Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Syarat Kesempurnaan Pernikahan

Dalam syariat dikatakan, jagalah kekokohan pernikahan. Kemudian disebutkan tentang banyaknya syarat pernikahan dalam semua bidang. Dala. bidang akhlak dan perilaku dikatakan, “Ketika kalian menikah, perbaikilah akhlak kalian! Kalian harus berkerjasama. Kalian harus berkorban. Kalian harus menyayangi. Kalian harus mencintai dan kalian harus setia kepadanya. Semua ini adalah hukum syariat. Semua ini adalah perintah.

Tentunya yang paling mudah adalah dari syarat materi. Yang penting dalam pernikahan adalah menjaga hal-hal yang bersifat manusiawi. Menjaga akhlak: Suami dan istri harus saling menjaga satu sama lain hingga akhir hayatnya dan yang utama adalah menjaga ikatan ini. (Khutbah, 6/10/1372)

Dalam hubungan sosial, syariat Islam menyetujui hal-hal yang berkaitan dengan perkara manusiawi dan telah menetapkan syarat-syaratnya. Salah satu syaratnya adalah perkara yang bersifat manusiawi. Jangan sampai pernikahan keluar dari hubungan manusiawi dan menjadi transaksi perdagangan. Hal demikian ini tidak disukai syariat. Tentunya syariat merupakan syarat kesempurnaan bukan syarat keabsahan. Namun demikian, itu benar-benar menjadi syarat. (Khutbah, 4/ 9/1375)

Syariat Islam menetapkan bahwa perempuan dan lelaki harus sekufu. Inti masalah dalam hal sekufu adalah iman. Yakni, keduanya harus beriman. Keduanya harus bertakwa. Keduanya harus meyakini prinsip-prinsip ilahi dan islami, lalu mempraktikannya. Bila masalah ini terpenuhi, maka masalah yang lain tidak penting. Ketika ketakwaan dan kesucian perempuan dan lelaki sudah jelas, niscaya  Allah akan memenuhi yang lainnya.

Dalam Islam, parameter kerjasama yang disebut dengan pemikahan adalah agama dan ketakwaan. Al-mu’minu kufwul mu’minah wal muslimu kufwul muslimah. (Wasail asy-Syiah, jil. 20, hal. 67). Inilah parameter agama.

Tentunya, dalam bidang ini, barangsiapa maju di jalan Allah, maka akan lebih dahulu dan lebih berkorban. Lebih tahu, lebih berguna, dan lebih bermanfaat bagi hamba-hamba Allah, maka ini lebih tinggi dan lebih baik. Boleh jadi perempuan tidak sampai pada batas itu; tidak masalah. Ia bisa menyejajarkan dirinya dalam kebaikan ini dengan suaminya. Atau istri lebih tinggi dan suaminya…. Maka suami harus menyejajarkan dirinya dalam masalah ini dengan istrinya. (Khutbah, 11/6/1372)

Imam Ali Khamenei, Ketika Cinta Berlabuh

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *