Akhlak
Telaah Atas Hadis-Hadis Mistik Dan Akhlak: Hadits Tentang Jihad Al-Nafs [Bag. 3]
Upaya memperoleh tekad (‘azm)
Langkah berikutnya setelah permenungan yang harus dilewati setiap orang yang berjuang untuk mencapai kemajuan ruhaniah adalah kehendak dan kesungguhan. Ini berbeda dengan karsa (iradah) yang oleh Syaikh Rais Ibnu Sina dalam al-Isyarat dianggap sebagai langkah pertama irfan.
Pembahasan sebelumnya Telaah Hadis-Hadis Mistik dan Akhlak: Hadis Jihad an-Nafs [Bag. 2]
Beberapa ulama besar kita juga menyatakan bahwa kehendak dan kesungguhan adalah esensi kemanusiaan dan dasar kebebasan manusia. Perbedaan derajat manusia sesuai dengan perbedaan tingkat tekad dan kesungguhan masing-masing. Kesungguhan yang diperlukan untuk tahap khusus ini sama dengan meletakkan fondasi bagi hidup yang baik; sebuah kesungguhan untuk membersihkan diri dari dosa dan melaksanakan seluruh kewajiban; sebuah kesungguhan untuk mengganti hari-hari yang hilang (perbuatan dosa); dan akhirnya kesungguhan untuk bersikap sebagaimana seharusnya sikap manusia yang berakal dan beragama, yaitu, berperilaku sesuai aturan hukum agama yang akan mengakuinya sebagai manusia sejati, manusia berakal.
Sikapnya harus berupa tiruan atas kehidupan Rasul saw. Perbuatan lahiriahnya harus mengikuti Rasul saw sebagai model perilakunya, pilihan-pilihannya, dan penolakan-penolakannya. Ini sangat mungkin karena setiap hamba memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai teladan yang diberikan pemimpin besar umat manusia ini.
Dalam jihad diri di dunia lahiriah ini, tidaklah mungkin seseorang menempuh jalan makrifat ilahiah kecuali memulainya dengan melaksanakan perintah-perintah syariat yang bersifat lahiriah. Nilai-nilai tinggi moralitas tidak akan dicapai manusia kecuali dengan terlebih dahulu melengkapi dirinya dengan pengetahuan tentang syariat dan mengikutinya dengan sungguh-sungguh. Tanpa mengikuti ajaran-ajaran lahiriah Islam, cahaya pengetahuan Ilahi dan kearifan nan gaib mustahil merasuki hatinya, serta misteri hukum-hukum Allah tidak mungkin terungkap baginya.
Tidak benar pula anggapan bahwa kelak setelah terungkapnya kebenaran hakiki serta tercerapnya cahaya-cahaya makrifat dalam hati, seseorang baru mulai dapat melaksanakan etika syariat yang bersifat lahiriah. Ini menyangkal klaim sebagian kalangan yang mengaku sebagai kaum spiritualis yang mengatakan bahwa kesempurnaan batin dapat diperoleh tanpa perbuatan-perbuatan lahiriah; atau, setelah memperoleh kemuliaan batiniah, tidak wajib lagi baginya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban lahiriah (syariat).
Ini pemahaman keliru yang muncul akibat ketidaktahuan ihwal tingkat-tingkat ibadah dan tahap-tahap kemajuan manusia. Wahai sahabatku, berusahalah menjadi manusia yang bertekad teguh dan bersungguh-sungguh sehingga engkau tidak akan meninggalkan dunia ini sebagai orang yang tanpa kesungguhan dan karenanya dibangkitkan di hari kebangkitan sebagai makhluk tak berakal, bukan dalam rupa manusia. Karena, dunia yang lain itu tempat seluruh rahasia dibukakan dan seluruh perkara tersembunyi disingkapkan.
Keberanian seseorang untuk berbuat dosa akan mengubahnya sedikit demi sedikit menjadi manusia tanpa tekad dan merampas esensi kemanusiaan. Guru kami yang mulia dan terhormat pernah mengatakan bahwa lebih dari apapun membiarkan telinga untuk mendengarkan nyanyian dan lagu-lagu akan mengakibatkan terhambatnya tekad dan kehendak. Karena itu, saudaraku, janganlah melakukan pelanggaran, bersungguh-sungguhlah dalam berhijrah menuju Allah Swt, dan jadikanlah tampilan lahiriahmu layaknya manusia. Bergabunglah bersama kelompok manusia yang berpegang pada agama dalam kesendirianmu. Berdoalah kepada Allah Swt agar membantumu mencapai tujuan ini.
Mintalah syafaat Rasul saw dan keluarganya untukmu agar Allah mencurahkan rahmat dan bantuannya kepadamu dan menghindarkan dirimu dari pelbagai marabahaya yang akan engkau lalui, karena kehidupan ini penuh jurang. Adakalanya manusia tersandung dan terjerumus ke dalamnya, sedemikian, sampai-sampai ia tidak dapat menyelamatkan dirinya atau mungkin tak lagi peduli untuk menyelamatkan dirinya; atau bahkan mungkin pula syafaat dari para pemberi syafaat tak akan menyelamatkan dirinya.
Imam Khomeini, “40 Hadis, Hadis-hadis Mistik dan Akhlak: Hadis Jihad an-Nafs”