Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Sayidina Husein dari Sisi Sejarah

Sayidina Husein dari Sisi Sejarah

**

Malam-malam Muharam merupakan malam berkumpulnya para pencinta keluarga Nabi untuk memperingati kesyahidan cucunda Nabi. Peringatan ini tentu dengan suatu alasan, dengan satu tujuan bahwa pada malam ini kita akan bersama-sama mengenang suatu peristiwa yang tidak akan pernah terjadi lagi di dalam sejarah. Suatu tragedi maha dahsyat ketika Arsy bergetar saat terjadinya peristiwa tersebut, para malaikat menangis, seluruh  makhluk terdiam.

Suatu tragedi yang sangat menyakitkan ini menciptakan satu keadaan setelahnya yang menyelamatkan umat manusia dari kegelapan kezaliman. Suatu tragedi yang hanya manusia-manusia pilihan, yaitu orang-orang beriman memiliki kemarahan yang sangat besar atasnya, perasaan sakit yang luar biasa ketika melihat kezaliman ditampakkan. Itulah tragedi Karbala.

Tragedi Karbala terjadi beberapa hari lagi dari hari ini yaitu 10 Muharam yang kita tahu sebagai hari Asyura. Hari yang Rasulullah saw menegaskan bahwa “inna Asyura yaumun min ayyamillah”, bahwa Asyura adalah bagian dari hari-Nya Allah SWT.

Ketika berbicara hari-hari Allah maka kita akan berbicara tentang  kekuasaan Allah SWT yang ditampakkan di hadapan kita. Kita berbicara tentang berbagai nikmat yang sempurna di hadapan kita. Kita berbicara tentang kesempurnaan agama kita yang oleh para ulama disebut dhuhur-nya al-Mahdi al-Muntazhar ajfs.

Tentu saja tragedi tersebut kita ketahui bersama sedekimian kejam, saat putra-putri Rasulullah saw diperlakukan dengan cara biadab. Ketika manusia biasa tidak akan sanggup untuk menanggungnya. Tubuh al-Husein dipotong-potong, darahnya dibiarkan mengalir di sahara Karbala. Dan para pahlawan Karbala juga mengalami hal yang sama. Para wanitanya diperlakukan dengan sangat tak senonoh. Jauh melampaui perlakuan Fir’aun terhadap kaum perempuan.

Jika Fir’aun (orang yang mengaku sebagai Tuhan) hanya melucuti pakaian kerudung syar’i, tetapi di Karbala para wanita diperlakukan lebih dari itu. Mereka dirantai, diseret dan sambil dicemooh. Kita bayangkan, ini adalah putra-putri Rasul saw, putri Nabi kita semua.

Sudah sekitar 13 Abad yang lalu kejadian ini berlangsung. Tapi menjadi sebuah keajaiban dalam tragedi Karbala. Tragedi itu telah berlalu berabad-abad, namun kita semua masih mau berkumpul di suatu majelis untuk memperingati kesyahidan beliau, para sahabatnya dan nasib para putri Rasulullah saw, dengan acara-acara duka semacam ini. Ini menunjukkan diri kita ingin menghubungkan emosi, pikiran dan jiwa kita dengan Imam Husein as.

Kita saling berbagi ucapan duka satu sama lain. Menggunakan pakaian hitam sebagai ungkapan bela sungkawa. Kita mengharapkan untuk tetap terhubung dengan para pahlawan Karbala. Ini semua disebut dengan sejarah.

Kita tahu bahwa di dalam Alquran terdapat kisah para nabi, kaum-kaum terdahulu, kisah orang-orang beriman, bagaimana keberanian itu ditampakkan, sekaligus bagaimana arogansi kekejaman dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa Alquran mengharuskan bagi kita untuk senantiasa merenungi sejarah.

Di dalam Alquran Allah berfirman:

وَ اذْكُرْ فِي الْكِتابِ مَرْيَمَ

“…maka ceritakanlah tentang Maryam di dalam Alkitab(Alquran).”

Mengingat adalah bagian dari keharusan sejarah. Di dalam surah al-Qasas ayat 2 dan 3 Allah SWT berfirman:

(تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِينِ (٢) نَتْلُوا عَلَيْكَ مِنْ نَبَإِ مُوسَى وَفِرْعَوْنَ بِالْحَقِّ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (٣

2. ini adalah ayat-ayat kitab (Alquran) yang nyata (dari Allah).

3. Kami menceritakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman.
Di dalam ayat ini Allah mengenalkan kitab-Nya sebagai sesuatu yang jelas (merupakan tajalliyah Allah SWT).  Kemudian Allah menjelaskan dengan kitab yang jelas tadi dengan yang haq. Allah akan menceritakan kisah Musa dan Fir’aun kepada Mukminin. Ayat ini menegaskan bahwa Allah ingin kita menyimak sejarah tentang Fir’aun dan Musa.

Kita tahu Nabi Musa as diutus oleh Allah untuk menegakkan keadilan, pembela dari kaum tertindas. Dan kita tahu orang yang tertindas adalah Ahlulbait as. Sementara di kutub yang lain, Fir’aun adalah figur yang zalim, yang mengaku lebih tinggi dari Tuhan kita. Fir’aun adalah cermin dari arogansi manusia yang lemah. Dan Allah pun menjadikan Musa sebagai pemenang. Dan kejadian itu direkam sebagai kejadian Asyura. Hari-Nya Allah SWT.

Satu faktor yang perlu digaris bawahi, bahwa kisah para nabi adalah kisah sejarah. Dan Alquran menekankan agar kita mengenal sejarah.

