Akhlak
Secuplik Kisah Akhlak Imam Ali as
Keluhuran akhlak Imam Ali as sudah tak diragukan lagi. Sejak masih belia, beliau senantiasa bersama Rasulullah saw. Beliau merupakan orang paling dekat dengan Rasulullah saw, baik sebagai sahabat, kader, maupun menantu.
Berikut ini adalah beberapa kisah tentang keluhuran akhlak beliau.
Harun bin Antarah mengatakan bahwa di suatu musim dingin, ia menemui Imam Ali as. Saat itu Imam Ali as hanya mengenakan pakaian lapuk. Imam tampak gemetar kedinginan.
Harun berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah menjadikan bagian dari harta ini (bait al-mal) untukmu dan keluargamu. Mengapa Anda berbuat ini terhadap dirimu?”
Imam Ali as menjawab, “Demi Allah, Dia tidak menyengsarakan kamu sedikit pun. Pakaian ini tak lain dari yang kubawa dari Madinah.” (Al-Kamil fi at-Tarikh).
Kisah lainnya diceritakan Aqabah bin Alqamah, “Saat memasuki rumah Imam Ali as, ternyata di depanya terdapat susu kecut yang menggangguku dan sepotong roti kering.” Lalu ia berkata,”Wahai, Amirul Mukminin, apakah Anda memakan seperti ini?”
Imam Ali as menjawab,”Hai Abu al-Janub, Rasulullah saw memakan roti yang lebih kering dari ni dan memakai pakaian yang lebih kasar dari ini (sambil mengisyaratkan bajunya). Jika aku tidak melakukan apa yang beliau lakukan, aku takut tidak akan digabungkan bersama beliau.”
Kisah lain diceritakan Suwaid bin Ghaflah. Suatu hari, ia memasuki rumah Imam Ali as. Di situ, ia tak melihat apa-apa selain tikar lapuk tempat Imam Ali as biasa duduk di atasnya.
Lalu Suwaid bertanya,”Wahai Amirul Mukminin, engkau penguasa dan pemimpin kaum muslim serta bait al-mal. Datang kepadamu delegasi-delegasi semetara rumahmu hanya ada tikar ini saja?”
Imam Ali as menangis sambil menjawab,”Wahai Suwaid, sesungguhnya rumah tidak berperabot di tempat singgah ini. Di hadapan kita ada tempat mukim. Barang-barang kita telah kita pindahkan ke sana, dan kita pun tidak lama akan berpindah ke sana jua.” (Musnad Ahmad)
Sementara itu, Ali Ahmad al-Wahdi bercerita bahwa sesungguhnya Imam Ali menjual jasa sejak malam sampai subuh, kemudian mendapatkan upah berupa gandum. Sepertiga darinya dibuat harirah (sejenis makanan) untuk beliau dan keluarganya makan.
Ketika harirah itu matang, datang seorang miskin, lalu mereka memberikannya kepada orang miskin. Kemudian mereka membuat harrirah dari sepertiga gandum lagi. Saat sudah matang, datang seorang yatim, lalu mereka memberikannya lagi.
Sepertiga terakhir gandum itu kembali dibuat harirah. Ketika sudah matang, datang seorang tahanan dari kaum musyrikin, mereka pun kembali memberikannya. Akhirnya, mereka (Imam Ali as, Fathimah as, Imam Hasan as, dan Imam Husain as menahan lapar.
Kemudian, turunlah ayat: Mereka memberikan makanan padahal mereka menginginkannya.
(QS. al-Insan: 8)
Sumber: Ja’far Hadi, Mutiara Akhlak Nabi saw.