Artikel
Tabayun
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. al Ḥujurāt, 49:6)
Secara etimologis “tabayun” adalah mencari kejelasan tentang sesuatu hingga benar sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.
Secara terminologis “tabayun” adalah meneliti dan menyeleksi suatu berita dalam memutuskan suatu permasalahan, baik yang berkaitan dengan hukum, sosial, politik dan lain sebagainya hingga jelas permasalahnnya, dan tidak ada pihak yang terzalimi atau tersakiti.
“Asbab nuzul” atau kisah yang melatarbelakangi ayat ini adalah; riwayat dari Ibn ‘Abbās, tentang kasus al-Walīd bin ‘Uqbah, yang menjadi utusan Rasulullah saw, untuk memungut zakat dari Bani Musthaliq. Ketika Bani Musthaliq mendengar kedatangan utusan Rasulullah, mereka menyambutnya secara berduyun-duyun dengan suka cita.
Baca juga: Jaga NKRI dengan Mempererat Silaturahmi
Mendengar hal itu, al-Walīd, menduga bahwa mereka akan menyerangnya, mengingat pada zaman Jahiliah mereka saling bermusuhan. Di tengah perjalanan, al-Walīd kembali dan melapor kepada Nabi saw, bahwa Bani Musthaliq tidak bersedia membayar zakat, malah akan menyerangnya. Rasulullah saw marah, dan siap mengirim pasukan kepada Bani Musthaliq. Tiba-tiba, datanglah utusan Bani Musthaliq seraya menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya.
“Tabayun” atau klarifikasi dalam menerima suatu berita atau informasi sangat penting dan Allah Ta’ala secara eksplisit memerintahkan agar setiap Muslim melakukan cek and recek terhadap semua informasi yang diterimanya, apalagi dalam pergaulan di dunia media sosial. Informasi yang tidak valid akan menghancurkan persaudaraan dan persatuan umat.
Dalam percaturan media sosial, tidak menutup kemungkinan bahwa ada oknum yang mempunyai motivasi buruk dalam menyebarkan informasinya. Ada juga orang yang karena kebodohannya menyebarkan informasi yang salah. Dan ada pula orang yang sangat fanatik terhadap aliran dan mazhabnya hingga mereka mempunyai kepentingan untuk menyebarkan paham keagamaan yang diyakini atau isu politik yang dianutnya.
‘Hoax’ atau berita bohong seringkali meracuni manusia dalam pergaulan media sosial, hingga tidak sedikit orang yang tidak sadar kebohongan telah meracuni pemikirannya.
Allah Ta’ala memerintahkan agar kaum Muslimin mencari kejelasan dari berita yang diterimanya. Sejalan dengan kaidah:
“Pernyataan berlaku berdasarkan keumuman lafaz bukan kekhususan sebab”, artinya perintah Allah Ta’ala untuk melakukan tabayun berlaku umum kepada semua orang, bukan hanya berlaku kepada al-Walīd bin Ukhbah.
Untuk itu, demi menjaga diri agar tidak tertipu oleh berita bohong atau tidak ikut menyebarkan berita bohong, maka perlu kajian yang mendalam tentang ayat ini.
- Berita atau informasi.
Para ulama hadis menjadikan ayat ini sebagai dalil bahwa “khabar aḥad” atau hadis yang diriwayatkan oleh satu orang dapat dijadikan hujjah.
Berita atau informasi tentang sesuatu, baik yang berhubungan dengan masalah agama atau urusan dunia.
Baca juga: Melawan Hoax
Berita yang datang dari Allah Ta’ala yang termaktub di dalam al-Qur’an, pasti kebenarannya baik ditinjau dari segi “wurudnya” yakni berasal dari Allah Ta’ala karena disampaikan secara mutawatir. Pendek kata, al Qur’an ditinjau dari segi kedatangannya adalah “qathi’ al-wurūd.”
Al-Qur’an ditinjau dari petunjuk atau “dalalahnya”, ada yang “qath’ī” (pasti petunjuknya) dan ada pula yang “dzannī” (tidak pasti).
