Berita
Pergeseran Ushuluddin Menjadi Ushulul Mazhab
Kondisi Indonesia yang heterogen menuntut pemahaman Islam yang utuh dan pemahaman yang saling terkait antara Kalam, Teologi, Akidah serta Antropologi atau kemasyarakatan. Begitu juga dengan Ushul Fikih dan Filsafat yang juga tidak bisa dipisahkan dan harus saling terkait antara satu dengan yang lainnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. DR. M. Amin Abdullah, Guru Besar Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada Jumat (19/9) dalam Kuliah Umum di Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) SADRA, Jakarta Selatan. Kuliah Umum dengan judul “Merajut Paradigma Filsafat Islam Keindonesiaan” dihadiri oleh para dosen dan mahasiswa STFI SADRA.
Dalam kuliah tersebut Amin mengungkapkan rasa kekhawatirannya terhadap para dosen termasuk juga dosen Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) serta mahasiswa yang saat ini sulit untuk membedakan antara Ushuluddin dan Ushulul Mazhab.
“Jangan-jangan yang diajarkan sekarang itu adalah Ushulul Mazhab, bukan Ushuluddin,” kata Amin.
Bila ternyata yang diajarkan oleh para dosen PTAI saat ini adalah Ushulul Mazhab maka yang akan terjadi adalah fanatisme buta yang pada akhirnya akan mengakibatkan bentrokan antar masyarakat. Jika hal itu sampai terjadi maka menurut Amin, akan sulit untuk membangun karakter bangsa. Pada akhirnya juga akan melahirkan generasi yang Mazhabiah, Toifiyah dan Hizbiyah.
“Ngapain capek-capek, ngapain kuliah 5 tahun kalau mahasiswanya nanti lulus jadi Mazhabiah, Toifiyah dan Hizbiyah,” tegas Amin.
‘
Yang diperlukan oleh Indonesia saat ini menurut Amin adalah penguasaan ilmu yang saling terhubung dalam Islam, antara Kalam, Teologi, Akidah dan Antropologi, begitupun halnya dengan Ushul Fikih dan Filsafat, jika hal itu terjadi bukan tidak mungkin Filsafat Islam Keindonesiaan akan terwujud berbarengan juga dengan terwujudnya Islam toleran rahmatan lil ‘alamin. (Lutfi/Yudhi)