Dengan sejarah kita mengenal tokoh-tokoh besar di masa lampau. Dengan sejarah kita bisa belajar tentang jatuh-bangunnya suatu bangsa, dengan sejarah kita bisa mengetahui bagaimana kemunafikan dalam diri kita, bagaimana keimanan bisa kita bangun, bagaimana keberanian bisa kita peragakan, bagaimana kepahlawanan bisa kita lakukan.

Dalam persoalan sejarah, ada dua hal penting yang harus kita garis bawahi. Pertama, bahwa sejarah dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang objektif, kita tahu bahwa al-Husein syahid di Karbala dengan sama sekali tidak memunculkan keberpihakan kita. Banyak orang tahu Imam Husein syahid pada tanggal berapa, tapi kita  tahu bahwa sebagian umat Islam tidak tahu tentang sosok Imam Husein. Bahkan sebagian manusia seperti Ibn Khaldun menyalahkan Imam Husein as.

Kedua, bersifat subjektif, ada pemihakan, dukungan, pandangan yang dikaitkan dengan dirinya. Bahwa peristiwa sejarah berkaitan dengan agama saya, keyakinan saya, kehormatan saya.

Ketika Allah berfirman “…akan Aku ceritakan kisah Musa dan Fir’aun kepada kaum Mukminin” artinya, kaum Mukminin memahami sejarah bukan saja secara objektif tetapi juga subjekttif. Ada hubungan keyakinan antara apa yang terjadi di dalam sejarah dengan kondisi kita hari ni.

Kita tahu bahwa Imam Husein as bangkit melakukan perlawanan melawan kezaliman pada masa itu dengan satu motivasi yang sangat jauh dari pikiran seorang politikus. Bahwa Imam Husein memiliki motivasi suci sebelum beliau berangkat dari Madinah dengan mengatakan, “Sesungguhnya aku keluar bukan untuk mencari kesenangan, atau aku ini angkuh, atau aku melakukan kerusakan, atau aku melakukan kezaliman, dan sesungguhnya aku keluar untuk memperbaiki umat kakekku, Rasulullah saw.”
Kemudian beliau menutup dengan satu statemen yang kemudian kini menjadi sumber semua ceramah dan tulisan para ulama kita, bahwa beliau mengatakan, “Aku ini hanya hendak melakukan amar makruf nahi munkar.”

Apa yang dilakukan oleh Imam Husein beserta tujuannya adalah bagaimana menegakkan agama kakeknya yang sudah tenggelam dibungkus dengan kezaliman sehingga kita mengenal Islam Yazidi, Islam yang sudah dipermak oleh Yazid la.

Imam Husein kemudian menujukkan bahwa agama yang dibawa oleh kakeknya telah dicemari dengan berbagai kemaksiatan, atau dalam perkataan Imam Ali as, “Bahwa mereka menggunakan Islam yang hak untuk ditunjukkan kebatilan, untuk kekuasaan, untuk menganiaya putra- putri Rasul.”

Disinilah peran kesyahidan Imam Husein menemukan momentum beliau secara teologis, bahwa beliau memang diperintahkan oleh Allah untuk syahid. Karena selamatnya agama Rasul hanya lewat kesyahidan beliau.

Ketika beliau mengatakan, “Bahwa sesungguhnya Allah ingin melihatku terbunuh, dan keluargaku tertawan,” maka kita yang memiliki akidah sangat dangkal mustahil bisa memahami pernyataan yang sangat tauhid semacam itu. Tugas ini akhirnya diperankan oleh Imam Husein. Tugas suci, yang tak satupun dari kita mampu menanggungnya.

Imam Husein menerangkan bahwa yang dihadapi dalam situasi kapanpun bukan hanya Yazid. Karena Yazid hanyalah satu seri dari segala kezaliman di muka bumi ini sepanjang sejarah. Sehingga Imam Husein tidak mengatakan, “Saya tidak berbaiat kepada Yazid,” tetapi beliau mengatakan, “Orang sepertiku mustahil akan berbaiat kepada orang seperti Yazid.”

Kata “seperti” disini menjadi sebuah tanda bahwa kezaliman akan didaur ulang dengan berbagai bentuk, cara, modus dan oleh berbagai manusia sampai hari kiamat.

Jadi kita tidak terpatok untuk menuntut diperlakukan adil, tapi tugas kita adalah melawan kezaliman dan menegakkan keadilan sekalipun kita diperlakukan adil, sekalipun hanya satu orang yang berbuat zalim dan waliyyadzubillah semoga kita tidak termasuk orang-orang yang zalim.

Disini kita bisa menarik satu pemahaman sejarah bahwa Imam Husein telah menyelamatkan agama yang kita anut hari ini. Tanpa kesyahidan Imam Husein bahkan kita tidak akan pernah ada di muka bumi ini, kita tidak akan mengenal apa itu Islam, iman, bahkan kita tidak pernah akan berkumpul dalam majelis seperti ini. Tidak akan menikmati iman dan Islam di muka bumi ini. Itulah salah satu peran dari kesyahidan Imam Husein.

Satu hal, kata Imam Husein sebagaimana tercatat dalam sejarah, bahwa yang namanya pemerintahan atau Islam yang salam akan hancur berantakan jika orang seperti Yazid yang memimpin.

Sayidina Husein dari Sisi Sejarah

Ceramah Ustaz Dede Azwar

**Ceramah Ustaz Dede Azwar

(Banin/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *