Berita
Sastrawan Betawi Jaman Rada Kemaren
Judul di atas merupakan tema acara “Ngobrol Saptu #3” Rumah Seni Asnur di Jl. Cahaya Titis Kav. UI Timur, Blok 4, Tanah Baru, Depok Jawa Barat, Sabtu (30/1) yang menghadirkan Chairil Gibran Ramadhan (Pengamat Budaya Betawi) dan Fifi Firman Muntaco (Pegiat Budaya Betawi sekaligus anak dari Sastrawan Firman Muntaco).
Sebelum memulai diskusi, Asrizal Nur (Budayawan Melayu sekaligus Ketua Rumah Seni Asnur) memberikan sambutan. Menurutnya, saat ini seni menulis sudah banyak ditinggalkan.
“Acara kali ini sebagai upaya membangkitkan kembali seni membaca dan menulis,” katanya.
“Mengembangkan budaya bukan hanya tugas budayawan tapi juga masyarakat dan pemerintah,” imbuh Asrizal Nur sembari mengkritik Pemerintah yang tidak memberikan perhatian dan sumbangsih bagi kesenian di daerahnya.
“Ternyata hingga saat ini tidak ada bantuan dari Pemerintah, terpaksa harus saya biayai sendiri dengan mengamen hingga ke luar negeri,” ucapnya.
Firman Muntaco merupakan salah satu contoh Sastrawan Betawi yang berkarya melalui tulisan-tulisan yang kisahnya banyak dikupas dalam “Ngobrol Saptu #3” kali ini.
“Tujuan dari acara ini semata untuk memperkenalkan kembali nama-nama, mengingatkan kembali Sastrawan Betawi Jaman Rada Kemaren itu,” kata Chairil Gibran Ramadhan.
Menurutnya, Betawi punya tokoh-tokoh penulis.
“Namun karena tidak ditonjolkan keberadaan mereka, ya hanya dikenal seperti tokoh ‘hantu’ yang diketahui keluarga dan orang terdekatnya saja,” imbuhnya.
Chairil mengibaratkan Firman Muntaco seperti Benyamin Sueb.
“Bedanya, Firman menulis, Benyamin menyanyi.”
Fifi Firman Muntaco menceritakan tentang ayahnya yang telah meninggal pada tahun 1993 silam. Ia menceritakan bagaimana ayahnya memilih tema-tema karyanya berupa tema-tema yang berbicara tentang kepentingan rakyat kecil.
“Ia senantiasa berpikir, Betawi pribumi Jakarta kenapa harus terbelakang? Kenapa banyak orang miskin?” tutur Fifi tentang keprihatinan sang ayah.
Menurutnya, selain berkarya melalui tulisan-tulisan, ayahnya juga multi talenta, terlibat dalam penulisan skenario filim dan syair-syair lagu.
Acara Ngobrol Saptu di Rumah Seni Asnur yang didukung Penerbit Padasan, Forum Betawi Membaca, dan Betawi Center Foundation itu juga dimeriahkan hiburan Ngebuleng (mendongeng, teater tutur tradisional ala Betawi) bersama Sanggar Kembang Batavia dan pementasan Sahibul Hikayat (cerita lisan) oleh Bang Beno dari Sanggar PASPA Kota Tua. (Malik/Yudhi)
Sebelum memulai diskusi, Asrizal Nur (Budayawan Melayu sekaligus Ketua Rumah Seni Asnur) memberikan sambutan. Menurutnya, saat ini seni menulis sudah banyak ditinggalkan.
“Acara kali ini sebagai upaya membangkitkan kembali seni membaca dan menulis,” katanya.
“Mengembangkan budaya bukan hanya tugas budayawan tapi juga masyarakat dan pemerintah,” imbuh Asrizal Nur sembari mengkritik Pemerintah yang tidak memberikan perhatian dan sumbangsih bagi kesenian di daerahnya.
“Ternyata hingga saat ini tidak ada bantuan dari Pemerintah, terpaksa harus saya biayai sendiri dengan mengamen hingga ke luar negeri,” ucapnya.
Firman Muntaco merupakan salah satu contoh Sastrawan Betawi yang berkarya melalui tulisan-tulisan yang kisahnya banyak dikupas dalam “Ngobrol Saptu #3” kali ini.
“Tujuan dari acara ini semata untuk memperkenalkan kembali nama-nama, mengingatkan kembali Sastrawan Betawi Jaman Rada Kemaren itu,” kata Chairil Gibran Ramadhan.
Menurutnya, Betawi punya tokoh-tokoh penulis.
“Namun karena tidak ditonjolkan keberadaan mereka, ya hanya dikenal seperti tokoh ‘hantu’ yang diketahui keluarga dan orang terdekatnya saja,” imbuhnya.
Chairil mengibaratkan Firman Muntaco seperti Benyamin Sueb.
“Bedanya, Firman menulis, Benyamin menyanyi.”
Fifi Firman Muntaco menceritakan tentang ayahnya yang telah meninggal pada tahun 1993 silam. Ia menceritakan bagaimana ayahnya memilih tema-tema karyanya berupa tema-tema yang berbicara tentang kepentingan rakyat kecil.
“Ia senantiasa berpikir, Betawi pribumi Jakarta kenapa harus terbelakang? Kenapa banyak orang miskin?” tutur Fifi tentang keprihatinan sang ayah.
Menurutnya, selain berkarya melalui tulisan-tulisan, ayahnya juga multi talenta, terlibat dalam penulisan skenario filim dan syair-syair lagu.
Acara Ngobrol Saptu di Rumah Seni Asnur yang didukung Penerbit Padasan, Forum Betawi Membaca, dan Betawi Center Foundation itu juga dimeriahkan hiburan Ngebuleng (mendongeng, teater tutur tradisional ala Betawi) bersama Sanggar Kembang Batavia dan pementasan Sahibul Hikayat (cerita lisan) oleh Bang Beno dari Sanggar PASPA Kota Tua. (Malik/Yudhi)
Tampilkan pesan asli
Continue Reading