya. Beberapa di antara mereka yang tadinya mengungsi sudah mulai kembali ke kampungnya.
Deny, Koordinator Relawan JAUSAN menyebutkan bahwa sekarang listrik di kampung sudah kembali menyala. Kebutuhan air pun tercukupi. Air diambil dari sumber mata air berjarak 1,6 Km dari kampung. Sebelum adanya bantuan pralon dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang digunakan untuk mengalirkan air ke rumah-rumah warga, pada awalnya relawan dan warga menggunakan bambu untuk keperluan itu.
Hari ini (2/3), relawan beserta warga sedang menyiapkan 3 ruang kelas agar bisa difungsikan untuk kegiatan sekolah anak-anak kampung besok pagi. Mereka juga meratakan lapangan voli di halaman sekolah yang tertimbun abu vulkanik setinggi 40 cm. Selain itu mereka juga berencana membangun kelas darurat terbuat dari bambu dengan atap terpal di dekat sekolah itu.
Karena jembatan utama terputus diterjang lahar hujan, relawan beserta warga setempat sebenarnya sudah membangun jembatan dari bambu untuk menyeberangi sungai. Namun jembatan yang biasanya hanya dipakai pejalan kaki itu perlu segera diperbaiki karena kembali rusak, tak sanggup menahan beban saat dilewati 10 motor trail para adventurer pembawa bantuan 10 dus mie instan bagi warga.
Menurut pantauan Deny, masalah utama warga saat ini adalah masih tersendatnya aktivitas ekonomi mereka akibat terputusnya arus transportasi pasca ambruknya jembatan desa.
Di Sedawun, Pandansari, warga hanya memiliki dua profesi; petani dan peternak susu sapi. Bagi petani yang ladangnya musnah, otomatis total tak ada aktivitas ekonomi. Sementara bagi peternak, susu sapi tiap hari harus diperah dan dibuang karena tak ada tempat penampungan. Kecuali warga yang punya anak sapi, susu itu masih bisa diminumkan ke sapi kecil tersebut. Deny mengaku ia dan relawan lain sampai mendapat susu berember-ember dari warga. Ini terjadi karena koperasi penyalur susu dari kampung itu sampai saat ini masih belum beroperasi.
Mengantisipasi situasi ini, Koperasi Pujon akhirnya berinisiatif membawa tangki besar di seberang sungai. Warga pun membawa susu sapi mereka di tangki kecil dengan motor menyeberangi jembatan bambu. Hanya sekitar 60% warga peternak yang bisa melakukan aktivitas ekonomi ini. Sementara 40% warga petani yang tak punya sapi hingga saat ini masih mengandalkan bantuan dan sumbangan.
Kondisi relatif membaik menyebabkan makin banyaknya relawan yang pulang. Deny mengakui ini adalah tantangan bagi JAUSAN. “Inilah tantangannya bagi kami. Makin banyak relawan lain yang pulang sementara bantuan pun makin berkurang. Sedang akses ekonomi warga masih terputus,” ujarnya.
Di akhir wawancara via telepon Deny menyebutkan, sebagai relawan mereka memang memiliki keterbatasan. Karena itu, saat ini secara perlahan mereka mulai berbagi beban aktivitas kepada warga agar warga tidak kaget dan pada waktunya bisa mandiri dan hidup normal tanpa bantuan relawan. (Muhammad/Yudhi)