Akhlak
Telaah Atas Hadis-Hadis Mistik Dan Akhlak: Hadits Tentang Jihad Al-Nafs [Bag. 9]
Pertimbangan Manfaat Mudharat (Muwazanah)
Salah satu hal yang mesti diikuti dengan seksama selama proses ini adalah muwazanah, yakni menimbang untung ruginya suatu watak dan akhlak buruk–sebagai hasil dari syahwat amarah dan imajinasi di bawah pengelolaan setan–serta membandingkannya dengan untung ruginya, watak, akhlak baik, dan keutamaan jiwa–sebagai hasil dari ketiga daya itu di bawah bimbingan akal dan syariat–lalu memutuskan, mana di antara keduanya yang lebih baik.
Sebagai contoh, kita harus menimbang manfaat mematuhi perintah syahwat tak terkendali yang telah berakar kuat dalam jiwa manusia sehingga menjadi watak yang menetap (malakah rasikhah) dan darinya lahir watak-watak keji lain secara berkelanjutan. Orang demikian ini tidak akan segan-segan berbuat semua kekejian yang mungkin dilakukannya dan tak akan puas dengan seluruh harta yang mungkin diperolehnya, lewat jalan apapun. Ia akan melaksanakan semua yang sejalan dengan hasrat dan hawa nafsunya kendati akan mengakibatkan kerusakan luar biasa.
Pembahasan sebelumnya Telaah Atas Hadis-Hadis Mistik dan Akhlak: Hadis Tentang Jihad an-Nafs
Selanjutnya, manfaat melampiaskan daya amarah yang telah menjadi watak jiwa yang darinya akan muncul sejumlah watak rendah lain ialah kesiapan seseorang untuk menganiaya siapa saja yang bisa dianiaya dengan cara memaksa dan menekannya. Orang ini akan melakukan apa saja kepada semua pribadi yang mencoba melakukan sedikit perlawanan dan mengobarkan peperangan atas semua pribadi yang menunjukkan sedikit ketidaksetujuan, kemudian menindas dengan seluruh kekuatannya dan dengan alat apa saja walaupun akan mengakibatkan kehancuran di alam raya.
Demikian pula dengan manfaat waham setan yang sudah menjadi watak dalam jiwa; ia akan melaksanakan semua dorongan amarah dan syahwat dengan segenap tipuan, intrik, dan rekayasa. Ia akan menguasai hamba-hamba Allah Swt dengan segala jenis rencana keji, baik dengan melakukan pemusnahan atas satu etnis, satu kota, negara, dan sebagainya.
Inilah (sebagian) dari manfaat daya-daya itu jika bekerja di bawah kendali setan. Jika kalian berpikir dengan benar dan mengamati keadaan orang-orang itu, kalian akan menemukan bahwa tak seorang pun dari mereka–meskipun cukup kuat dan sudah mencapai sebagian besar keinginannya–yang akan mendapatkan satu pun dari ribuan angan-angannya. Realisasi satu harapan dan pencapaian satu angan-angan merupakan perkara mustahil di dunia ini lantaran dunia ini adalah tempat penuh benturan. Anasir dunia ini akan menentang terwujudnya suatu keinginan. Padahal, angan-angan dan kecenderungan manusia tidak memiliki batasan.
Sebagai contoh, daya syahwat lelaki akan terus bekerja meskipun–contoh mustahil–ia telah memiliki seluruh wanita satu kota; daya syahwat orang ini akan menyuruhnya untuk mengejar wanita-wanita di kota lain dan begitu seterusnya. Bila ada orang yang telah menguasai kekayaan di suatu negeri, ia akan mengembangkan kekayaan di negeri lain. Maka, secara terus-menerus, ia akan mengejar sesuatu yang belum dimilikinya. Jadi, kendati semua itu adalah khayalan dan impian yang tidak mungkin terpenuhi, api syahwat manusia tak menjadi surut dengan tercapainya suatu keinginan.
Demikian pula dengan daya amarah yang telah tercipta dalam jiwa manusia sehingga, kendati telah sedemikian rupa memegang kekuasaan mutlak dalam satu negara, ia akan berusaha menguasai negara-negara lain yang belum dikuasainya. Ia akan berusaha menguasainya dengan setiap kekuatan yang dimiliki. Semakin banyak yang dikuasai, semakin menggila amarahnya untuk terus menguasai dan begitu seterusnya.
Siapa saja yang meragukan fakta ini dapat langsung melihat pada dirinya sendiri dan segenap penduduk bumi ini, seperti para penguasa, kalangan berpengaruh, pemilik modal dan kedudukan. Pasti ia akan sepakat dengan pernyataan di atas. Kesimpulannya, manusia selalu tertarik pada yang asing dengan sesuatu yang tidak dimilikinya. Ini adalah fitrah manusia yang telah dijelaskan oleh banyak Syaikh besar dan ahli hikmah, khususnya guru kami, Mirza Muhammad Ali Sahabadi (guru Imam Khomeini yang merupakan pakar irfan kontemporer–penerj.).
Bahkan, katakanlah manusia memang dapat mencapai seluruh keinginannya, maka kira-kira untuk berapa lama ia mampu menikmati dan memanfaatkan semua? Berapa lama kekuatan masa mudanya bertahan dalam hidupnya? Ketika masa mudanya telah lewat, hilang pula energi pada organ-organnya sehingga indera perasanya akan mengalami disfungsional. Matanya akan merabun, pendengarannya melemah, demikian pula dengan indra-indra lainnya. Kemampuan untuk merasakan kelezatan dan kenikmatan merosot drastis dan bahkan hilang sama sekali. Lalu, penyakit-penyakit akan menggerogotinya. Fungsi-fungsi pencernaan, metabolisme, kekebalan tubuh, dan daya pernapasannya akan terus berkurang secara tajam. Sekujur tubuhnya tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Yang tersisa baginya hanya kekecewaan, rasa bersalah, dan penyesalan.
Demikianlah masa yang kita miliki untuk memanfaatkan fungsi-fungsi tubuh itu. Sejak saat kita memperoleh kesadaran tentang kebaikan dan keburukan hingga merosotnya seluruh fungsi organ tubuh–tidak lebih dari 30 atau 40 tahun–sekalipun bagi orang-orang sehat dan bugar. Itupun hanya terjadi jika kita dapat melawan semua penyakit dan bencana yang terus berlangsung dalam hidup kita, yang kita saksikan setiap hari, namun kita sering melupakannya.
Jika suatu saat nanti, anggap saja ini benar terjadi meskipun belum pernah seorang manusia dapat mencapai usia 150 tahun dengan segenap kesempurnaan daya syahwat, amarah, dan imajinasi manipulatif (syaitaniyahnya), dan misalkan ia tidak pernah mendapat bencana atau penyakit, maka masa sepanjang itu juga akan dirasakan sangat singkat dan lewat begitu saja bagaikan hembusan angin.
Lantas, apa yang tersisa untuk dirimu di alam yang akan datang? Manfaat apa saja yang akan keluar dari limpahan kesenangan itu untuk kehidupan abadimu? Apa yang akan menyelamatkanmu dari kengerian kiamat, ketakberdayaan dan kesendirianmu di sana? Akan seperti apa dirimu di hari pengadilan dan bagaimana engkau akan menghadap Tuhanmu, para malaikat, para hamba pilihan, dan para rasulnya? Bukankah Engkau hanya berbekal perbuatan-perbuatan buruk dan tumpukan dosa yang akan mengubah bentukmu menjadi suatu bentuk yang hanya Allah yang tahu persis bagaimana hakikatnya?
Semua yang telah kau dengar tentang api neraka, siksa kubur, dan kesakitan di hari kiamat kelak, tak lain dari perbuatan-perbuatanmu yang bakal kau saksikan sendiri di sana. Kalau engkau makan harta anak yatim dan menikmatinya, maka hanya Allah yang Mahatahu bentuk apa yang akan menjelma sebagai akibat perbuatan itu kelak di jahanam. Dan sudah pasti bentuk itu bukanlah kenikmatan yang engkau rasakan dari memakan harta anak yatim di dunia. Hanyalah Allah pula yang Mahatahu, apa yang akan menantimu akibat perlakuan buruk terhadap sesama manusia di alam akhirat kelak. Pada saat itu, engkau akan memahami siksa apa yang telah engkau persiapkan untuk dirimu sendiri ketika engkau menggunjing orang.
Penjelmaan (bentuk) malakuti dari setiap perbuatan telah dipersiapkan dan akan dikembalikan padamu sebagai pelaku dan dibangkitkan bersamamu. Ini adalah neraka perbuatan yang relatif lembut, dingin, dan tidak terlalu berat, serta disediakan untuk mereka yang melakukan perbuatan dosa di dunia. Namun untuk mereka yang memiliki watak keji seperti keserakahan, suka mendebat, kekikiran, kecintaan pada harta, kekuasaan, dan watak-watak keji lain, neraka yang akan ditempatinya tidak mungkin dibayangkan lantaran susahnya membayangkan watak-watak yang sedemikian keji itu dalam hatiku atau hatimu.
Imam Khomeini, “40 Hadis: Hadis-hadis Mistik dan Akhlak: Hadis Jihad an-Nafs”