Berita
Saat Pers Iran Sambut Seruan Revolusi Imam Khomeini…
Nama Imam Khomeini makin dikenal di Iran, apalagi pada 10 Oktober, koran Ettela’at untuk pertama kalinya berani menerbitkan fotonya. Koran beroplah 300 ribu eksemplar per hari itu langsung mencetak 1,2 juta eksemplar. Khalayak spontan menciumi foto tokoh yang seumur hidupnya berani menentang Syah itu.
Pada 10 Oktober, pukul 10.00 pagi, seorang kolonel mengunjungi kantor koran itu. Ia menelpon atasannya yang seorang jenderal, “Jenderal, kita tak bisa apa-apa lagi sekarang. Bukan saja koran telah terbit, malah sudah ludes dibeli orang!”
Keesokan harinya, ia balik lagi dan minta bertemu dengan Pemimpin Redaksi serta 3 kepala rubrik. Para wartawan langsung menyodorkan deklarasi Perdana Menteri Sharif Emmami yang menegaskan bahwa pers bebas menulis apa saja. Kolonel itu pun uring-uringan.
Koran Ettala’at memutuskan untuk aksi mogok. Begitu pula pesaingnya, koran Kayhan. Malam itu juga, para wartawan menulis surat terbuka yang langsung dibagi-bagikan kepada khalayak di jalan-jalan raya. Selama tiga hari, koran-koran itu disambut hangat oleh khalayak. Komite Pembela Hak-hak Manusia Iran membawa bunga dan mengirim sajak-sajak untuk mereka. Sedangkan pedagang-pedagang bazar memutuskan untuk membayar gaji wartawan dan pegawai koran yang melakukan aksi mogok.
Utusan wartawan bertemu Sharif Emmami, menceritakan bagaimana mereka menerima telpon lebih dari 10 kali sehari dan diperintahkan untuk tidak menulis artikel tentang sesuatu hal, bagaimana formula yang harus dilakukan, bagaimana gayanya, dan lain-lain.
Jumat 13 Oktober malam, rezim Syah mengumumkan secara resmi di radio dan televisi Iran bahwa sensor langsung atau tak langsung, dicabut. Tiga minggu kemudian, pers di Iran memainkan peran penting dalam memberitakan seluruh kejadian dengan leluasa. Pembaca dapat mengikuti dari hari ke hari seluruh aksi mogok dan demonstrasi yang dilakukan di seluruh Iran sebagai protes terhadap Syah Pahlevi.
Pada 29 Oktober, sebuah kota kecil berpenduduk 70 ribu jiwa di Laut Kaspia, Amol, yang kelihatannya tenang dan makmur, bangkit melawan. Sejak Minggu pagi, lelaki perempuan, muda tua, menguasai kota tersebut dan menentang aparat pemerintah. Empat mata-mata SAVAK ditangkap warga dan kendaraannya dibakar. Warga kehilangan kepercayaannya pada aparat negara yang sebelumnya menembaki para demonstran pada aksi unjuk rasa 7 Oktober 1978 di kota itu, yang merenggut tiga nyawa.
Esok harinya, pasukan lapis baja menyerbu kota yang berani menulis di poster-poster dan pamflet-pamflet: “Warga memperingatkan SAVAK dan polisi. Mereka dilarang berkeliaran antara jam 8 malam hingga jam 8 pagi. Siapa yang membangkang akan dihukum mati”.
Setiap hari, sejak 15 Oktober hingga 5 November 1978, puluhan ribu orang berkumpul di Universitas Teheran untuk berdiskusi, mendengarkan pidato mengenai masa depan negeri mereka, tanpa tanpa takut ditembak tentara. Lima puluhan kota di Iran bangkit melawan sepanjang musim gugur di Iran. Bentrok fisik terjadi antara kelompok-pendukung dan penentang Syah Pahlevi. Tanggal 4 November menjadi saksi atas jatuhnya korban jiwa dalam jumlah besar di Universitas Teheran. Saat itu, sedikitnya sembilan orang dibunuh.
Bersambung…..
*Disarikan dan disunting dari Nasir Tamara, Revolusi Iran