Artikel
Tiga Golongan Orang yang Bershalawat
Sedangkan bershalawat kepada Nabi dengan menyertakan keluarganya merupakan ekspresi kita untuk mencintai apa yang dicintai Nabi. Hal ini sebagaimana tergambar dalam penggalan surat Asyu’ara ayat 23, yaitu: “Aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku ini kecuali kecintaan kepada keluargaku.”
Dari ayat tersebut sebagian mufassir menyatakan bahwa yang dimaksud al-Qurba adalah keluarga Nabi saw. Oleh karena itu sebagian Muslimin menyertakan keluarga Nabi dalam shalawatnya. Terlepas dari apakah itu benar atau tidak, selayaknya umat Muslim yang tidak setuju menghormati Muslim lain yang bershalawat dengan menyertakan keluarga Nabi sebagai kecintaan kepada Nabi.
Dalam sebuah ceramah Asyura yang dibawakan oleh Habib Hasan Alaydrus menyebutkan bahwa orang-orang yang membaca shalawat itu terbagi menjadi beberapa gologan, yaitu:
Golongan pertama, yaitu golongan orang yang baik. Golongan ini terdiri dari orang-orang yang bershalawat kepada Nabi dan keluarganya dan mengumandangkan shalawat dimana pun mereka berada. Akan tetapi, satu hal yang disayangkan, mereka hanya bershalawat dalam lisannya saja tanpa mau menggali lebih dalam tentang siapa yang mereka shalawati termasuk bagaimana kehidupan Nabi saw yang mereka shalawati.
Golongan kedua, yaitu golongan yang paling aneh. Golongan ini terdiri dari orang-orang yang bershalawat kepada Nabi dan keluarga Nabi. Akan tetapi ketika disebut nama keluarganya yaitu Ali, Fathimah, Hasan dan Husein mereka marah dan bahkan kehilangan kontrol. Golongan ini hanya mengharapkan pahala semata dari Allah SWT.
Golongan ketiga, yaitu golongan yang diharapkan. Golongan ini terdiri dari orang-orang yang bershalawat kepada Nabi dan menggali lebih dalam makna dari shalawat itu. Mereka menggali lebih dalam tentang keluarga Nabi dan pribadi agung mereka. Golongan ini adalah golongan yang bershalawat atas dasar kecintaan kepada Nabi saw dan keluarganya. Mereka menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam kehidupannya.
Berdasarkan beberapa poin di atas dapat dinyatakan bahwa setiap orang bisa saja bershalawat. Sementara termasuk ke dalam golongan yang manakah mereka, tergantung dengan cara yang ditempuhnya masing-masing.
Tak perlu juga kita bersusah-payah untuk meyakinkan orang apakah bershalawat mestinya memakai Sayyidina atau tidak, karena semuanya tergantung pada niat kita masing-masing. (Banin/Yudhi)