Berita
Talkshow Sejarah di Pondok Indah
Sejarah adalah identitas bangsa. Hilangnya sejarah, hilang pula identitas bangsa. Sayangnya di tengah era globalisasi ini budaya dan warisan sejarah kita banyak tergerus oleh kepentingan-kepentingan ekonomi-politik pragmatis.
Inilah yang menjadi kekhawatiran Centre of Heritage Conservation Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dalam acara talkshow “Hari Pusaka Indonesia: Peran Generasi Muda dalam Pelestarian Pusaka” di Pasar Pondok Indah, Sabtu (18/4).
Laretna T. Adhishakti, Dewan Pimpinan BPPI menyebutkan acara ini untuk memperingati peringatan Hari Pusaka Dunia.
“Kita ingin anak muda aktif dalam pelestarian pusaka,” terang Laretna. “Agar pemuda sadar bahwa kita punya potensi yang harus kita lindungi, jaga dan kembangkan, bahkan jadikan sesuatu yang luar biasa.”
Warisan Pusaka Sejarah Tak Terurus
Dalam talkshow sejarah, Dr. Eng. Titin Fatimah M. Eng dari Dewan Pakar BPPI, memaparkan kondisi peninggalan bersejarah kita dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
“Cukup banyak kondisi situs-situs sejarah kita yang memprihatinkan. Dan itu sudah pada sampai titik yang cukup kritis menurut saya. Ada banyak sekali potensi budaya kita yang banyak terbengkalai tak terurus. Begitu ada investor Pemda cuma itung keuntungan ekonomi dan menafikan budaya yang harus dijaga,” keluh Titin.
“Masih banyak yang belum sadar bahwa Indonesia itu kaya budaya yang harus dilestarikan. Terutama pihak-pihak yang memegang kunci-kunci kebijakan,” lanjutnya. “Banyak yang punya posisi kunci untuk memutuskan kebijakan tapi tak punya knowledge yang cukup. Misal dalam pendidikan dan kebudayaan ada yang miss. Contohnya dalam kurikulum, soal pemahaman dan pembekalan tentang pusaka dan budaya pada anak usia dini masih kurang.”
Anak Muda dan Pelestarian Sejarah
Punto Wijayanto, ST, MT, Direktur Eksekutif BPPI yang jadi salah satu pembicara menyebutkan bahwa pemuda memiliki posisi penting dalam upaya pelestarian pusaka bangsa ini.
“Kabar baiknya, inisiatif pemuda itu ada di daerah-daerah. Tak hanya di kota besar, di kota kecil pun inisiatif dan embrio upaya pelestarian ini ada,” ujar Punto.
“Hanya saja dari sisi substansi masih harus ditingkatkan,” pesan Punto. “Karena pelestarian itu lebih berkembang, tak hanya sekadar mempertahankan bangunan bersejarah, tapi juga bagaimana mengembangkan aset-aset pusaka.”
“Melestarikan itu dalam arti yang positif. Masyarakat, terutama anak muda harus lebih terlibat aktif. Tak hanya menentang pembongkaran bangunan bersejarah, tapi juga kalau ada bangunan yang nganggur bisa digunakan untuk apa sih? Diskusi atau apa.”
“Jadi harus naik kelas, tak hanya mendorong pemerintah melakukan pelestarian, tapi juga memberi ide-ide, pelestarian itu harusnya seperti ini seperti itu. Jadi berjalan maju,” tutup Kunto. (Muhammad/Yudhi)