Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Pernyataan ABI: Memusuhi dan Menindas Kemanusiaan; Tabiat Rezim AS

Kemanusiaan merupakan nilai universal yang tidak mengenal identitas kesukuan, kebangsaan, kewarganegaraan, apalagi warna kulit. Siapa pun bisa menghidupkan dan mempraktikkannya; sebagaimana pula siapa pun dapat memusuhi dan menindasnya.

Kematian George Floyd, warga Minneapolis Amerika Serikat di lutut polisi setempat pada 25 Mei 2020 silam bukan hanya ulah oknum atau cerminan dari masih kentalnya prasangka rasial di sana. Tapi lebih sebagai tabiat khas sistem dan produknya berupa rezim Amerika Serikat. Ringkasnya, kekerasan sistemiklah yang mencekik mati Floyd lewat lutut seorang polisi amoral.

Realitas ini tak hanya dibuktikan dari telah berulang kali terjadinya kasus yang sama, yang menimpa kelompok tertentu, khususnya warga Afro-Amerika seperti Floyd. Tapi modus kekejaman yang sama juga dilakukan terhadap banyak bangsa dan negara di dunia. Sebut saja Palestina, Yaman, Suriah, Irak, Iran, Libanon, Libya, hingga Vietnam, Venezuela, Kuba, Bolivia, Ukraina, dan banyak lagi.

Maka, slogan “saya tidak bisa bernafas” yang digemakan para pengunjuk rasa di seluruh dunia sebagai aksi protes dan solidaritas terhadap Floyd tak lain dari suara hati dari banyak bangsa dan negara di dunia itu. Kematian Floyd karenanya mengapungkan endapan kekejian sistemik Amerika Serikat ke permukaan realitas.

Indonesia sendiri berkali-kali menjadi korban kejahatan dan arogansi rezim Amerika Serikat. Maksud menjadi “korban” di sini bukan hanya sebagai objek seperti ketika Indonesia menjadi korban persengkokolan pada tahun 1960-an untuk menggulingkan Presiden Sukarno dengan menghasut pemberontakan  yang membuahkan tragedi paling kelam dalam sejarah Indonesia merdeka.

Korban yang dimaksud juga bisa bertindak sebagai subjek. Artinya, Indonesia diam-diam dijadikan sebagai memesis (tiruan) dari kekerasan dan kekejian sistemik rezim arogan Amerika Serikat. Kecurigaan ini tentu bukan tak berdasar. Sejarah Indonesia sendiri punya catatan kurang menyenangkan sekaitan tindak diskriminasi dan keabaian negara terhadap korban kekerasan.

Di antara deretan kasus lainnya yang berlarut-larut, ketidakjelasan nasib sejumlah warga Sampang yang terpaksa hidup di pengungsian di rusun Sidoarjo, Jawa Timur, sejak 2011 silam sampai hari ini adalah contoh paling gamblang. Mereka adalah korban ujar kebencian, perlakuan diskriminatif dan kekerasan atas nama agama serta memilih taat pada pihak otoritas untuk mengungsi dari kampung halamannya. Tapi ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula, mereka justru yang harus menanggung dosa kekerasan yang dilakukan oleh pihak lain.

Benar, berbeda dengan rezim arogan Amerika Serikat, kekerasan dan sikap abai terhadap para korbannya bukanlah  tabiat sistemik bangsa dan negara Indonesia. Melainkan lebih sebagai ulah oknum atau rezim tertentu. Kendati begitu, deretan kasus diskriminasi dan pembiaran terhadap korban kekerasan menjadi pekerajaan rumah yang butuh direspon dengan segera. Sebab, semua itu sangat berhubungan dengan kewibawaan negara dan pemerintah, termasuk segenap perangkat hukumnya.

Bertolak dari seluruh fakta itu, dapat ditegaskan bahwa sistem dan rezim Amerika Serikat bersifat arogan yang karenanya menjadi musuh dan penindas kemanusiaan. Dikarenakan permusuhan dan penindasannya terhadap kemanusiaan sudah menjadi tabiat sistemiknya, maka rezim arogan Amerika Serikat niscaya akan selalu vis-à-vis dengan kemanusiaan, di mana pun dan kapan pun. Baik terhadap warga negaranya sendiri, apalagi terhadap bangsa lain, lebih-lebih terhadap bangsa dan negara yang berdiri tegak melawan arogansi dan penindasannya.

Sebagai bentuk pemenuhan kewajiban solidaritas kemanusiaan kepada seluruh korban diskriminasi dan kekerasan rezim amerika serikat, Ormas AHLULBAIT INDONESIA (ABI) menyatakan hal-hal sebagai berikut:

1. Menyampaikan rasa simpati yang mendalam dan solidaritas atas nama sesama terhadap seluruh korban kekerasan dan kejahatan rezim arogan Amerika Serikat. Baik mereka adalah warga Amerika Serikat sendiri yang sebagian besarnya kini sedang berjuang untuk menuntut keadilan. Maupun bangsa dan negara lain yang pernah dan sedang diperlakukan secara lalim oleh rezim arogan dan haus perang bernama Amerika Serikat.

2. Berharap agar pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengambil sikap yang tegas dan ikut menyuarakan solidaritas terhadap seluruh korban kejahatan rezim Amerika Serikat di mana pun berada, dan siapa pun dia.

3. Menyerukan kepada seluruh elemen bangsa, khususnya para tokoh, aktivis, dan ormas keagamaan maupun kemanusiaan, untuk terus menyuarakan protes dan menghidupkan perlawanan terhadap arogansi rezim Amerika Serikat yang sudah sejak sistemnya amat memusuhi, menista, dan menindas kemanusiaan di seluruh dunia.

Semoga semua ini menjadi momentum emas bagi pembebasan kaum tertindas di seluruh dunia sekaligus keruntuhan seluruh rezim penindas di muka bumi.Jakarta,

7 Juni 2020 M / 15 Syawal 1441 H

DEWAN PENGURUS PUSAT AHLULBAIT INDONESIA

K e t u a  U m u m

ZAHIR YAHYA

 

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *