Artikel
“Sebuah Renungan” di Masjid Raya Pondok Indah Jakarta Selatan
Lantunan azan terdengar merdu di Masjid Raya Pondok Indah Jakarta Selatan, Jumat siang (13/4/2018). Panggilan shalat Jumat berjamaah itu seketika disambut kaum Muslimin di seputaran Pondok Indah, hingga masjid berkapasitas 2.600 jemaah itu tampak penuh.
Usai shalat Jumat, setelah berdoa dan berzikir, sebagian kaum Muslimin meninggalkan masjid untuk melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Sebagiannya lagi tetap tinggal di masjid untuk mengikuti Launching dan Bedah Buku “Sebuah Renungan” oleh khatib Jumat siang itu. Sang Khatib, Dr. Muhammad Zuhdi Zaini, M.A. adalah penulisnya.
Buku “sederhana” ini disusun sebagai “Sebuah Renungan” menyikapi era media sosial saat ini. Penulis mengatakan informasi-informasi hoax, susah dideteksi kebenarannya. Melalui media sosial ini pula, kata Dr. Zuhdi, seseorang dengan mudah menyebarkan tuduhan bid’ah, sesat, kafir kepada orang lain. “Kadang-kadang hatiku marah membaca tulisan-tulisan seperti itu,” tuturnya. Sebagai akademisi, beliau pun menyikapi hal itu dengan menulis “renungan” hingga terkumpul dalam sebuah buku.
Terkait bulan Rajab misalnya, di halaman 255 beliau menulis tentang keutamaan dan amalan-amalan khusus di bulan ini berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan hadis untuk menjawab tuduhan dan informasi palsu yang disebarkan sekelompok orang yang tidak meyakini keutamaan bulan Rajab ini.
Tabayun juga menjadi perhatian serius dalam “Sebuah Renungan” Dr. Zuhdi. Di zaman sekarang, lalu lintas informasi hampir tidak terbendung lagi. Setiap saat orang bisa menerima dan menyebarkan ribuan informasi tanpa mengetahui informasi itu benar atau salah dan tanpa mempertimbangkan dampaknya. Padahal, penyebaran berita yang tidak benar dapat memicu fitnah dan perpecahan di tengah masyarakat. Pada tema “Tabayun” ini Dr. Zuhdi mengawali tulisannya dengan Q.S. Al-Hujurat ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang penuh dengan keragaman. Terdiri dari banyak pulau, suku, budaya, ras, juga agama. Bahkan di dalam internal suatu agama terdapat banyak perbedaan paham atau mazhab. Oleh karena itu, “titik temu” juga menjadi sorotan dalam “Sebuah Renungan.”
Tema lain yang menjadi sorotan dalam buku itu adalah tentang tantangan materialisme. Di mana orang lebih mencintai harta ketimbang pemberi harta itu sendiri. “Kadang kita lebih mencintai rumah, mobil, daripada mencintai Allah yang telah memberi itu semua. Kita harus mencintai pemberinya,” tutur Dr. Zuhdi. Oleh karenanya, penulis membuat tema khusus dalam buku itu dengan judul “Allah Maha Pencemburu.”
Di bagian lain, sosok Fatimah Az Zahra juga mendapat perhatian serius dalam “Sebuah Renungan.” Dr. Zuhdi merasa wanita agung putri Rasulullah saw ini kurang mendapat perhatian di hati kaum Muslimin. Padahal menurutnya, gelar Sayyid, Habaib yang tersebar di Indonesia saat ini berasal dari keturunan (zuriat) beliau.
Dan masih banyak lagi tema yang ditulis seperti kepemimpinan, persatuan Islam, musibah, kematian, dan lainnya di dalam “Sebuah Renungan” yang mencakup 40 tema kekinian ini. (M/Z)