Berita yang datang dari Nabi Muhammad saw bila ditinjau dari segi jumlah orang yang meriwayatkan hadis dibagi menjadi tiga yaitu; ”mutawatir, masyhur dan ahad.” Sedangkan menurut ulama lain dibagi dua saja yaitu; “mutawatir dan ahad.”
Hadis ditinjau dari segi kualitasnya dibagi menjadi tiga yaitu; “shahih, hasan dan daif.”
Hadis “sahih dan hasan” dapat diamalkan dalam ranah hukum, sedangkan hadis yang tidak terlalu parah kedaifannya dapat dijadikan sandaran dalam “fadhāil al-a’mal” atau amal tambahan.
Adapun berita yang datang dari manusia dapat diterima selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.
- Makna Fasik
Secara bahasa “fasik” adalah orang yang keluar dari hukum-hukum Allah Ta’ala. Orang fasik adalah Muslim yang melanggar hukum Allah Ta’ala. Semua berita yang datang dari orang fasik harus dicek kebenarannya. Karena orang fasik itu sering melakukan pelanggaran hukum.
Dalam pergaulan di media sosial setiap Muslim tidak boleh menerima dan menyebarkan berita yang belum diketahui identitas penulis atau pengirim informasi itu. Terjadinya kekacauan karena di media sosial sulit untuk mengetahui identitasnya, maka setiap Muslim harus lebih waspada dalam menerima dan menyebarkan informasi.
Berita atau informasi yang salah atau buruk dapat terjadi karena tiga hal.
Pertama, orang yang mengirim atau yang menerima pesan tersebut ada kebencian di dalam hatinya kepada golongan tertentu, hingga dibuatkan berita untuk menjelekkan orang, kelompok atau mazhab yang dibencinya itu. Allah Ta’ala melarang seorang Muslim merendahkan orang lain.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Ḥujurāt, 49: 11)
Kedua, berita yang berisi kebohongan, karena kebohongan akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan seseorang ke Neraka.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ، وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Dari ‘Abdillāh berkata, Rasulallah saw bersabda, wajib bagi kalian berkata jujur, karena kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan ke surga, seseorang yang selalu berkata jujur dan menjaga kejujurannya, niscaya akan dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Sesungguhnya bohong itu mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan itu akan mengantarkan kepada neraka, seseorang yang selalu berbohong dan terus berbohong akan dicatat di sisi Allah sebagai pembohong.”
Ketiga, tidak punya tanggung jawab. Orang-orang yang menyebarkan berita bohong, tidak mempunyai tanggung jawab sosial, hingga tanpa ada beban membuat kerusuhan dengan berita bohong dan adu domba. Adapun orang-orang yang beriman meyakini bahwa semua perbuatannya akan dibalas di akhirat.
Baca juga: Kepemimpinan dalam Islam
Kebaikan akan mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat sedangkan keburukan dan dusta akan menerima siksa di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. al-Tawbah, 9: 105)
- Tabayyun
Allah Ta’ala mengajarkan agar setiap Muslim melakukan “tabayun” yakni mengecek kebenaran berita yang diterimanya sebagaimana dijelaskan di atas.
- Penyesalan
Orang yang menerima dan menyebarkan berita bohong akan menimpakan kekacauan dan kehancuran di masyarakat. Berita bohong dapat mengakibatkan terjadinya permusuhan, perkelahian bahkan pembunuhan di tengah masyarakat.
Berita bohong akan menjadi fitnah yang sangat berbahaya bagi kehidupan pribadi, masyarakat dan berbangsa. Akibat dari semua itu akan menjadi penyesalan yang tiada berguna.
“Tabayun” adalah meneliti secara seksama semua berita yang datang, baik melalui media sosial atau lainnya. Krarifikasi sangat penting agar umat selamat dari berbagai fitnah yang disebarkan secara sengaja atau karena ketidaktahuannya. Fanatisme dan kebencian terhadap orang atau kelompok lain menjadi penyebab terjadinya penyebaran berita bohong.
Allah Ta’ala akan meminta pertanggunganjawaban terhadap semua yang dilakukan termasuk menyebarkan berita yang tidak diketahhui kebenarannya. Oleh karena itu berhati-hatilah dalam menyebarkan berita yang tidak jelas kebenarannya sekalipun sesuai selera kita. (Sebuah Renungan; Dr. M. Zuhdi Zaini)