Artikel
#PersatuanMuslimin: Persatuan dalam Alquran
Pembahasan sebelumnya #PersatuanMuslimin: Mukadimah
Di samping tauhid, yang menjadi fondasi dari semua jenis persatuan, ada beberapa bentuk persatuan yang dinyatakan dalam Alquran:
- Persatuan ummahSesungguhnya umat (masyarakat kamu) ini adalah umat yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu. Maka sembahlah Aku. (QS. 21:92)
- Persatuan atas semua yang mengikuti kitab-kitab samawiKatakanlah: ‘Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun’..(QS. 3: 64)
- Persatuan atas semua agamaDia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya... (QS. 42:13)(Rasul dan orang-orang beriman menyatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang Iain) dari rasul rasuI-Nya’, (QS. 2:285)
- Persatuan atas manusiaHai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu [dapat mengidentifikasi diri dan] saling kenal mengenal. (QS. 49:13)
Barangkali bisa dikatakan bahwa pidato yang disampaikan Rasulullah saw pada pagi hari setelah Hijrah mencakupi semua bentuk ini: “Wahai Manusia! Sesungguhnya kalian hanya punya satu Tuhan dan ayah kalian adalah satu. Setiap dari kalian adalah dari Adam, dan Adam terbuat dari tanah. Sesungguhnyalah, yang paling mulia dari kalian dalam pandangan Allah ialah yang paling takwa. Tidak ada pengistimewaan terhadap yang Arab atau bukan Arab kecuali disebabkan oleh takwanya (takut pada AllahSwt).
Jadi, sebelum memeriksa sebab-sebab perpecahan, pertama kali perlu diyakini bahwa persatuan umat merupakan sebuah tugas atau tanggung jawab dan kewajiban di pundak kita semua. Ini adalah amanat yang diembankan pada setiap muslim. Yakni, hanya ketika setiap individu muslim mau melaksanakan kewajibannya sajalah maka keinginan untuk mencapai itu mungkin dipenuhi. Kewajiban ini bukanlah satu dari kewajiban bersama (wajib kifayah), sehingga apabila seseorang melaksanakannya, berarti tanggung jawabnya sudah terangkat bagi yang lain. Hal ini juga bukan kewajiban yang sekali waktu saja dilaksanakan (wajib ‘infiradi) sehingga ketika tugas ini sudah dilaksanakan sekali maka lantas mengatakan cukup dan tidak dilaksanakan lagi. Mewujudkan persatuan merupakan sebuah realitas yang bisa berbeda yang berlaku terhadap seluruh muslim. Semakin besar kemampuan seseorang secara intelektual, politik dan finansial maka tanggung jawabnya [atas ini] juga lebih berat. Jelas sekali, tanggung jawab bagi seorang ulama, seorang mujtahid atau marji yang ditaklidi, dan seorang pemimpin adalah sangat besar, sebab ketika ia melaksanakan kewajibannya, para mukalidnya juga akan mengikutinya.
Sayangnya, banyak dari muslimin yang tidak memperhatikan tugas seperti itu. Hal ini krusial; yakni, setiap orang harus peduli dan jangan sampai mengganggu dan menghancurkan persatuan umat Islam; melalui perkataan, tulisan dan tindakan-tindakannya.
Perumpamaan persatuan Islam laksana sebuah bangunan di mana setiap individu seperti batu yang berperan sebagai benteng dan penjaga keutuhan bangunan secara keseluruhan. Setiap tindakan atau penyimpangan yang dilakukan terhadap persatuan itu sama artinya seperti memindah satu batu dari gedung itu, sehingga kemudian berakibat kehancuran pada keseluruhan struktur [bangunan] persatuan Islam tersebut.
bersambung……..
oleh Muhammad Vaiz-Zadeh Khurasani, Jurnal Bayan, vol 3, 2013