Berita
Tanpa Freeport Papua Takkan Mati
Hentakan lagu Satu Papua dan Untuk yang di Jalan dan di Hutan dari grup band Simponi mengawali diskusi Ngobrol Freeport Papua yang digawangi oleh LBH Jakarta, Kamis (6/8), di Menteng, Jakarta Pusat. Diskusi ini diselenggarakan dalam rangka menanggapi proses renegosiasi Kontrak Karya Freeport.
Dalam diskusi ini, Ahmad Rendi, dosen Hukum Pertambangan Universitas Tarumanegara menyayangkan ketidaktegasan pemerintah menyelesaikan kasus Freeport.
“Royalti dari Freeport itu cuma 1%, itu pun cuma dari tembaga. Padahal yang diambil itu emas, bahkan mineral mentah yang entah isinya apa saja,” ujar Rendi.
Edo Rahman, aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dalam diskusi ini juga mengkritik pemerintah yang menurutnya memainkan drama semata.
“Pemerintah melakukan drama. Seolah pemerintah konsisten akan menindak Freeport tiba-tiba SPT keluar. Ada kebohongan hukum di sini,” ujar Edo.
Papua Takkan Mati
Sementara Musa Sombuk, dosen dari Manokwari yang hadir sebagai pembicara juga banyak mengkritik berbagai ketidakadilan pada warga Papua.
“Ini kontrak bisnis atau kontrak politik, Freeport ini?” gugat Sombuk. “Kenapa tak ada transparansi, ekualiti, dan sharing profit yang adil?”
“Belum dengan isu kesehatan warga, yang katanya ada hibah juga tidak ada itu, mana?” tambah Sombuk. “Juga soal keamanan. Tentara harus di-detach dari Freeport.”
Menurut Sombuk, Freeport bisa bertahan karena dibiarkan dan bahkan diberi fasilitas oleh pemerintah. “Sebenarnya tidak susah taming snake (Freeport) ini. Freeport hanya bertahan karena fasilitas saja. Padahal Freeport tutup pun orang Papua tak akan mati.”
Menurut M. Berkah Gamulya, Manager grup band Simponi yang mempersembahkan album khusus untuk Papua ini, masalah Papua bukan hanya urusan warga Papua. Tapi adalah juga masalah bersama sesama anak bangsa. Karena itu semua dari kita harus ikut membantu sesuai kemampuan kita.
“Kita merasa perjuangannya harus dari segala sisi, dari segala elemen. Aktivis, masyarakat biasa, seniman, semua harus dilibatkan,” ujar Gamulya. “Kami dari musisi, peran yang kami ambil adalah bikin musik. Bikin album. Ini bentuk solidaritas kita kepada kawan-kawan kita di Papua.” (Muhammad/Yudhi)