Ikuti Kami Di Medsos

14 Manusia Suci

Sejarah Hidup Imam Husain bin Ali a.s Sebelum Masa Keimamahannya

Husain bin Ali bin Abi Thalib a.s adalah Imam ke 3 Syiah, putra ke-2 Imam Ali as dan Fatimah Zahra sa dan cucu Nabi Muhammad saw yang mengemban tugas imamah selama 10 tahun dan syahid di peristiwa Karbala.

Berdasarkan laporan sejarah Syiah dan Ahlusunah, Nabi menangis ketika Imam Husain as lahir dan mengabarkan tentang kesyahidannya serta memilihkan nama Husain bagi bayi mungil itu. Rasulullah saw, sangat mencintai Hasan Husain dan berpesan kepada semua orang supaya mencintai keduanya. Imam Husain as termasuk Ashab al-Kisa’, ikut hadir dalam peristiwa mubahalah dan salah satu Ahlulbait nabi dimana ayat Tathir turun atas peristiwa itu. Riwayat-riwayat telah dinukilkan dari Nabi Muhammad saw tentang fadhilah dan keutamaan Imam Husain as, diantaranya Hasan dan Husain penghulu pemuda surga dan Husain adalah pelita hidayah dan bahtera penyelamat.

Terdapat laporan yang relatif sedikit tentang kehidupan Imam ke-3 Syiah selama 30 tahun setelah wafatnya Rasul. Selama masa kepemimpinan Amirul Mukminin, ia berada di samping ayahandanya dan ikut serta dalam berbagai peperangan. Pada zaman keimamahan Imam Hasan as, ia adalah pengikut dan pendukung Imam Hasan dan mendukung keputusan Imam Hasan untuk mengadakan perdamaian dengan Muawiyah. Setelah Imam Hasan a.s syahid, hingga Muawiyah masih hidup, Imam Husain tetap setia terhadap perjanjian kakandanya. Imam menjawab surat-surat yang dikirimkan oleh warga Kufah untuk menjadi pemimpin dalam gerakan melawan Muawiyah, Imam Husain mengajak mereka supaya bersabar hingga kematian Muawiyah.

Masa keimamahan Imam Husain bin Ali as satu zaman dengan pemerintahan Muawiyah. Meskipun ketiga khalifah secara lahir menghormati Imam Husain as, namun Imam Husain banyak memprotes kebijakan Muawiyah seperti setelah terbunuhnya Hujr bin ‘Adi menulis surat protes atas perbuatan ini. Imam Husain as juga menolak untuk memberikan baiat kepada Yazid ketika Yazid diangkat menjadi putra mahkota. Ketika Imam Husain as berkhotbah di hadapan Muawiyah dan masyarakat, ia mencela tindakan ini dan menilai bahwa Yazid adalah orang yang tidak layak atas penunjukan ini dan beliaulah yang layak untuk menduduki khilafah ini. Khutbah Imam Husain a.s di Mina juga termasuk sikap politik Imam Husain terhadap kebijakan bani Umayah.

Setelah kematian Muawiyah, pemberian baiat kepada Yazid merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan.  Imam Husain a.s meninggalkan  Mekah menuju Madinah pada tanggal 7 Rajab tahun 60 H/680 karena Yazid memerintahkan untuk membunuh Imam Husain as jika tidak mau membaiat dirinya. Selama empat bulan, beliau tinggal di Mekah, Imam Husain banyak menerima surat dari penduduk Kufah supaya menerima kekhalifahan dan setelah Muslim bin Aqil menerangkan kesetiaan orang Kufah kepada Imam Husain, pada tanggal 8 Dzulhijjah setelah orang-orang Kufah mengkhianati janji setia dan setelah menerima kabar kematian Muslim, Imam Husain as pergi ke Kufah.

