Berita
Puluhan Ormas Sipil Tolak Pergub 228
Kebijakan Gubernur DKi Jakarta, kembali menuai protes. Kali ini sekitar 40 Ormas sipil yang tergabung dalam Persatuan Rakyat Jakarta (PRJ) menyatakan menolak Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka yang disahkan pada 28 Oktober lalu.
Dalam siaran pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Jumat (6/11), PRJ menyatakan bahwa Pergub tersebut telah mencederai hak asasi warganegara untuk menyatakan pendapat dan menunjukkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta anti-kritik.
Alghiffari Aqsa, Direktur LBH Jakarta mengatakan seharusnya tidak ada lagi Pergub atau aturan untuk pembatasan penyampaian pendapat di muka umum sebab hal tersebut telah diatur dalam Undang-udang nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Tapi yang harus dilakukan menurut Aghiffari adalah optimalisasi peran kepolisian dalam memfasilitasi masyarakat untuk dapat menyampaikan pendapatnya di muka umum dengan baik, aman, nyaman dan tidak lagi mengganggu ketertiban umum.
Alghiffari mencontohkan saat demo di depan Istana, polisi sudah mendapatkan pemberitahuan tiga hari sebelumnya, sehingga akan cukup waktu bagi kepolisian untuk mengatur perubahan rute jalan dan menginformasikan kepada masyarakat.
“Itu yang harus dioptimalisasi, bukan membuat Pergub yang asal-asalan ini,” terang Alghiffari.
Lebih lanjut, Alghiffari mengindikasikan bahwa keluarnya Pergub tersebut bukan sesuatu yang berdiri sendiri tapi ada alasan yang berurutan yang mengakibatkan keluarnya Pergub tersebut, misalnya untuk mengamankan sejumlah paket kebijakan ekonomi yang telah direncanakan oleh pemerintah.
“Pergub ini kemungkinan besar akan diadopsi oleh daerah lain, untuk melancarkan kebijakan-kebijakan ekonomi ataupun mengurangi protes atas kebijakan pemerintah,” tegas Alghiffari.
Sementara itu, Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, menceritakan bahwa pelarangan untuk menyampaikan pendapat di muka umum telah terjadi di PT Mekar Armada Jaya, saat buruh perusahaan tersebut akan berdemo tapi tidak mendapatkan izin dari pihak kepolisian.
“Artinya ini semakin terstruktur, tidak hanya peran TNI, Satpol PP semakin tidak memberi ruang rakyat untuk bersuara,” jelas Nining.
Nining menggambarkan bahwa yang terjadi saat ini adalah usaha secara perlahan untuk mengembalikan ruang demokrasi saat ini ke sistem Orba, sehingga rakyat tidak lagi dapat bersuara dan tidak dapat menyampaikan aspirasinya.
PRJ mendesak Menteri Dalam Negeri dan Presiden agar tidak membuat kebijakan yang kemudian tidak lagi memberikan ruang aspirasi terhadap rakyat untuk menuntut tentang persoalan kesejahteraan dan bagaimana mereka mendapatkan keadilan. (Lutfi/Yudhi)