Berita
Titik Temu Tasawuf dan Kebatinan Jawa
Titik Temu Tasawuf dan Kebatinan Jawa
Kehidupan masyarakat Nusantara sejak zaman dahulu sangat kental aroma mistik dan esoteris. Hingga saat ini nuansa itu masih terjaga dengan baik. Mendiskusikan hal ini di bulan suci Ramadhan, Nurcholis Madjid Society mengadakan Kajian Titik-Temu ke-36 dengan tema “Tradisi Tasawuf dan Kebatinan Jawa”.
Dalam kajian ini, Ir. Achmad Chodjim, MM, seorang pemerhati kebatinan Jawa menyebutkan bahwa dalam Serat Wedhatama yang banyak dirujuk oleh para penganut kebatinan menyebutkan bahwa inti ajaran kebatinan Jawa adalah membebaskan jiwa dari belenggu hawa nafsu.
“Dalam Serat Wedhatama, diajarkan untuk membebaskan jiwa dari hawa nafsu, dari tarikan raga,” ujar Chodjim.
“Seperti puasa. Puasa itu tujuannya agar makin bisa menghindar dari tarikan duniawi. Dengan itulah maka bisa liqa Allah, bertemu dengan Allah,” terang Chodjim.
Baca juga : Pentingnya Mengenal “Diri”
“Makanya kan juga disebut kalau dalam Alquran itu, ‘Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rela dan Tuhanmu pun rela.’ Itu artinya adalah jiwa yang sudah bersih dari tarikan dunia,” tambah Chodjim.
Sementara pembicara lainnya, Abdul Moqsith Ghazali, dosen dari UIN Syarif Hidayatullah menjelaskan bahwa dalam sejarahnya, oleh kelompok puritan, kebatinan Jawa pernah ditekan dan dianggap tak bisa disatukan bahkan dicap bertentangan dengan Islam. Tapi kemudian oleh beberapa cendekiawan Muslim dihidupkan lagi.
“Selain sama-sama mengajarkan untuk membersihkan diri dari tarikan hawa nafsu, salah satu kesamaan antara tasawuf, baik tasawuf falsafi maupun tasawuf Sunni, dan juga kebatinan, semuanya mengakui adanya sebuah kekuatan suprarasional seperti karamah,” ujar Moqsith.
Menurut Moqsith kisah-kisah mistis mengenai karamah dan hal-hal yang bernuansa supranatural itu merata di dunia tasawuf falsafi, tasawuf Sunni, dan kebatinan. Dalam kajian itu, Moqsith juga menyitir beberapa kisah karamah beberapa Kiai dan Sufi terkenal. (Muhammad/Yudhi)
Baca juga : Rasulullah Menangis