Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Tangis Pelepah Kurma

Ratusan jemaah menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad di Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta, Sabtu (23/1) malam, seraya menyimak Hikmah Maulid yang disampaikan Ustaz Muhammad Bin Alwi BSA.

Mengawali ceramahnya, Ustaz Muh menegaskan bahwa meskipun sudah keluar dari bulan Rabiul Awal, tetapi untuk Sayyidul Wujud tidak ada bulan tertentu, tidak ada hari tertentu untuk mengenang beliau. 

“Setiap saat, setiap detik kita harus selalu bersama Sayyidul Wujud, Rasulullah Muhammad saw,” ungkapnya.

Memperingati hari kelahiran Rasulullah merupakan sarana untuk mengenal, mengkaji, sekaliguis untuk lebih mencintai, mengikuti beliau dan kemudian menjadikan beliau sebagai suri tauladan kehidupan.

“Kita ingin hadirkan beliau di manapun berada. Di kantor kita, di rumah kita dan dalam setiap sepak terjang kita,” imbuh Ustaz Muh.  

Menurutnya, membahas tentang Rasulullah tidak sebatas membicarakannya tapi seakan tak tersentuh.

“Lebih dari itu, beliau harus hadir di tengah kita.  Bukankah kita tidak diizinkan oleh Allah berpisah dengan Rasulullah apapun kondisi kita, sehingga sampai salat pun, hubungan yang tergolong paling pribadi antara seorang makhluk dengan sang Khalik, hubungan yang sangat khusus antara hamba dengan Allah, yaitu ketika salat, ternyata Allah tidak menerima salat kita kalau kita tidak menghadirkan Sayyidul Wujud di tengah-tengah kita. Bukan sekadar menyebut beliau dari jauh tapi kita harus bisa menghadirkan seakan-akan beliau di tengah kita saat kita salat dengan berkata Assalamualaika ayyuhan Nabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuh,” lanjut Ustaz Muh.

Jika dalam salatnya, seorang Muslim tidak boleh berpisah dengan Rasulullah, maka seluruh hidupnya pun sudah seharusnya tidak bisa berpisah dari Sayyidul Wujud, Muhammad saw.

“Ketika Rasulullah belum dibuatkan mimbar oleh para sahabat, saat berkhotbah beliau hanya berteduh atau menyandarkan diri di pelepah kurma. Tapi setelah jumlah kaum Muslimin kian banyak, maka para sahabat membuatkan mimbar khusus (dibuat pertama kali saat salat Jumat) sementara pelepah kurma itu diletakkan di kejauhan,” kisah Ustaz Muh.

“Sejarah menulis, mencatat, ketika Rasulullah pertama kali menggunakan mimbar salat Jumat itu, di tengah khotbah beliau, semua yang di masjid mendengar suara rintihan. Rasulullah pun turun dari mimbarnya dan menghampiri suara rintihan yang ternyata berasal dari pelepah kurma yang sedang menangis, merintih karena tidak dipakai lagi oleh Rasulullah saw,” lanjutnya.

“Beliau turun, beliau peluk pelepah kurma itu dan beliau usap. Pelepah kurma pun diam. Rasulullah kembali ke mimbar dan beliau bersumpah, ‘Demi Muhammad, yang jiwanya ada padanya. Kalau saja pelepah kurma itu tidak kusentuh tadi, maka dia akan merintih sampai hari kiamat karena tidak rela berpisah denganku’. Sudahkah kita pernah merintih saat jauh dari Rasulullah? Sudahkah kita menangis karena jauh dari Sayyidul Wujud Muhammad saw?” tanya Ustaz Muh.

Menurutnya, acara peringatan Maulid semacam ini merupakan sarana untuk mengingatkan kita kepada Rasulullah. Selain untuk mengkaji, memahami, menghayati, kemudian kita hadirkan suri tauladan dari beliau pada kehidupan kita.

“Siapa yang ingin meraih kerelaan Allah, maka kerelaan itu tidak akan bisa diraih kecuali melalui Sayyidul Wujud Muhammad saw. Karena beliau itulah kekasih Allah, pintu rahmat Allah. Beliaulah pintu kerelaan Allah dan Allah tidak akan menerima, tidak akan ridha kepada hamba-Nya kecuali melalui kerelaan beliau.”

“Meski kita sering mendengar bahwa kerelaan Allah ada pada keridhaan orang tua, tapi tetap saja semua itu karena Rasulullah. Karena ketika kita ingin berbakti dan menghormati orang tua, itu semua terjadi karena kita ingin mengikuti tuntunan Sayyidul Wujud Muhammad saw.” (Malik/Yudhi) 


Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *