Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Saatnya Indonesia Melawan Ekonomi Serigala

Mengakhiri serial terakhir Diskusi Buku Radhar Panca Dahana yang diadakan Taman Ismail Marzuki (TIM) Rabu (1/4), TIM membahas buku Ekonomi Cukup. Sebuah buku yang mengkritik keras budaya kapitalisme ekonomi yang menggerogoti Indonesia.

Dosen UI Prof. Sri Edi Swasono, salah satu pembicara yang juga menuliskan pengantarnya di buku ini menyatakan apresiasinya atas ditulisnya buku tersebut.

“Buku ini merupakan kritik keras pada kapitalis. Ini buku koreksi luarbiasa, substantif, terhadap ekonomi konvensional yang justru menghasilkan orang yang jual negara, jual ekonomi,”ujar Edi.

“Ekonomi kita adalah ekonomi manusia, ekonomi kerakyatan. Yang dibangun adalah orangnya. Bukan ekonomi kapital, di mana yang sentral adalah modal, capital. Di kapitalisme manusia dimarjinalisasi,”tambah Edi.

Edi menyatakan ekonomi seperti ini adalah ekonomi serigala, ekonomi yang rakus, dan memakan selainnya, bukan ekonomi manusia yang saling membantu dan berbagi antar sesamanya.

“Ekonomi di ruang kelas yang diajarkan sehari-hari adalah homo economicus; homo homini lupus. Ekonomi serigala. Makanya ekonominya ekonomi bertengkar, ekenomi persaingan. Dalam paradigma ini ekonomi memuja rasionalitas mutlak hingga pasar atau manusia gak punya emosi,” terang Edi.

“Makanya yang kuat akan menggusur yang lemah. Yang digusur orang miskin, bukan kemiskinannya yang digusur,”keluh Edi.

Ubah Paradigma

Penulis buku Ekonomi Cukup, Radhar Panca Dahana menekankan pentingnya bangsa Indonesia kembali pada nilai-nilai tradisi dan budayanya sendiri. Bukan latah ikut-ikutan budaya luar yang justru menjajah ruang kelas budaya bangsa.

“Substansi dari ekonomi kerakyatan itu, homo homunus itu tak ada yang bisa jadi manusia sejati tanpa melakukan perbuatan terhadap orang lain. Jadi solidaritas sosial itu sudah ada dengan sendirinya,”terang Radhar.“Modus eksistensial ini yang jadi dasar dari pembentukan ekonomi kebangsaan kita.”

Di sinilah, peran pemuda amat penting. Sayangnya menurut Radhar pemuda sekarang banyak tenggelam dalam hedonisme.

“Pemuda itu mestinya harus punya ketekunan, kedisiplinan. Belajar untuk memiliki adekuasi. Adekuat, cermat. Kalah boleh tapi tak pernah menyerah. Nah, semangat, spirit itu sudah nggak ada. Semua udah tenggelam dalam kenikmatan-kenikmatan teknologis, kenikmatan-kenikmatan materialistis, shingga jadi hedonis. Sehingga daya gempur, daya tempurnya itu merosot semua.”

“Pemuda harus menemukan semangat dan etosnya yang hilang itu. Yaitu dalam kehidupan kita di masa lalu. Dari pelajaran-pelajaran penting yang telah diturunkan oleh para pendahulu kita. Dalam akar budaya kita sendiri,” pesan Radhar. (Muhammad/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *