Berita
Trio Jawara Muda Gegerkalong
Panas menyengat yang membakar pelataran Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat tak dihiraukan oleh Syamsah, Ismail, dan Anton saat mereka bersama puluhan kawan-kawan lainnya dari berbagai Paguron Silat memperagakan jurus-jurus silatnya. Di bawah megahnya patung Garuda di monumen pahlawan dan tatapan mata pengunjung ritual Ruwatan Bumi ini, jurus demi jurus diperagakan.
Pemuda sulung dari tiga bersaudara bernama lengkap Tasyamsah ini mengaku sejak kecil sudah mencintai silat. “Kalau silat gini sejak SD sudah suka,” ujar Syamsah. “Jiwanya sudah suka aja.”
Lain Syamsyah, lain pula Anton, ia mengaku dari kecil tak suka silat. Namun begitu menginjak remaja coba-coba ikut latihan silat di Kabuyutan Gegerkalong, ia langsung kesengsem.
“Waktu SD sebenernya gak suka silat. Apa lah silat? Gitu pikir saya,” aku Anton. “Tapi setelah ikut di Gegerkalong ternyata silat itu lebih gitu. Ada persaudaraannya, ada ajaran agamanya. Juga bikin badan sehat. Jatuh cinta deh saya ama silat,” ujar Anton sambil tertawa renyah.
Budaya Tak Sekadar Warisan Tapi Titipan Leluhur
Sementara menurut Ismail, budaya dari leluhur tak hanya warisan, tapi lebih dari itu adalah titipan dari leluhur yang harus dilestarikan. Dan itu menjadi tanggungjawab generasi muda seperti dirinya untuk menjaganya.
“Budaya itu menurut saya adalah titipan leluhur. Dan tugas anak-cucu leluhur supaya menjaga serta membangkitkan kebudayaan kita agar jangan sampai hilang dan dicaplok orang lain,” ujar Ismail.
Meski ada anggapan bahwa budaya lokal itu tidak gaul dan tidak asyik, ketiga pemuda dari kampung Gegerkalong Bandung ini menyangkalnya. Mereka mengaku justru merasa sangat asyik dan enjoy mempelajari budaya leluhur, termasuk silat yang mereka geluti.
“Justru asyik banget, Kang,” jawab ketiga pemuda itu berbarengan. “Belum coba sendiri sih mereka. Makanya ikutan saja sini bareng kita,” tambah Anton.
Terakhir, Syamsah berpesan kepada sesama generasi muda agar jangan melupakan budaya leluhur. “Jangan sampai dilupakan. Karena budaya ini kan jiwa kita. Kalau udah kenal dengan budaya leluhur akan menyatu dengan jiwa kita. Maka jangan lupakan budaya. Lestarikanlah dan budayakanlah,” pesan Syamsah.
Di tengah derasnya arus globalisasi yang begitu masif menggusur nilai-nilai budaya lokal, pemuda-pemuda seperti Syamsah, Anton, dan Ismail ini merupakan generasi muda yang akan menjadi pendekar-pendekar pelindung kultur para leluhurnya. Melihat kegairahan yang terpancar di mata mereka, kita masih bisa optimis bahwa Nusantara akan bisa bangkit dengan bangga di kancah dunia. Semoga. (Muhammad/Yudhi)