Ketika Ibnu Ziyad menerima kabar tentang kepergian Imam Husain as ke Kufah, ia mengirim pasukan dan setelah pasukan Hur bin Yazid menutup jalan Imam Husain, Imam Husain as terpaksa mengubah rute ke arah Karbala. Pada hari Asyura antara Imam Husain as dan penolongnya dan pasukan Kufah di bawah komando Umar bin Sa’ad terjadi pertempuran yang tidak seimbang dan mengakibatkan kesyahidan Imam Husain as dan kira-kira 72 orang dari pasukan Imam Husain. Setelah itu, para perempuan, anak-anak dan Imam Sajjad as yang saat itu sedang sakit, dijadikan sebagai tawanan dan dibawa ke Kufah dan kemudian dikirim ke Suriah. Jasad Imam Husain as dan para penolongnya pada hari ke 11 atau 13 Muharram dikuburkan oleh Bani Asad di Karbala.

Terkait dengan Perginya Imam Husain dari Madinah ke Karbala terdapat banyak pendapat mengenai hal ini. Berdasarkan sebuah pandangan, Imam Husain bergerak ke Karbala demi untuk membentuk pemerintahan dan menurut sebagian pendapat lain, gerakan ini untuk menjaga jiwa.

Kesyahidan Imam Husain as memberikan pengaruh yang penting dalam sejarah Islam dan Syiah pada sepanjang zaman dan menjadi ilham bagi peperangan dan gerakan-gerakan pada masa selanjutnya. Kaum Syiah dengan mengikuti Para Imam Syiah memberi perhatian khusus atas kesedihan kepada Imam Husain a.s khususnya pada bulan Muharam dan Safar. Dalam riwayat Maksumin as, berziarah kepada Imam Husain as sangat ditekankan. Haram Imam Husain as merupakan tempat ziarah bagi kaum Syiah.

Husain bin Ali as selain memiliki tempat khusus di kalangan kaum Syiah sebagai Imam ke-3 dan penghulu para syahid, menurut Ahlusunah juga dihormati karena memiliki kemuliaan yang dinukilkan oleh Nabi Muhammad saw tentangnya dan juga karena beliau berdiri melawan Yazid.

Kumpulan dari perkataan dan karya-karya Imam Husain as dikumpukan dalam hadis, doa, surat, syair dan khotbah yang ada dalam kitab Mausu’a Kalimat al-Imam Husain dan kitab Musnad al-Imam al-Syahid. Tentang kepribadian dan perikehidupan Imam Husain as telah banyak karya-karya yang ditulis dalam bentuk biografi, maqtal, sejarah analisa kritis dan lain-lainnya.

Imam Husain a.s lahir di Madinah. Sebagian menyebutkan beliau lahir pada tahun ke-3 H/624 [1] namun pendapat masyhur mengatakan bahwa kelahiran Imam Husain terjadi pada tahun ke-4 H/625. [2]Terdapat perbedaan pendapat mengenai hari kelahirannya. Sebagian mengatakan Imam Husain as lahir pada tanggal 3 Sya’ban [3] namun Syaikh Mufid dalam kitab al-Irsyād mengatakan bahwa Imam Husain as lahir pada tanggal 5 Sya’ban. [4]

Dalam laporan Syiah dan Ahlusunah dikatakan bahwa ketika Imam Husain as lahir, Nabi saw menangis dan mengabarkan tentang kesyahidannya. [5] Berdasarkan riwayat-riwayat yang ada dalam kitab Kafi, Imam Husain as tidak menyusu dari ibundanya dan ibu susu-ibu susu yang lainnya, [6] melainkan dinukilkan bahwa Ummu Fadhil, istri Abbas bin Abdul Mutthalib mimpi bahwa potongan dari badan Nabi diletakkan di paha Ummu Fadhil. Nabi dalam menakwilkan mimpi itu berkata: Fatimah akan melahirkan seorang putra dan kau akan menjadi ibu susu baginya. Ketika Imam Husain as lahir, Imam Husian as menyusu darinya. [7] Sebagian riwayat menyatakan bahwa ibu Abdullah bin Yaqthar juga menjadi ibu susu bagi Imam Husain as. Namun ada juga riwayat yang mengatakan bahwa Imam Husain as tidak menyusu dari kedua ibu susuan tersebut. [8]

