Artikel
Simsalabim! Telah Lahir Pemersatu Umat Islam
Para agen distributor kebencian sektarian bak sopir angkot yang ngebut mengejar setoran, melakukan apa saja yang mungkin untuk menyukseskan mimpi meminjam tangan umat Islam di Indonesia untuk membasmi Syiah. Beragam modus dan aneka cara ditempuh, mulai dari manipulasi foto, video, orasi hate speech dengan kedok seminar dan bedah buku, menguasai mesin pencari Google, hingga mengubah konten wikipedia terkait Syiah.
Umat pun dibodohi dengan menebar jargon sesat melalui pameran buku “itu-itu juga” yang ditempeli beragam nama penerbit, sampai “bertaqiyah” menggunakan atribut NKRI.
Gerombolan intoleran ini bahkan rela mempermalukan diri mengadakan acara dan menggagas forum atau perkumpulan dengan nama heboh tapi abal-abal seperti Aliansi Nasional Anti Syiah, yang ironisnya ternyata gagal secara memilukan dan menggelikan.
Yang paling gres adalah terobosan spektakuler seorang dai intoleran yang tiba-tiba mengatasnamakan umat Islam dengan kreasi nama baru “Koalisi Umat Islam” untuk merambah dunia politik.
Melihat kekisruhan internal di beberapa parpol berbasis umat Islam, gerombolan dai penganjur pensesatan dan pengkafiran Syiah ini ingin memasuki dunia politik praktis dengan “gratis.”
Caranya mudah, cukup dengan mengklaim forum pengajian beberapa makhluk pengkafir sebagai inisiator dari apa yang disebutnya sebagai representasi desakan umat Islam arus bawah: mencari capres dan cawapres Islam.
Eksploitasi simbol agama dan pencatutan nama umat Islam adalah modus paling purba dalam hal merebut dan mempertahankan kekuasaan sebagaimana diwartakan sejarah. Sementara di masa kini, pola semacam itu potensial menjadi tiket gratis menguasai parpol-parpol Islam yang sedang kisruh, gagap dan bingung menentukan pilihan.
Kondisi labil beberapa parpol itulah yang tampaknya hendak dimanfaatkan seorang dai muda yang dikenal hiperaktif mengkampanyekan pensesatan Syiah, untuk menjajal terjun ke rimba politik.
Selang tiga hari setelah melontarkan ide “Koalisi Umat Islam” di bilangan Cikini, Jakarta, sang penggagas pun bergabung dalam parade para tokoh intoleran yang memberikan semacam legitimasi genosida Syiah dengan nama “Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah” di Bandung. Padahal saat menjawab pertanyaan salah satu wartawan dalam konferensi persnya di Cikini, apakah Syiah termasuk bagian yang suaranya bakal diakomodir dalam Koalisi Umat Islam, dia memberikan jawaban “taqiyah” bahwa koalisi bentukannya siap mengakomodasi kelompok minoritas Islam manapun, termasuk Syiah.
Rupanya dia mulai lihai dengan “languange game.” Meski terlihat rada tertekan, dijajalnya beratraksi dengan dua kata “koalisi” dan “aliansi.” Yang pertama menyimpan kehendak kekuasaan politik, dan yang kedua menyimpan hasrat hegemoni teologis.
Orang yang tidak punya kiprah nyata dalam politik baik secara akademis maupun empiris ini benar-benar terlihat ngotot berharap media mainstream menyematkan atribut “tokoh nasional” kepadanya. Terbukti, dia sendiri kelepasan menyebut dirinya “tokoh nasional” yang membawa aspirasi umat Islam di beragam pelosok untuk memimpin partai-partai Islam atau yang berbasis umat Islam. Dengan pokrolnya, dia terlihat under estimate terhadap kecerdasan para pemimpin parpol Islam seraya mengaku bahwa gagasan ini telah digodok oleh beberapa agamawan non NU alias bukan Sunni aseli -yang tentu tidak menyebut satupun kyai terkemuka NU yang memiliki ikatan historis dengan PPP dan PKB.
Dia berharap masyarakat tak bisa membedakan antara kyai dan ulama Sunni asli yang toleran dengan ‘agamawan’ yang dikenal luas karena mengharamkam hormat bendera.
Tapi semoga saja para pemimpin parpol Islam peka dan mampu mengendus modus penetrasi politik aktor-aktor intoleransi yang begitu berani mencatut nama universal umat Islam demi hasrat dominasi teologis dan sektarianismenya sendiri, agar atribut “pemersatu umat” benar-benar dapat dikenali, mana yang abal-abal dan mana yang sejati. [ML/Yudhi]