Berita
Peristiwa Al-Ghadir 18 Dzulhijjah, Deklarasi Kepemimpinan Imam Ali oleh Rasul Saw
Peristiwa Al-Ghadir sesuai dengan keyakinan Muslim Syiah merupakan peristiwa terpenting dalam sejarah Islam. Peristiwa ini terjadi ketika Nabi Muhammad Saw kembali dari Haji Wida’ yang mengenalkan Imam Ali as sebagai wali dan khalifahnya di sebuah tempat bernama Ghadir Khum. Orang-orang yang ada hadir di tempat itu kebanyakan adalah sahabat utama dan para pembesar kaumnya. Mereka pada hari itu dan di tempat itu memberikan baiat kepada Imam Ali a.s.
Berdasarkan riwayat, Nabi Muhammad saw pada 24 atau 25 Dzulkaidah tahun ke-10 bersamaan dengan ribuan orang untuk mengadakan manasik haji bergerak dari Madinah ke arah Mekah. [1] Perjalanan Rasulullah saw ini disebut dengan nama Haji Wada, hajjatul Islam dan hajjat al-balagh. Pada bulan itu, Imam Ali a.s pergi ke Yaman untuk bertabligh, namun ketika beliau mengetahui tentang rencana perjalanan haji Nabi Muhammad saw, maka beliau bersama beberapa sahabat lainnya bergerak ke arah Mekah dan sebelum manasik haji dimulai, ia bergabung dengan Nabi Muhammad Saw. [2] Amalan haji pun selesai dan Nabi saw bersama dengan kaum Muslimin meninggalkan Mekah dan bergerak menuju Madinah.
Kaum Muslimin yang melaksanakan ibadah haji pada hari Kamis, 18 Dzulhijjah sampai di sebuah tempat bernama Ghadir Khum dan sebelum terjadi perpisahan antara penduduk Syria, Mesir dan Irak dari rombongan malaikat Jibril dari sisi Allah swt menurunkan ayat tabligh kepada Nabi Muhammad saw dan memerintahkan supaya Nabi Muhammad Saw mengenalkan wali dan wasiy setelah wafatnya diri Nabi.
Baca juga Biografi Singkat Imam Ali Amiril Mukminin a.s.
Setelah turunnya ayat ini, Nabi Saw memerintahkan karavan haji untuk berhenti dan berkata bahwa mereka yang telah sampai di depan supaya kembali dan karavan yang masih di belakang diperintahkan untuk segera bergabung dengan karavan yang telah sampai di Ghadir Khum. [3]
Nabi Muhammad Saw, setelah mengerjakan shalat Dhuhur, menyampaikan khutbah yang terkenal dengan nama Khutbah Al-Ghadir. Pada khutbah itu beliau menyampaikan:
-
“Segala puji syukur hanya bagi Allah swt dan dari-Nya aku mohon pertolongan dan aku beriman kepada-Nya dan kami memohon pertolongan dari-Nya dari bujukan hawa nafsu yang tercela…Allah swt yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui mengabarkan kepadaku bahwa aku akan segera kembali kepada-Nya, aku akan segera memenuhi panggilan-Nya… Aku akan datang terlebih dahulu di tepi telaga Kautsar kemudian kalian akan memasuki telaga itu, oleh itu, perhatikanlah setelahku, bagaimana kalian akan memperlakukan tsaqalain, tsiql akbar (al-Quran) dan tsiql yang lain (itrahku)….”
Kemudian Rasulullah mengangkat tangan Imam Ali a.s sehingga orang-orang melihatnya:
-
“Wahai manusia!Bukankah aku lebih memiliki wilayah atas kalian? Orang-orang menjawab: ‘Iya, wahai Rasulullah!’ Kemudian Nabi saw melanjutkan: ‘Allah swt adalah waliku dan Aku adalah wali kaum Mukminin dan Aku lebih memiliki wilayah (otoritas) atas diri kalian sendiri. Oleh itu, siapa saja yang menjadikan aku sebagai pempimpin (maula) maka Ali adalah pemimpin baginya.’