Dalam sumber Ahlusunah dikatakan bahwa Rasulullah saw lebih menyukai Hasan dan Husain diantara ahlulbait yang lainnya. [9] Kecintaan ini kadangkala menyebabkan berhentinya khutbah Nabi di masjid ketika mereka berdua masuk ke masjid, Nabi turun dari mimbar dan menggendong mereka. [10] Dinukilkan dari Nabi saw bahwa kecintaanku kepada keduanya membuatku tercegah untuk mencintai yang lainnya. [11] Husain as hadir dalam peristiwa ashabul Kisa dan dalam peristiwa Mubahalah. [12] Ketika Nabi Muhammad saw meninggal, Imam Husain as masih berusia 7 tahun, oleh itu, Imam Husain as termasuk dalam golongan terakhir para sahabat Nabi. [13]

Imam Husain a.s Pada Masa Tiga Khalifah

Imam Husain a.s hidup pada masa tiga kekhalifahan (Abu Bakar, Umar, Utsman bin Affan) selama kurang lebih 25 tahun. Pada permulaan khilafah atau pemerintahan khalifah pertama usia Imam Husain as tujuh tahun. Pada awal pemerintahan khalifah kedua berusia sembilan tahun dan ketika awal pemerintahan khalifah ketiga berusia 19 tahun. [14] Tidak terdapat kisah yang mendetail tentang peri kehidupan Imam ke-3 pada masa ini, boleh jadi sebabnya adalah Imam Ali as dan putra-putranya menjaga jarak dengan kekhalifahan waktu itu. [15]

Berdasarkan lampiran sejarah, pada masa pemerintahan Abu Bakar, Husain bin Ali dan Imam Hasan as bersama dengan ayahanda, ibunda dan saudara-saudaranya, siang malam pergi ke rumah Anshar untuk mengambil hak kekhalifahan Imam Ali as. [16]

Dinukilkan pada masa pemerintahan Umar, pada suatu hari ketika Imam Husain as berusia 9 tahun masuk masjid dan Imam Husain as melihat Umar sedang khutbah di mimbar Nabi. Kemudian Imam Husain naik mimbar dan berkata, “Turunlah Anda dari mimbar ayahku dan duduklah di mimbar ayahmu!” Umar berkata, “Ayahku tidak mempunyai mimbar.” [17] Terdapat laporan sejarah tentang bagaimana penghormatan khalifah kedua kepada Imam Husain as. [18]

Ketika Utsman pada masa kekhalifahannya mengasingkan Abu Dzar ke sebuah tempat bernama Rabadzah dan ketika semua orang dilarang untuk melepas kepergiannya, Imam Husain as beserta ayahandanya (Imam Ali as), Imam Hasan as dan beberapa orang lain menentang keinginan khalifah, mereka menyertai Abu Dzar. [19]

Dalam sebagian sumber Ahlusunah diisyaratkan tentang hadirnya Hasanain as di perang Afriqiyyah pada tahun 26 H/646 [20] dan perang Tabaristan pada tahun 29 H/649 atau 30 H/650. [21] namun laporan ini tidak dijumpai dalam sumber-sumber Syiah. Sangat banyak laporan sejarah yang menyatakan bahwa peperangan itu dilaksanakan tanpa adanya adu senjata. [22] Laporan kehadiran Hasanain dalam peristiwa itu menjadi pertentangan antara yang setuju dan yang tidak setuju. Sebagian ulama seperti Ja’far Murtadha Amili dengan mempertimbangkan adanya permasalahan pada sanad dan juga karena berlawanan dengan metode para Imam dalam tata cara futuhat (perluasan wilayah) memandang bahwa riwayat itu adalah riwayat yang dibuat-buat dan tidak diijinkannya Hasanain oleh Imam Ali untuk ikut perang Shiffin adalah bukti akan hal ini. [23] Dalam sebagian riwayat mengatakan bahwa kehadiran Hasanain dalam futuhat untuk kemaslahatan umat dan Islam dan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar kepada Imam Ali tentang keadaan masyarakat dan demikian juga untuk mengenalkan masyarakat kepada ahlulbait as. [24]

Berdasarkan sebagian laporan sejarah, pada akhir pemerintahan Utsman ketika sekelompok masyarakat mengadakan perlawanan untuk membunuh Utsman dan bergerak ke arahnya, Imam Hasan Mujtaba as dan Imam Husain a.s diperintahkan oleh Imam Ali as untuk melindungi rumah Utsman meskipun tidak setuju dengan kebijakan yang diambil oleh Utsman. [25] Terkait dengan laporan ini ada sekelompok orang yang menerima dan ada juga sekelompok orang yang menolak. [26]

Masa Pemerintahan Imam Ali as

Berdasarkan laporan singkat yang berkenaan dengan periode ini, Imam Husain as berkhutbah setelah masyarakat memberikan baiatnya kepada Amirul Mukminin as. [27] Pada perang Jamal Imam Husain as menjadi komando sayap kiri pasukan Imam Ali as. [28] Pada Perang Shiffin Imam Husain as membacakan khutbah untuk membangkitkan semangat jihad masyarakat [29]dan berdasarkan laporan sejarah termasuk komando sayap kanan. [30] Dikatakan bahwa dalam Perang Shiffin, Imam Husain as turut serta dalam peristiwa pengambilan air dari pasukan Suriah dan setelah itu Amirul Mukminin Ali a.s bersabda: Ini adalah kemenangan pertama kali karena keberkahan dari Husain a.s. [31] Menurut sebagian sumber referensi, Imam Husain as juga hadir dalam Perang Nahrawan. [32]Berdasarkan laporan yang berkaitan dengan perang Shiffin, Imam Ali as mencegah Imam Husain as untuk ikut dalam perang Shiffin dan sebabnya adalah untuk menjaga keturunan Nabi Muhammad saw. [33]

Sangat banyak referensi yang mengatakan bahwa pada saat Imam Ali syahid, Imam Husain as berada di samping ayahandanya [34] dan ikut menyiapkan dan menguburkan jasad suci Imam Ali as. [35] Berdasarkan laporan yang ada dalam kitab al-Kāfi dan Ansāb al-Asyrāf, Imam Husain a.s sedang berada di Madain dalam rangka menjalankan perintah Imam Ali as yang diberikan kepadanya. Beliau mengetahui bahwa Imam Ali as syahid berasal dari surat yang dikirim oleh Imam Hasan as dan oleh karenanya Imam Husain as kembali ke Kufah. [36]

Periode Imam Hasan as

Telah masyhur tentang adab dan penghormatan Imam Husain as kepada saudaranya, Imam Hasan a.s. Dinukilkan bahwa apabila dalam sebuah majelis Imam Hasan a.s datang, maka Imam Husain as tidak berkata apa-apa karena menghormati Imam Hasan as. [37] Setelah syahadah Imam Ali a.s, sekelompok dari Khawarij yang bersikeras berperang melawan masyarakat Suriah, tidak berbaiat kepada Imam Hasan as dan menghampiri Imam Husain as dan berkata: Aku bersumpah demi Tuhan, selama Hasan a.s masih hidup, aku tidak akan menerima baiat darimu. [38] Dalam peristiwa perdamaian dengan Muawiyah Imam Husain a.s mendukung saudaranya dihadapan lawan-lawannya dan mendukung tindakan yang diambil oleh Imam Hasan as. [39] Diriwayatkan bahwa Imam Husain as berkata: Ia (Imam Hasan as) adalah imamku. [40]

