Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Semangat Belajar dari Desa Sigi

Wajah ceria anak-anak desa menghiasi pojok baca Kampung Literasi Sigi (KLS). Anak-anak desa yang dianggap sebagai kelompok yang jauh dari belajar, kini tengah dibangkitkan semangatnya untuk bangkit belajar mengaji, membaca, menulis, dan trauma healing oleh para siswa SMP, SMA dan Mahasiswa yang bersatu padu mengintegrasikan diri dalam komunitas literasi sigi.

Malam itu Senin (25/11/18) di tengah kegelapan karena mati lampu, para pendamping tersentak menyaksikan bagaimana anak-anak ini belajar dengan semangat yang luar biasa. Mereka mampu menembus kegelapan dengan modal senter dan lampu pijar untuk bisa melihat huruf-huruf hijaiyah dan latin dalam cahaya yang tidak terang.

Di tengah pusaran kegelapan, mereka telah memancarkan masa depan kesadaran pengetahuan. Anak-anak yang giat dengan semangat membara, mengisi ruang-ruang pikiran mereka dengan ilmu pengetahuan.

Anak-anak itu di pandu oleh para pendamping, belajar membaca, menulis, mengaji, menggambar serta mengenal tokoh-tokoh inspirasi menjadi menu wajib tiap malam di pojok literasi desa. Pojok baca yang didesain untuk tujuan masa depan generasi.

Kegiatan ini mungkin sangat jarang dilakukan, apalagi kehidupan di desa pasca bencana gempa bumi, likuifaksi dan tsunami sangat menorehkan luka yang tidak sedikit. Dimana, banyak anak-anak desa tengah kehilangan semangat belajar karena dipengaruhi oleh trauma dan fasilitas yang tidak mendukung. Mereka belajar di tenda-tenda pengungsian dengan menggunakan metode pembelajaran yang serba kekurangan.

Situasi yang menyisakan luka, ternyata memberikan titik terang bagi generasi muda untuk bangkit, kuat dan penuh kesabaran, sebab di balik satu kesulitan terdapat dua kemudahan.

Semoga kekuatan semangat ini, memberi pelajaran hikmah bagi masyarakat dalam mendesain pola pendidikan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Pola yang integratif dengan potensi fitrawi manusia, dengan nilai pengembangan akal, mental dan ruhani manusia.

Karena tanpa mengikuti fitrahnya, manusia akan kehilangan salah satu bagian dari kehidupannya, yaitu perhatian perkembangan ruhani yang menjadi fokus utama para pembelajar dalam mendesain pendidikan. Jika ini tidak diperhatikan, bencana imoral akan lebih berbahaya dari pada bencana gempa bumi. (mahadin)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *