Berita
Siap Bentuk Lembaga Falak, ABI Gelar Pelatihan Rukyatul Hilal
Jakarta – Dewan Syura Ahlulbait Indonesia (ABI) melalui Tim Persiapan Pembentukan Lembaga Falak (TP2LF) mengadakan pelatihan Rukyatul Hilal di Jakarta, Sabtu (15/4).
Sebanyak 32 peserta dari perwakilan ABI Wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, serta tamu undangan dari Ikatan Alumni Jamiah al Mustafa (Ikmal) mengikuti pelatihan yang diselenggarakan selama dua hari ini.
Kegiatan ini merupakan pelatihan kedua setelah sebelumnya diselenggarakan di Malang Jawa Timur awal pekan lalu. Di Malang, pelatihan diikuti sebanyak 30 peserta dari perwakilan ABI wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Selanjutnya, pelatihan serupa akan digelar di beberapa wilayah lain di Indonesia.
Firdaus Nuriono, mewakili TP2LF menyampaikan, rukyatul hilal ini menjadi masalah tersendiri yang sering terlihat di media masa dengan adanya perdebatan, kesaksian yang meragukan dan sebagainya. “Kita harus punya pijakan yang mandiri untuk menentukan awal bulan hijriyah,” ungkapnya. Di samping menurutnya juga harus menghormati keputusan awal bulan hijriyah dari pihak-pihak lain.
“Kita bertekad bahwa tim yang dikoordinasi lembaga Falak ABI nantinya konsisten dan komitmen melakukan rukyatul hilal di setiap bulannya,” imbuh Firdaus.
Pelatihan kali ini dipandu oleh Mutoha Arkanuddin dari Rukyatul Hilal Indonesia. Pada kesempatan itu Mutoha mengapresiasi upaya pembentukan lembaga Falak ABI, di tengah minimnya lembaga-lembaga falak di Indonesia.
Mutoha menerangkan bahwa mempelajari ilmu falak itu penting sebagaimana berlandaskan Al-qur’an Surah Ali Imran ayat 190: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”
“Ilmu falak merupakan ilmu yang mempelajari tentang pergerakan benda-benda langit khususnya matahari dan bulan,” papar Mutoha. Ilmu tersebut yang kemudian dipakai salah satunya untuk menentukan awal bulan hijriyah.
Lebih lanjut Mutoha menerangkan, dasar rukyatul hilal merujuk hadis riwayat Bukhari berbunyi: “Berpuasalah kamu karena melihat Hilal dan berbukalah kamu karena melihatnya. Jika bulan tersebut tertutup awan, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”
Selain dengan rukyat (melihat) penentuan awal hijriyah juga dikenal dengan cara hisab (menghitung).
Perselisihan atau kontroversi hasil penentuan awal bulan hijriyah dengan dua cara tersebut seringkali terjadi. Misalnya, dalam hitungan hisab bulan dinyatakan sudah masuk, tapi secara rukyat bulan belum terlihat. Terlebih kesepakatan yang dipakai di Indonesia saat ini, bulan sudah dinyatakan masuk jika berada minimal 2 derajat di atas ufuk. Sedangkan angka 2 derajat menurut Mutoha, mustahil dilihat dengan mata telanjang, bahkan sulit dengan bantuan alat sekalipun.
“Permasalahan hisab dan rukyat di Indonesia sendiri biasa terjadi pada penentuan awal bulan hijriyah, penentuan jadwal salat, penentuan waktu subuh, dan penentuan saat gerhana,” imbuhnya.
Mutoha, selain memberikan materi kepada para peserta juga memandu pengenalan alat-alat rukyat, sekaligus praktik. Kegiatan praktik dilaksanakan di daerah Cakung Jakarta Timur.
Acara pelatihan ditutup dengan peresmian tim rukyatul hilal, dipimpin oleh perwakilan Dewan Syura ABI, Ustaz Abdullah Beik.
(Zen-Malik)