Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Temu Pakar STFI Sadra: Menyoal Urgensi dan Aplikasi Filsafat Islam Untuk Indonesia

STFI SADRA

Filsafat bagi banyak kalangan masih menjadi topik bahasan keilmuan yang ditakutkan bahkan dihindari. Bukan saja kalangan agamawan, kaum terpelajar dan terdidik pun bahkan enggan bersentuhan dengan bidang keilmuan yang terkenal dengan tokoh Plato-nya tersebut.
 
Akibatnya, filsafat hanya menjadi bahasan kelompok tertentu di tempat tertentu yang terkesan tertutup serta jauh dari realita kehidupan sehari-hari. Bukan hanya itu, pandangan bahwa filsafat hanya ada dalam teori dan pikiran tapi tidak dapat diterapkan dalam kehidupan di tengah masyarakat pun muncul.
 
“Bahkan di kalangan cendekiawan pun, pandangan bahwa filsafat tidak dapat diterapkan di masyarakat, itu ada,” terang Aan Rukmana, dosen filsafat dari Paramadina dalam “Forum Temu Pakar” bertema “Urgensi Filsafat Islam Untuk Ke-Indonesiaan” yang dihadiri lebih dari 10 pakar filsafat, pada Rabu (24/12) di Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra, Jakarta Selatan.
 
Hal tersebut, lanjut Aan berpengaruh pada para pengkaji filsafat, terutama filsafat Islam. Akibatnya, filsafat Islam pun tidak dapat berkembang, dalam artian tidak pernah keluar dari rumah filsafat itu sendiri. Filsafat hanya berputar pada orang-orang itu saja. Jadi, meski sudah muncul tokoh sekaliber Nurcholis Madjid, Harun Nasution, Buya Syafi’i Ma’arif tapi tetap saja filsafat Islam itu tidak menjadi dinamisator dari mazhab-mazhab Islam di Indonesia. Kendati menurut Aan, Nurcholis Madjid tetap percaya bahwa filsafat Islam itu ada gunanya.
 
“Filsafat Islam yang dapat diterapkan di masyarakat adalah filsafat Islam yang memang memperhatikan masalah sosial,” cerita Aan menirukan pesan Nurcholis Madjid terkait filsafat Islam.
 
Maka dari itu, lanjut Aan, filsafat harus mampu menjawab berbagai persoalan sosial, kebangsaan, teknologi dan seluruh sendi kehidupan kita sehari-hari, agar filsafat dapat berguna bagi masyarakat.
 
Sementara itu Benny Susilo, MA, dosen STFI Sadra selaku pembicara pembanding Aan Rukmana dalam forum itu membuka pembicaraannya dengan mengutip pesan Dr. Aiman Bisri dari Qom, Iran yang menyayangkan bahwa banyak orang yang bertahun-tahun belajar ilmu logika di sekolah, tapi ketika keluar dari sekolah tetap berpikir seperti pola pikir orang awam. Sehingga, dia mengatakan bahwa mempelajari ilmu logika itu seribu kali lebih penting dibandingkan belajar filsafat. Sebab ilmu logika itulah yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.
 
Benny menegaskan, untuk membahas filsafat Islam maka terlebih dahulu harus mengerti apa itu filsafat Islam. Sedangkan apa yang kita sebut sebagai filsafat Islam saat ini adalah filsafat yang berkembang dalam peradaban Islam yang dikembangkan oleh para filosof Muslim.
 
“Sebab filsafat dalam dirinya sendiri, tidak Islam dan tidak juga bukan Islam,” terang Benny.
 
Terkait pertanyaan apa urgensi filsafat untuk Indonesia, menurut Benny pertanyaan itu tidak relevan, sebab hal tersebut bukanlah tugas filsafat. Tugas filsafat hanyalah sampai pada “sesuatu itu ada atau tidak ada.” Selebihnya dikembalikan pada ketentuan keilmuan masing-masing.
 
“Filsafat hanya menjawab bahwa masalah sosial itu ada dan kemudian dikembalikan pada ilmu sosial sendiri untuk membahasnya,” terang Benny.
 
Forum Temu Pakar dan diskusi tentang urgensi filsafat dengan dua pembicara; Aan Rukmana dan Benny Susilo, tentu tak cukup waktu dua jam seperti yang disediakan panitia hari itu. Namun bisa jadi dibutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk membahasnya.
 
Namun sebagai sebuah keilmuan tentu saja filsafat akan menjadi pepesan kosong bila tak dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Penerapan ilmu filsafat di tengah masyarakat inilah yang saat ini menjadi tantangan para filsuf agar filsafat tidak hanya berhenti pada serunya perdebatan dan sekadar hadir dalam kerangka teori saja. (Lutfi/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *