Berita
Secuil Kisah Tentang Kurban
Siang itu, terik matahari cukup menyengat, saat ABI Press menemui salah satu pedagang hewan kurban di Jakarta. Tepatnya hari Kamis, atau tiga hari menjelang hari raya Idul Adha sesuai keputusan pemerintah yang menetapkan Idul Adha pada hari Minggu (5/10).
Hampir di setiap ruas jalan, banyak pedagang hewan kurban di samping kanan-kiri jalan. Salah satunya, pedagang di wilayah Condet, tepatnya di sebuah lahan kosong di depan Markas Rindam Jaya, Jakarta Timur.
Selain mudah dijangkau karena lokasinya di pinggir jalan, area itu memiliki lahan parkir yang cukup luas.
Kedatangan ABI Press pun disambut hangat oleh Hasyim, salah satu dari delapan pekerja di tempat penjualan hewan kurban itu. Pria asal Boyolali Jawa Tengah ini bertugas mencari pasokan hewan kurban dari daerah-daerah di sebagian wilayah Jawa Tengah untuk kemudian dijual di Jakarta. “Rata-rata dari Boyolali dan Magelang,” kata Hasyim menjelaskan asal hewan kurban itu didatangkan.
Tak berselang lama, rekan Hasyim pun menyambangi. Ia adalah Ari, koordinator dagang di tempat itu. “Saat ini bos Andi lagi gak ada mas,” ungkap Ari. Namun demikian, selaku koordinator, ia pun menjelaskan beberapa hal. “Kita disini jualannya gak tebak manggis mas, kita pakai timbangan, jadi ketahuan berat badan sapi-sapinya,” terang Ari. Selain itu, ia juga menjelaskan mana hewan yang bagus dan kurang bagus. “Kalau perutnya buncit, itu kurang bagus, yang bagus dilihat dari tebalnya paha dan dada,” tambahnya.
Sementara untuk menemui Andi, bos pedagang hewan kurban itu, ABI Press mendatangi kembali lokasi itu keesokan harinya. Hari berikutnya tempat itu tampak lebih ramai pengunjung. Ada yang sekadar melihat, hingga membeli.
Andi menjelaskan bahwa ia sejak tahun 2010 silam sudah memulai berdagang hewan kurban dadakan di lokasi itu. Untuk Idul Adha tahun 2014 ini ia sudah menggelar dagangannya selama seminggu. “Dalam seminggu ini, sudah terjual lebih 50 sapi dan 40 kambing,” ungkap Andi.
Selain itu, ia mengungkapkan, ada SOP khusus dalam memperlakukan hewan-hewan dagangannya. Selain memperhatikan kesehatan, berat badan, harus diperhatikan juga soal kebersihan. “Sebelum diantar ke pembeli, sapi-sapi itu kita mandikan,” tambah Andi.
Sementara dalam segi pembayaran, ia juga melayani transaksi non-tunai untuk kemudahan dan keamanan.
Andi merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang mengais berkah dengan berdagang hewan kurban dadakan. Dari hasil ketekunannya menggeluti profesi itu, ia berencana dalam waktu dekat akan membuat program penggemukan sapi dan membuka pasar sapi secara permanen.
Berkurban Melalui Jasa Penyalur
Berkembangnya teknologi, terutama semakin mudah diaksesnya internet, menjadi salah satu alternatif yang digunakan sebagian orang untuk melakukan berbagai aktivitas. Termasuk juga untuk berkurban. Melalui situs-situs internet; baik blog, website dan sebagainya, sudah banyak pihak yang menawarkan jasa penyaluran hewan kurban. Hal itu yang kemudian juga dimanfaatkan orang yang ingin berkurban namum tak sempat menyerahkan secara langsung karena berbagai hal; mungkin tak sempat membeli hewan, atau dalam posisi dan situasi yang tidak memungkinkan.
Sebagai contoh misalnya, situs aqiqahqurban-alhuda.com yang berkantor di Bandung Jawa Barat. Situs itu menyediakan pelayanan penyaluran hewan kurban. Orang yang ingin berkurban melalui pelayanan ini tinggal mengirimkan sejumlah uang sesuai dengan besaran harga yang sudah tertera dalam situs tersebut.
Manajemen kurban di bawah naungan Yayasan Pemberdayaan Ekonomi Al-Huda (YPE) Al-Huda ini menanggung seluruh biaya operasional; pembelian, penyembelihan hingga pembagiannya. “Namun, kalau ingin membantu operasionalnya ya kita terima,” kata Iim Sugiarto, salah satu pengurus Manajemen kurban Al-Huda yang ABI Press hubungi. “Operasional kita tanggung, karena banyak relawan di YPE Al-Huda,” tambah Iim.
Kurban dalam Pandangan Agama
Dua hari menjelang Idul Adha, ABI Press menemui Direktur Pendidikan Islamic Cultural Centre (ICC) Jakarta, Ustad Abdullah Beik. Beliau menjelaskan beberapa hal terkait kurban. Menurutnya, pada setiap agama ada yang namanya tindakan simbolik, atau suatu tindakan yang disimbolkan untuk meraih sebuah nilai. Salah satunya adalah melakukan pengorbanan. Bahkan, ketika Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih anaknya itu, salah satu asbabun nuzul, atau sebabnya mungkin karena sebelum Islam datang itu, memang mengorbankan orang adalah sesuatu yang lazim dilakukan pada agama-agama sebelumnya.
Tapi Islam kemudian mengubah kebiasaan itu. Sejak peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim itulah Allah mengganti kurban manusia dengan seekor kambing, berarti ini adalah sebuah simbolik bagaimana orang yang mampu untuk berkurban, menyerahkan hewan kurbannya, kemudian dibagi-bagikan.
“Jiwa pengorbanan itu mesti tertanam pada diri orang yang beragama,” ungkap Abdullah. Pengorbanan yang harus ditanamkan ini menurutnya merupakan dimensi utama sebagai bentuk pengabdian kepada Allah Swt.
Dimensi kedua adalah dimensi sosial. “Dalam kurban, berbeda dengan ibadah sosial lain, seperti zakat misalnya,” ungkap Abdullah. Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam zakat, ada beberapa ketentuan atau kriteria bagi penerima zakat. Sedangkan kurban, tidak ada. “Sunnahnya dibagi tiga bagian. Untuk kaum fakir atau miskin, sahabat atau tetangga walaupun tidak miskin, dan untuk dimakan sendiri. “Bahkan banyak juga kalangan yang jika tetangganya Kristen pun, beda agama, tidak masalah dibagikan. Karena penekanannya pada aspek sosial yang tidak harus memenuhi kriteria-kriteria seperti zakat.
Sebagian ulama juga menyebutkan bahwa pelaksanaan kurban adalah simbol pengendalian atas hawa nafsu kita. Dalam artian, menegasikan atau membunuh keinginan-keinginan buruk, agar hawa nafsu atau keinginan kita diarahkan ke hal-hal yang baik. Dengan berkurban, kita diajarkan untuk selalu mengarahkan perilaku hidup kita kepada kebaikan. (Malik/Yudhi)