Berita
Ulang Tahun AJI Ke-20: Perlunya Perlindungan Lebih Terhadap Wartawan
Profesi wartawan sebagai pelayan publik dalam memberitakan berbagai informasi yang dibutuhkan masyarakat selain mulia, juga kadang penuh risiko dan bahaya. Karena itu wartawan mesti dilindungi dan diperhatikan hak-haknya.
Hal ini sangat ditekankan oleh Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia, Eko Maryadi, dalam perayaan ulang tahun ke-20 AJI di gedung Usmar Ismail, Jakarta, Jumat (22/8) lalu.
Dalam sambutannya Eko Maryadi menyatakan wartawan sekarang tidak lagi dihadapkan pada pelarangan kebebasan pers, namun lebih pada intervensi pemilik media yang kadang merecoki dapur redaksi demi kepentingan politik sesaat mereka. Dalam kondisi semacam itu wartawan dipaksa menjadi corong pemilik modal, dipaksa menjadi partisan bahkan membuat opini untuk memecah belah publik. Contoh paling nyata adalah seperti tampak pada saat berlangsungnya pileg dan pilpres yang baru lalu.
Selain itu wartawan juga dihadapkan pada minimnya gaji yang tak sepadan dengan risiko profesi yang mesti dipanggul wartawan di pundaknya, sementara keuntungan besar hanya dinikmati pemilik modal. Minimnya gaji mereka inilah yang menurut Eko menjadi penyebab sebagian wartawan menjadi pemburu amplop yang menyebabkan citra wartawan buruk di mata masyarakat.
Kekerasan Pada Wartawan Tak Boleh Dibiarkan
Dalam merayakan hari ulang tahunnya yang ke-20 ini, AJI memberikan tiga anugerah untuk tiga kategori berbeda. Tasrif Award diberikan kepada Remotivi dan ICT Watch dan SK Trimurti Award diberikan kepada Masriyah Amfa, pengasuh Ponpes Kebon Jambu, Cirebon. Sementara untuk tahun ini AJI memutuskan tak ada pemenang Udin Award seperti tahun-tahun sebelumnya.
Tak adanya pemenang Udin Award tak mengurangi konsen AJI atas kasus kekerasan terhadap wartawan. Saat ABI Press yang salah satu wartawannya, Muhammad Ngaenan mengalami tindak kekerasan saat meliput di Bandung dua bulan lalu, Eko Prasetyo menyatakan tegas bahwa AJI konsen melindungi wartawan yang sedang bertugas.
“Kita gerak sama-sama, digedor dan diingatkan aparat itu maunya gimana. Kenapa tidak diselesaikan secepatnya?” ujar Eko. “Apalagi, AJI melihat kasus kekerasan terhadap wartawan itu salah satu sumber penyebab lahirnya pers yang tidak profesional. Kalau kekerasan dibiarkan, hal itu akan menghasilkan impunitas, kekebalan hukum. Artinya, tiap pelaku kekerasan seakan-akan tidak punya dosa, tidak punya salah, dan bisa melakukan kekerasan kapan saja.”
Ahmad Taufik, wartawan senior Tempo dan salah satu sesepuh di AJI juga menegaskan hal senada.
“Jangan didiemin. Karena kalau didiamkan nanti ekskalasinya malah meningkat. AJI juga harus profesional dan jangan diskriminatif. Setiap yang kena kekerasan ya harus dibela. Pelakunya harus dituntut,”tegas Taufik. “Nanti bisa-bisa akan ada pemenggalan wartawan seperti yang terjadi di Irak itu kalau terus didiamkan. Kan bahaya.”(Muhammad/Yudhi)