Berita
Pesona dan Aura Spiritual Masjid Jamkaran
Langit mendung musim semi di Iran, memacu semangat beraktivitas lebih dari biasanya. Berbeda dengan di Indonesia yang ketika mendung justru menambah malas. Mungkin karena di Iran, khususnya kota Qum tempat saya belajar, lebih sering panas terik kalau bukan dingin menusuk. Jarang sekali ketemu cuaca mendung.
Mumpung lagi semangat, bersama beberapa teman kami pergi ke Masjid Jamkaran. Mungkin, bagi mereka yang sudah pernah berkunjung dan berziarah ke Iran, khususnya kota Qum, telah familiar dengan masjid yang dinisbatkan kepada Imam Mahdi afs ini.
Dua minggu sekali, setiap Selasa, kampus kami mengadakan acara ziarah ke masjid ini. Merasa sudah lama tak datang dan berziarah ke sana, diajak kawan asal Pakistan saya pun bersiap berangkat.
Ke masjid Jamkaran dari kampus hanya butuh sepuluh menit perjalanan. Tapi dari Haram Sayidah Maksumah as dengan taksi, cukup 5 menit saja.
Sampai di sana, tak langsung masuk masjid, saya antar teman saya ke tempat wudhu. Sambil menunggunya, saya pandangi beberapa menara yang ada di sana. Sekejap, serasa sedang berada di masjid Nabawi. Mungkin karena menaranya dibuat mirip masjid Nabi, siapa pun yang datang kesini akan merasakan suasana kota suci Madinah.
Seperti biasa, banyak peziarah yang datang ke masjid Jamkaran. Terlintas di benak, kenapa kami datang dan berada di sini?
“Kalau sekadar untuk beribadah, bukankah kami bisa melakukannya di rumah saja, tak perlu datang ke sini?” bisik hati saya.
“Mungkin karena berbeda dengan tempat suci, rumah adalah tempat bercampurnya dosa dan pahala, kebaikan dan kejahatan. Sedangkan tempat seperti Jamkaran, di dalamnya selalu diagungkan nama-nama Tuhan. Tempat dilantunkannya ayat-ayat suci. Tempat orang menjerit dan menangisi dosa-dosanya, berharap belas kasih Tuhannya. Hal ini serupa ungkapan: membaca dan belajar bisa dimana saja, tapi perpustakaan dan sekolah adalah tempat terbaik untuk belajar dan membaca,” jawab benak saya.
Setelah menyampaikan salam, mengambil tasbih dan beranjak masuk, tampak lampu-lampu hijau besar menggelantung seperti buah anggur di dahan, menambah pesona ruang dalam masjid ini. Banyak jemaah tengah sibuk dengan ritual ibadah masing-masing. Ada yang salat, bermunajat, membaca Alquran, dan berzikir. Memancarkan aura spiritual yang saya rasa berbeda dari biasanya.
Di masjid ini ada amalan-amalan khusus yang bisa dikerjakan. Di antaranya, salat Tahiyyatul Masjid dua rakaat dengan membaca satu kali Fatihah, 7 kali surah Tauhid, 7 kali bacaan rukuk, dan 7 kali bacaan sujud dalam setiap rakaat. Setelah itu barulah mengerjakan salat Imam Zaman, yang ketika sampai pada bacaan “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” dibaca 100 kali, lalu dilanjutkan sampai ayat terakhir. Kemudian membaca surah Tauhid 1 kali, 7 kali bacaan rukuk, dan 7 kali bacaan sujud dalam dua rakaat. Usai salat tinggal dilanjutkan tasbih az-Zahra dan 100 kali bacaan salawat.
Oh ya, sebenarnya masjid Jamkaran tak terlalu besar, tapi berandanya luas dan bisa menampung ribuan jemaah. Selain itu ada juga kubah biru mudanya yang menambah pesona.
Waktu salat Maghrib pun tiba. Ratusan orang ikut serta. Mengagumkan, sebab sangat jarang salat serupa dipenuhi jemaah seperti ini selain di haram Imam Ridha as.
Alhamdulillah, terimakasih Tuhan, Engkau telah memberikan taufik kepada kami dapat berziarah dan salat di Masjid Jamkaran yang indah dan penuh aura spiritual ini. (Sutia/Yudhi)