Artikel
Teladan Ukhuwah Guru Besar Imam 4 Mazhab
Oleh: Abdullah Beik
Imam Ja’far adalah salah satu tokoh besar Islam yang tak diragukan keilmuannya. Tak hanya bagi penganut Ahlulbait yang memandang Imam Ja’far sebagai salah satu Imam mereka, Imam Ja’far Shadiq juga dikenal sebagai guru dari para imam 4 mazhab besar Ahlussunnah.
Penganut Ahlulbait secara khusus selalu berupaya memperingati haul beliau dengan menggelar pelbagai acara seperti telaah atau diskusi, sebagai upaya untuk meneladaninya.
Hal pertama dari Imam Ja’far yang sangat masyhur adalah kedalaman ilmu beliau. Inilah yang harus kita teladani, agar kita terus memperdalam ilmu pengetahuan kita. Tak hanya ilmu-ilmu aqidah, fikih, dan akhlak, tapi juga hal-hal yang bersifat keduniawian adalah sesuatu yang harus dipelajari. Apalagi ketika ilmu itu bisa menjadi pendukung untuk lebih beriman dan bertakwa.
Jika kita tidak memperdalam ilmu pengetahuan, maka kita hanya akan terus mengekor. Tak akan pernah bisa menjadi leader, tak akan mampu menjadi pemimpin. Padahal Al-Qur’an memproyeksikan kita sebagai khalifah di muka bumi.
Karenanya umat Islam, dan secara khusus pengikut Ahlulbait, tiap harinya harus selalu berusaha menambah ilmu pengetahuan.
Teladan Ukhuwah Islamiyyah
Yang kedua, sejarah mencatat bahwa Imam Ja’far Shadiq adalah tokoh yang sangat dekat dengan para pemimpin Islam lain yang saat itu dikenal sebagai panutan umat. Abu Hanifah dan Imam Malik contohnya, yang saat itu diikuti oleh kaum Muslimin hingga saat ini, sangat dekat dengan Imam Ja’far. Meski Imam Ja’far Shadiq memiliki pandangan hidup berbeda, tapi tetap saja beliau bisa hidup berdampingan dengan harmonis, toleran, bahkan sangat akrab dengan mereka.
Dari pelbagai literatur yang bisa kita baca menunjukkan bahwa beliau akrab dan dekat dengan para tokoh itu. Karena itu sebagai pengikut Ahlulbait, kita harus meneladani Imam Ja’far.
Sebagai contoh, jika saat ini kita hidup dalam satu keluarga yang mungkin satu sama lain memiliki pandangan berbeda, hal itu jangan sampai mencegah kita untuk hidup bersama, untuk bekerjasama. Begitu juga dalam hidup yang lebih luas dari rumah tangga, yaitu di masyarakat, adanya perbedaan itu mestinya tidak menghalangi kita untuk hidup damai dan rukun senantiasa.
Kita tidak boleh mengganggu hak dan kehormatan orang lain. Tidak boleh memaksa orang lain sama dengan kita. Boleh saja orang lain berbeda. Bahkan andai berbeda keyakinan ketuhanan pun, kita tetap diajari agar bisa hidup harmonis. Apalagi hanya perbedaan tidak prinsipil yang lazim ada dalam mazhab, cara pandang, dan hal-hal yang bersifat furu’iyah lainnya. Tentu lebih wajib untuk mengesampingkan semua perbedaan itu demi terciptanya hidup yang damai antar sesama.
Tentu saja bukan berarti kemudian tiap orang harus meninggalkan keyakinannya. Tiap orang tentu harus tetap teguh dengan keyakinannya. Mereka pun harus tetap melaksanakan konsekuensi dari keyakinan itu. Namun demikian, tentu saja mereka juga berkewajiban tetap menjaga kehidupan bermasyarakat dan bertetangga dengan baik.
Inilah dua hal utama yang harus kita teladani dari Imam Ja’far as-Shadiq as. (Abdullah-Muhammad/Yudhi)