Berita
Pandu Ahlulbait Adakan Peringatan Maulid Nabi Bertema Milenial
Jakarta – Bulan Rabiul Awal adalah salah satu bulan yang agung. Bulan di mana sosok agung Nabi Muhammad SAW dilahirkan ke dunia, dan diperingati setiap tahunnya oleh Muslimin di seluruh dunia. Pun dengan para pemuda yang tergabung dalam Pandu Ahlulbait Jakarta yang juga turut menyelenggarakan peringatan maulid Nabi SAW yang dikemas dalam acara Maulid Milenial di Islamic Cultural Center, Jakarta Selatan pada Ahad, 17/11/2019.
Peringatan maulid bergaya milenial ini menyasar segmen pemuda-pemudi untuk dapat meneladani Rasulullah SAW, acara ini juga sekaligus memperingati Hari Pahlawan.
Diawali dengan pembacaan syair Maulid Simtu Duror, lalu dilanjutkan talkshow dengan pembicara Ustaz Musa Kadhim Al-Habsyi dan dimoderatori oleh Sayyid Haidar Ali Al-Habsyi.
Baca Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1441 H di ICC Jakarta
Ustad Musa menjelaskan bahwa peringatan maulid adalah salah satu bentuk ekspresi ungkapan cinta kita kepada Rasulullah SAW. Menurutnya, hadir saja dalam acara maulid, membaca syair-syair dalam kitab-kitab maulid tidak cukup, meski tidak ada salahnya hadir dalam acara maulid bahkan Insyallah terhitung pahala. Tapi kita perlu memahami apa arti dari bacaan-bacaan maulid, karena syair itu menggambarkan sosok Rasulullah.
“Bagaimana kita mengakui diri sebagai pengikut Rasulullah sementara kita tidak mengenal Rasulullah, bagaimana perangainya, dan bagaimana ajarannya. Dan yang terpenting adalah mengetahui apa yang dimaui Rasulullah SAW terhadap kita melalui ajarannya. Salah satu cara untuk meneladani Rasulullah, adalah dengan menyingkirkan egosentris diri. Orang yang mendahulukan kepentingan masyarakat di atas dirinya, dia pasti akan dekat dengan akhlak Rasulullah,” ujarnya.
“Banyak riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah menjelang ajalnya tidak menggelisahkan dirinya, istrinya maupun keluarganya tetapi beliau menggelisahkan umatnya. Orang, pada umumnya, kalau di akhir hayatnya, biasanya menjadi dirinya sendiri. Jangankan menjelang akhir hayat, kita sakit saja, yang dipikirkan pasti adalah dirinya sendiri. Pasti egois. Tapi Muhammad SAW bahkan di akhir hayatnya beliau memikirkan ummatnya.”
Lalu jika dikaitkan dengan hari Pahlawan, Ustaz Musa menerangkan bahwa kita merasa hidup dengan kondisi yang berbeda dengan kehidupan di masa Rasulullah. Padahal kalau kita baca sejarah, 1400 tahun lalu Mekah itu sudah menjadi kota metropolitan. Mekkah adalah Ummul Qurro (Induk dari kota-kota/ Ibu kota). Kerasnya kehidupan di zaman Rasul sebenarnya sama dengan kehidupan kita. Secara esensi kehidupan, semua kondisinya sama.
“Pahlawan adalah orang yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri tetapi juga memikirkan kemaslahatan orang lain. Pahlawan adalah sifat atau watak. Makanya ada istilah pahlawan tanpa tanda jasa. Banyak pahlawan yang tidak dirayakan hari lahirnya atau hari wafatnya.
Seharusnya dari sudut materi, seorang pahlawan itu rugi. Karena ia memperjuangkan sesuatu tapi ia tidak menikmati apa yang diperjuangkannya. Tetapi ketika kita melihat dari sudut pandang pahlawan itu sendiri, ia sebenarnya memiliki banyak kenikmatan karena banyak orang menjadi sukses karenya.
Menurut saya, orang tua itu adalah pahlawan bagi anak-anaknya. Guru yang benar juga adalah pahlawan bagi murid-muridnya. Meskipun pengorbanan yang dilakukan orang tua maupun guru tidak otomatis mendapat penghargaan atau respon positif dari anak atau muridnya. Bahkan tidak jarang yang mendapat cacian dan penghinaan.
Lalu bagaimana kita menjawab kegelisahan Rasulullah di zaman kita ini?. Sekali lagi, saya mengingatkan bahwa manusia, jangan hanya berpikir tentang dirinya sendiri. Untuk kebaikan kehidupan diapun, tidak cukup hanya dengan baiknya dirinya. Karena lingkungan yang baik akan mendukung kita menjadi baik.
Rasulullah, menunjukkan bahwa kegiatan kemanusiaan lebih utama dari ibadahnya. Ketika sujud, punggung Rasulullah ditunggangi cucunya. Padahal secara fikih, bisa saja cucunya diturunkan dulu lalu beliau melanjutkan salatnya. Tetapi beliau menunjukkan kebaikannya bahkan terhadap anak kecil.
Kejadian kedua, ketika Rasulullah menyuapi bayi-bayi kemudian ada salah satu bayi mengencingi baju Rasul dan orang tua bayi meremas tangan bayinya. Beliau mengatakan bahwa najis di bajunya bisa dihilangkan segera, tetapi perlakuanmu pada bayimu akan teringat dalam kehidupannya. Kemudian kejadian ketiga, ketika ada Badui dewasa kencing di masjid. Para sahabat geram dan hendak mengusir dan memarahinya, tapi Rasulullah menahan para sahabat dan mengatakan untuk membiarkan Badui itu pergi. Dan banyak lagi akhlak Rasul yang kita patut untuk mencontohnya.”