Rasulullah mengulangi kalimat ini sebanyak 3 kali dan bersabda:
-
“Ya Allah cintailah orang-orang yang mencintai Ali dan menjadikannya sebagai maulanya dan musuhilah orang-orang yang memusuhinya, tolonglah orang-orang yang menolongnya, tinggalkanlah orang yang meninggalkannya. Kemudian Nabi saw berkata kepada orang-orang: Wahai kalian yang hadir, sampaikan pesan ini kepada orang-orang yang gaib (tidak hadir).”
«الْیوْمَ أَکمَلْتُ لَکمْ دینَکمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَیکمْ نِعْمَتی وَ رَضیتُ لَکمُ الْإِسْلامَ دیناً» “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu.”
Ucapan Selamat kepada Imam Ali a.s
Pada saat itu, orang-orang yang hadir memberikan ucapan selamat kepada Imam Ali a.s. Sahabat-sahabat yang pertama kali memberi ucapan kepada Imam Ali as terlebih dahulu dari pada yang lainnya adalah Abu Bakar dan Umar. Umar selalu berkata kepada Imam Ali as: “Selamat atasmu, Wahai putra Abu Thalib! Anda telah menjadi maulaku dan maula setiap laki-laki dan perempuan beriman.” [4]
Nabi Muhammad Saw memerintahkan supaya kemah-kemah didirikan untuk Imam Ali as dan meminta kaum Muslimin untuk mendatangi Imam Ali as secara ramai-ramai dan mengakui Imam Ali a.s sebagai pemimpin bagi kaum Muslimin dan memberi salam kepadanya. Semua orang-orang, termasuk para istri Nabi dan para istri kaum Muslimin menjalankan perintah Nabi itu.[5]
Terkait dengan orang-orang yang hadir pada peristiwa Ghadir Khum terdapat perbedaan pendapat. Sebagian mengatakan 10 ribu orang, [6], 12 ribu orang[7], 17 ribu orang, [8] dan 70 ribu orang. [9]
Dengan memperhatikan orang-orang yang hadir pada peristiwa al-Ghadir dan penduduk Madinah pada tahun ke-10 Hijriah, demikian juga dengan memperhatikan orang-roang yang hadir di Mekah pada pelaksanaan Hajjatul Wada, maka pendapat yang mengatakan bahwa jumlah yang hadir pada peristiwa Ghadir Khum sebanyak 10 ribu orang adalah lebih bisa dipercaya. [10]
Periwayat Ghadir Khum
Hadis Ghadir dinukil dari literatur Syiah dan Sunni dan sebagian hadis seperti “Man Kuntu Maulahu Fahadza Aliyyun maula” (Barang siapa yang menjadikan Aku sebagai pemimpinnya maka Ali adalah pemimpinnya) adalah hadits mutawatir. [11] Banyak sahabat dan tabiin yang menukil hadis ini. Periwayat hadis Ghadir Khum sangat banyak, di antaranya: Ahlulbait a.s, yaitu Imam Ali a.s, Hadhrat Fatimah s.a, Imam Hasan a.s dan Imam Husain a.s. Kemudian kira-kira lebih dari 110 sahabat nabi di antaranya: Umar bin Khatab, [12] Utsman bin Affan, [13] Aisyah binti Abu Bakar, [14] Salman Farsi, [15] Abu Dzar, [16] Zubair bin Awwam, [17] Jabir bin Abdillah al-Anshari,[18]Abbas bin Abdul Muthalib, [19]Abu Hurairah[20]dan lainnya dimana semua sahabat itu hadir di telaga Al-Ghadir dan meriwayatkan hadis Al-Ghadir secara langsung.
Demikian juga para tabiin meriwayatkan hadis al-Ghadir yaitu sebanyak 83 tabiin, seperti: Asbagh bin Nubatah, [21] Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah Bani Umayyah. [22]Setelah para tabiin, di antara ulama Ahlusunnah semenjak kurun ke dua hingga kurun ke empat belas, ada sebanyak 360 orang menukil hadis Al-Ghadir, misalnya: Imam Syafi’i, [23] Imam Hanbali, [24] Ahmad bin Syua’aib Nasai, [25] Ibn Maghazali, [26] Ahmad bin Abdullah, [27] dan Ahmad bin ‘Abdur-Rabih. [28]
Di antara ulama hadis dan ulama Syiah juga terdapat tokoh-tokoh yang menuliskan hadis al-Ghadir dalam berbagai kitab-kitab mereka seperti: Syaikh Kulaini, Syaikh Shaduq, Sayid Murtadha dan lainnya. [29]Sangat banyak ulama-ulama yang menilai bahwa hadis al-Ghadir termasuk kategori hadits hasan dan sebagian lainnya lagi menilai hadis al-Ghadir sebagai hadis yang sahih. [30] Demikian juga semua ahli hadis Syiah dan sebagian ulama Sunni menilai hadis al-Ghadir sebagai hadis mutawatir.[31]
Ayat-ayat yang Turun Sehubungan dengan Peristiwa al-Ghadir
Sesuai pendapat mufasir Syiah[32] dan Sunni[33] beberapa ayat dari al-Quran yang menggambarkan tentang peristiwa Al-Ghadir turun di Haji Perpisahan.
- Ayat 3 Surah al-Maidah yang terkenal dengan nama ayat Ikmal: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu.”
- Ayat 67 Surah al-Maidah yang terkenal dengan nama ayat tabligh: “Hai rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhan-mu. Dan jika kamu tidak mengerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.”
- Ayat 1 dan 2 Surah al-Ma’arij: “Seseorang peminta telah meminta kedatangan azab, (dan azab itu) telah terjadi, untuk orang-orang kafir, (dan) tak seorang pun dapat menolaknya.”
Setelah Nabi Muhammad saw mengumumkan wilayah Imam Ali a.s kepada masyarakat, seseorang bernama Nu’man bin Harits Fihri mendekati Nabi saw dan memprotes beliau. Ia kepada Nabi saw berkata: Anda perintahkan kami untuk mengimani tauhid, menerima risalah dan melaksanakan jihad, haji, risalah, shalat dan zakat; Kami mengabulkan permintaan Anda, namun Anda belum ridha juga dengan ketaatan kami sehingga seorang pemuda Anda angkat dan engkau jadikan ia wali bagi kami. Apakah pengumuman ini berasal dari Anda ataukah dari sisi Allah swt? Ketika Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa hal itu berasal dari sisi Allah swt, dengan keadaan mengingkari ia meminta agar apabila hukum ini berasal dari sisi Allah swt, maka turunkan batu dari langit sehingga akan menimpa kepalanya. Pada saat itu juga, turunlah batu yang mengenai kepalanya dan ia meninggal seketika itu pula. [34]
Al-Ghadir dalam Tuturan Para Maksum
- Imam Ali a.s bersabda: “Wahai kaum Muslimin, Muhajirin dan Anshar! Apakah kalian tidak mendengar bahwa Rasulullah Saw pada hari Ghadir Khum tidak bersabda begini dan begitu?’ Para hadirin menjawab: ‘Iya.'” [35]
- Fatimah Zahra s.a: “Seolah-olah kalian tidak mengetahui apa-apa yang disabdakan Nabi saw pada hari Ghadir Khum? Aku bersumpah demi Tuhan pada hari itu adalah hari pengukuhan wilayah dan imamah bagi Ali a.s, sehingga akar keserakahan Anda akan lenyap.” [36]
- Imam Hasan a.s bersabda: “Kaum muslimin melihat Nabi Saw dan dari beliau mendengar bahwa ketika Nabi saw mengangkat tangan ayahku pada hari Ghadir Khum, Nabi saw berkata kepada orang-orang: “Seseorang yang menganggap aku sebagai maula dan pemimpinnya, maka Ali adalah maula dan pemimpin baginya.” [37]
- Imam Husain a.s bersabda, “Rasulullah Saw mengajarkan semua adab-adab baik kepada Ali a.s, dan ketika Ali sudah kuat dan kokoh, maka tanggung jawab wilayah dilimpahkan kepadanya dan pada hari Ghadir bersabda siapa saja yang menganggap aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maula dan pemimpinnya.” [38]
- Imam Ridha a.s bersabda: “Hari Ghadir adalah hari yang paling masyhur di antara ahli langit dari pada ahli bumi….Apabila manusia mengetahui pentingnya hari ini, tak diragukan lagi bahwa para malaikat akan bersalam-salaman setiap hari dengan mereka sebanyak 10 kali.” [39]
- Rasulullah Saw bersabda: Hari raya Ghadir adalah hari terbaik umatku dan hari itu adalah hari ketika Allah swt memerintahkan bahwa pada hari itu, saudaraku, Ali bin Abi Thalib a.s diangkat sebagai pemegang panji umatku, sehingga setelahku, masyarakat akan terhidayahi dengan perantaranya dan hari itu adalah hari ketika disempurnakan nikmatnya dan agama Islam sebagai agama yang diridhai bagi mereka. [40]
- Imam Shadiq a.s: Hari Ghadir Khum adalah hari raya besar bagi Allah swt, Allah swt tidak mengutus Nabinya kecuali pada hari ini dijadikan hari raya, kebesarannya telah diakui dan diketahui, nama hari ini di langit adalah hari perjanjian, dan di bumi hari perjanjian dan kehadiran bagi semuanya. [41]
Source: wikishia
Catatan Kaki
- Thabarsi, Ihtijāj, jld. 1, hlm. 56; Mufid, hlm. 91;
- Halabi, jld. 3, hlm. 308.
- Halabi, jld. 3, hlm. 318 dan 319; Mufid, hlm. 92.
- Nasai, hlm. 25
- Ahmad Hanbal, jld. 4, hlm. 281, Mufid, hlm. 94.
- Mufid, jld. 1, hlm. 176; Qumi, jld. 1, hlm. 268; Amini, jld. 1, hlm. 9-30.
- ‘Ayāshi, jld. 1, hlm. 332.
- ‘Ayāsyi, jld. 1, hlm. 329.
- Sya’iri, hlm. 10.
- Thabarsi, Ihtijaj, hlm. 56.
- Sayid Jalal Imam, Maqalah Barrasi Te’dad Jam’iyat Hadir dar Ghadir.
- Muthahhari, hlm. 113-114.
- Muhib Thabari, jld. 2, hlm. 161.
- Ibnu Maghazali, hlm. 27.
- Ibnu Uqdah, hlm. 152.
- Hamuini Juwani, jld. 1, hlm. 315.
- Hamuini Huwani, jld. 1, hlm. 315.
- Ibnu Maghazai, hlm. 37.
- Mutaqi Hindi, jld. 6, hlm. 398.
- Jazri Syafi’i, hlm. 3 dan 48.
- Mutaqi Hindi, jld. 6, hlm. 154.
- Ibnu Atsir, jld. 3, hlm. 307.
- Abu Na’im jldBaihaqi, jld. 1, hlm. 337.
- Ahmad, jld. 1, hlm. 84, 118 dan 331.
- Nasai, jld. 5, hlm.
- Ibnu Maghazali, hlm. 16.
- Ahmad bin Abdullah, hlm. 67 dan 87.
- Ahmad bin Abduriyah, jld. 2, hlm. 275.
- Amini, jld. 1, hlm. 14 dst.
- Turmudzi, jld. 5, bab 20.
- Ibnu Katsir, jld. 5, hlm. 233; Thusi, Talkhish al-Shāfi, jld. 12, hlm. 168.
- Thusi, Al-Tebyān, jld. 3, hlm. 436 dan 578; Thabarsi, Majma’ al-Bayan, jld. 3 hlm. 274 dan 380; Thabathabai, jld. 5, hlm. 193-194.
- Wahidi Neisyaburi, hlm. 126; Hakim Huskani, jld. 1, hlm. 200 dan 249.
- Thabarsi, jld. 10, hlm. 530; Qurthubi, jld. 19, hlm. 278; Tsa’labi, jld. 10, hlm. 35.
- Shaduq, Khishāl, hlm. 505.
- Thabarsi, Ihtijāj, jld. 1, hlm. 80.
- Shaduq, Amāli, jld. 2, hlm. 171.
- Rei Syahri, jld. 2, hlm. 232.
- Thusi, Tahdzib al-Ahkām, jld. 6, hlm. 24.
- Shaduq, Amali, hlm. 125.
- Hur Amili, jld. 5, hlm. 224.