Berdasarkan laporan sejarah, setelah terjadi perdamaian damai dengan Muawiyah, Imam Husain seperti Imam Hasan as, berbaiat kepada Muawiyah [41] dan bahkan setelah Imam Hasan syahid, Imam Husain as masih tetap memelihara perjanjian Imam Hasan as. [42] Sebaliknya, terdapat pula laporan tentang tidak berbaitnya Imam Husain. [43] Menurut sebagian sumber, Imam Husain as tidak senang dengan perjanjian itu dan Imam Hasan tidak menerima sumpah Muawiyah. [44] Sebagian peneliti melihat ketidaksesuaian laporan ini dengan laporan-laporan lain, [45] hal ini diantaranya bisa dilihat dari perkataan Imam Husain dalam menjawab sekelompok orang yang memprotes adanya perdamaian ini bahwa ia telah dikelilingi pemeluk Syiah untuk menyerang Muawiyah, berkata: Kita sudah mengikat janji, dan kita tidak akan mengkhianati janji yang telah diikrarkan. [46] Dalam laporan lain dituliskan bahwa dihadapan orang-orang yang melakukan protes berkata: Kita akan menunggu hingga Muawiyah hidup, begitu Muawiyah mati, kita akan mengambil tindakan. [47] Setelah perdamaian dengan Muawiyah, Imam Husain as bersama dengan saudaranya meninggalkan Kufah dan kembali ke Madinah pada tahun 41 H/661 [58]

Istri-Istri dan Anak-anak

Terkait dengan jumlah anak Imam Husain as, terdapat perbedaan pendapat. Sebagian sumber menuliskan Imam Husain as memiliki empat anak laki-laki dan dua anak perempuan [49] dan sebagian sumber lainnya mengatakan 6 anak laki-laki dan tiga perempuan. [50]

Dalam kitab Lubab al-Ansab [51] yang merupakan sumber rujukan pada abad ke-6, terdapat catatan tentang putri Imam Husain yang bernama Ruqayyah dan dalam kitab Kamil Bahai sebuah sumber pada abad ke-7 menyebut putri Imam Husain as berusia 4 tahun yang meninggal di Suriah [52]. Dalam referensi yang lebih baru, nama Ruqayyah lebih banyak dikenal. Demikian juga dalam referensi-referensi nama-nama seperti Ali al-Asghar anak Syahr Banu, Muhammad putra Rubab dan Zainab (tanpa menyebut nama Ibunya) juga tercatat sebagai nama-nama anak Imam Husain as. [53] Ibnu Thalhah dalam kitab Mathalib al-Suul fi Manaqib Ali al-Rasul menulis bahwa jumlah anak Imam Husain adalah 10. [54]

Source wikishia.net

Catatan kaki

  1.  Kulaini, al-Kāfi, 1365, jld. 1, hlm. 463; Syaikh Thusi, Tahdzib al-Ahkām, 1401, jld. 41; Ibnu Abdul Barr, al-Isti’āb, 1412, jld. 1, hlm. 392.
  2. Ya’qubi, Tārikh al-Ya’qubi, Beirut, jld. 2, hlm. 263; Dulai, al-Dzari’ah al-Thahirah, 1407 H, hlm. 102, 121; Thabari, Tārikh Thabari, 1962, jld. 2, hlm. 555; Syaikh Mufid, al-Irsyād, jld. 2, hlm. 27.
  3. Ibnu al-Masyhadi, al-Mazār (al-Kabir), hlm. 397; Syaikh Thusi, Mishbāh al-Mutahajid, 1411, hlm. 826, 828; Sayid Ibnu Thawus, Iqbāl al-A’māl, 1367, 689-690.
  4. Syaikh Mufid, al-Irsyād, 1413, jld. 2, hlm. 27.
  5. Syaikh Mufid, al-Irsyād, 1413, jld. 2, hlm. 129; Muqrizi, Amtā’ al-Asmā’, 1420, jld. 12, hlm. 237; Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, Dar al-Fikr, jld. 6, hlm. 230.
  6. Kulaini, al-Kāfi, 1362 S, jld. 1, hlm. 465.
  7. Syaikh Mufid, al-Irsyād, 1413, jld. 2, hlm. 129; Muqrizi, Amtā’ al-Asmā’, 1420, jld. 12, hlm. 237; Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa al-Nihāyah, Dar al-Fikr, jld. 6, hlm. 230.
  8. Samawi, Abshār al-Ain, 1419, hlm. 93.
  9. Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, 1403, jld. 5, hlm. 323.
  10. Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, Beirut, jld. 5, hlm. 354; Sunan Tirmidzi, 1403. Jld. 5, hlm. 322; Ibnu Habban, Sahih , 1993, jld. 13, hlm. 402; Hakim Nisyaburi, al-Mustadrak, 1406, jld. 1, hlm. 287.
  11. Ibnu Qauluwiyah, Kāmil al-Ziyārat, 1356 S, hlm. 50.
  12. Ibnu Sa’ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, jld. 6, hlm. 406-407; Syaikh Shaduq, Uyun al-Akhbar al-Ridha, 1363 S, jld. 1, hlm. 85; Syaikh Mufid, al-Irsyād, 1413, jld. 1, hlm. 168.
  13. Ibnu Sa’ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, 1418, jld. 10, hlm. 369.
  14. Rei Syahri, Dānesy Nāmeh Imām Husain, 1388, jld. 2, hlm. 324.
  15. Rei Syahri, Dānesy Nāmeh Imām Husain, 1388, jld. 2, hlm. 325.
  16. Ibnu Qutaibah, al-Imāmah wa al-Siyāsah, 1410, jld. 1, hlm. 29-30; Thabarsi, al-Ihtijāj, 1403, jld. 1, hlm.
  17. Ibnu Sa’ad, al-Thabaqāt al-Kubrā, 1418, jld. 10, hlm. 394; Tārikh al-Islām, 1993, jld. 5, hlm. 100; Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thālib, 1379, jld. 4, hlm. 40; Baghdad, Tārikh Baghdād, 1412, jld. 1, hlm. 152.
  18. Ibnu Asakir, Tārikh Madinah Dimasyq, 1415, jld. 14, hlm. 175; Sibth bin al-Khawash, 1418, hlm. 212.
  19. Kulaini, al-Kāfi, 1365 S, jld. 8, hlm. 206-207; Ibnu Abi Hadid, Syarah Nahj al-Balāghah, 1385-1387; jil 8, hlm. 253-254.
  20. Ibnu Khaldun, al-‘Abr, 1401, jil 2, hlm. 573-574.
  21. Thabari, Tārikh Thabari, 1387, jld. 4, hlm. 269.
  22. Ibnu Qutaibah, al-Ma’ārif, 1992, 568; Baladzuri, Futuh al-Buldān, 1988, hlm. 326; Muqadasi, al-Bada wa al-Tārikh, Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, jld. 5, hlm. 198.
  23. Ja’far Murtadha, al-Hayāt al-Siyāsah lil Imām al-Husain, Dar al-Sirah, hlm. 158.
  24. Zamani, Haqāiq Penhāni, hlm. 118-119.
  25. Ibnu Qutaibah, al-Imāmah wa al-Siyāsah, 141, jld. 1, hlm. 59; Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, 1417, jld. 5, hlm. 558.
  26. Rei Syahri, Dānesy Nāmeh Imām Husain, 1388 S, jld. 2, hlm. 332-331.
  27. Majlisi, Bihār al-Anwār, 1363 S, jld. 10, hlm. 121.
  28. Syaikh Mufid, al-Jamāl, 1413, hlm. 348; Dzahabi, Tārikh al-Islām, 1408.
  29. Nashr bin Muzahim, Waqā’ah al-Shiffin, 1382, hlm. 114-115.
  30. Nashr bin Muzahim, Waqā’ah al-Shiffin, 1382, hlm. 114-115.
  31. Ibnu A’tsam, al-Futuh, 1411, jld. 3, hlm. 24; Ibnu Syahr Asyub, al-Manāqib, 1379, jld. 3, hlm. 168.
  32. Arbili, Kasyf al-Ghummah, 1421, jld. 1; Nahj al-Balāghah, Riset: Subhi Salehi, Khuthbah 207, hlm. 323.
  33. Ibnu Abdul Barr, al-Isti’āb, 1412, jld. 3, hlm. 939.
  34. Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk, 1387, jld. 5, hlm. 147.
  35. Ibnu Qutaibah, al-Imāmah wa al-Siyāsah, 141, jld. 1, hlm. 181; Syaikh Mufid, al-Irsyād, 1414, jld. 1, hlm. 25.
  36. Kulaini, al-Kāfi, 1362 S, jld. 3, hlm. 220; Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, 1417, jld. 2 hlm. 497-498.
  37. Kulaini, al-Kāfi, 1362 S, jld. 1, hlm. 291; Ibnu Syahr Asyub, al-Manāqib, 1379, jld. 3, hlm. 401.
  38. Ibnu Qutaibah Dinawari, al-Imāmah wa al-Siyāsah, 1410, jld. 1, hlm. 187.
  39. Dinawari, al-Akhbār wa al-Thiwāl, 1368 S, hlm. 221.
  40. Syaikh Thusi, Ikhtiyār Ma’rifah al-Rijāl (Rijāl Kasyi), 1348 S, hlm. 11.
  41. Syaikh Thusi, Ikhtiyar Ma’rifah al-Rijal (Rijal Kasyi), 1348 S, hlm. 11.
  42. Syaikh Mufid, al-Irsyād, 1413 H, jld. 2, hlm. 32.
  43. Ibnu A’tsam, al-Futuh, 1411, jld. 4, hlm. 292; Ibnu Syahr Asyub, al-Manāqib, 1379, jld. 4, hlm. 35.
  44. Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk, 1387, jld. 5, hlm. 160; Ibnu Asakir, Tārikh Madinah Damisyq, 1415, jld. 13, hlm. 267.
  45. Ja’fariyan, Hayāt Fikri wa Siyāsi Aimah, 1381 S, hlm. 157-158.
  46. Dinawari, al-Akhbār al-Thiwāl, 1368 HS, hlm. 220.
  47. Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, 1417, jld. 3, hlm. 150.
  48. Thabari, Tārikh al-Umam wa al-Muluk, 1387, jld. 5, hlm. 165; Ibnu Jauzi, al-Muntadzam, 1992, jld. 5, hlm. 184.
  49. Mush’ab bin Abdullah, Kitāb Nasab Quraisy, 1953; hlm. 57-59, Bukhari, Sarr al-Silsilah al-Alawiyyah, 1381, jld. 1, hlm. 30; Syaikh Mufid, al-Irsyād, cet. Rasuli Mahalati, jld. 2, hlm. 135.
  50. Thabari, Dalāil al-Imāmah, 1408, jld. 1, hlm. 74; Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thālib, cet. Rasuli Mahalati, jld. 4; Ibnu Thalhah Syafi’i, Mathālib al-Suul, 1402, jld. 2, hlm. 69.
  51. Ibnu Fandaq, Lubab al-Ansab, 1385, hlm. 355.
  52. Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thālib, cet. Rasuli Mahalati, jld. 4, hlm. 109; Thabari, Dalāil al-Imāmah, 1408, jld. 1, hlm. 74.
  53. Ibnu Thalhah Syafi’i, Mathālib al-Suul, 1402, jld. 2, hlm. 69.
  54. Ibnu Asakir, Tārikh Madinah Damisyq, 1415, jld. 13, hlm. 69.

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *