Berita
Sepuluh Tahun Mengajar di Tengah Banjir
Dinding kelas itu terlihat kotor. Catnya sudah mengelupas, bahkan di beberapa sisi tampak lembap. Banyak bangku dan meja kayu terdapat bercak putih seperti jamur. Daun pintu ruang majelis gurunya pun sudah lapuk.
Lapisan perekat kayunya mengelupas seperti telah terendam air dalam waktu lama. Subarman, salah satu guru di Sekolah Dasar (SD) Negeri IV Serua, menyatakan bahwa sekolah ini biasa terkena banjir. Bahkan, pada tahun 2002, sekolahnya bahkan pernah terendam air melebihi satu meter. “Ribuan buku tak layak pakai karena terendam air,” kenangnya, Rabu (27/4).
Onggokan buku-buku rusak tersebut hingga sekarang masih terlihat di atas lemari di belakang meja kerjanya. “Hampir 90 persen buku-buku pelajaran di SD Serua IV tidak terpakai setelah banjir,” ungkapnya.
Subarman, pria kelahiran Karang Mojo, 4 April 1968 ini selama 20 tahun berprofesi sebagai guru di SD Serua IV yang berlokasi di Jalan Setia No 8, Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Meski kerap dihantam banjir, ia tidak pernah meliburkan diri untuk mengajar murid-muridnya.
Dilihat dari topografi tanahnya, SD Serua IV letaknya lebih rendah dibanding bangunan-bangunan di sekitarnya. Apalagi, banyak perumahan mengelilingi sekolah tersebut. Di antaranya Kompleks Taman Frasco, Cendana Residence, Perumahan Wira Makmur, dan Grand Serpong Residence.
Banjir mulai rutin menyambangi kawasan ini sejak 2002. Bermula dari pengurukan berhektare-hektare lahan di samping sekolah. Menurut Subarman, tadinya lahan itu berupa kolam dan sawah yang menjadi kawasan tampungan air. “Sekarang berubah menjadi hamparan tanah kosong yang luas,” tambah pria berkumis ini.
Meski langganan banjir sudah melekat pada sekolahnya, Subarman tetap tidak meliburkan diri untuk mengajar. “Kasihan anakanak tertunda belajarnya,” ungkapnya tulus.
Biasanya sebelum belajar, Subarman bersama murid-muridnya akan bergotong-royong membersihkan kelas. Mereka menjemur buku-buku pelajaran yang masih memungkinkan untuk dipakai, menjemur bangku dan meja belajar, hingga mengepel lantai. “Bahkan, tidak jarang saya dan murid saya belajar di lantai,” katanya.
Subarman menceritakan, hanya satu jam saja hujan mengguyur Kota Tangsel, sekolahnya pasti sudah terendam air. Apalagi jika hujan lebat turun selama beberapa jam bahkan seharian. Air hujan biasanya akan merendam seluruh bagian sekolah.
Menurut Subarman, banjir sering datang pada saat proses belajarmengajar sedang berlangsung. “Yang paling saya kasihani adalah murid saya yang shift siang, karena hujan biasanya terjadi siang hari dan mengganggu belajar mereka,” ung kapnya.
Subarman pernah mengusulkan ke kecamatan untuk merelokasi SD Serua IV. “Kondisi sekolah saat ini sudah tidak kondusif lagi untuk belajar-mengajar.” Hal itu, menurutnya, karena saat ini setiap hari Tangsel pasti hujan.
Banjir setinggi setengah meter bahkan sudah dianggap biasa baginya. Subarman juga kebingungan memindahkan buku dan peralatan belajar murid-muridnya setiap hari.
Bahkan, tidak jarang pria ini terpaksa menginap di sekolah untuk menyelamatkan barang-barang sekolah saat hujan lebat datang. “Alhamdulillah sudah ada wacana pemerintah untuk merelokasi sekolah ini,” ungkapnya senang. Hingga sekarang, Subarman terus berharap murid-muridnya dapat belajar di tempat yang layak. c07 ed: maghfiroh yenny