Berita
Perempuan Dalam Cengkeraman Budaya Patriarki
Perempuan adalah ibu kemanusiaan. Ia memiliki kedudukan yang mulia dan terhormat sebagaimana kaum laki-laki. Tetapi dalam sejarah panjang kebudayaan manusia, hingga saat ini masih banyak yang tidak memosisikan perempuan sebagaimana mestinya.
Itulah yang dipaparkan oleh dua pembicara, Dr. Neng Dara Affiah, M. Si, dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Dewi Candraningrum, Pimred Jurnal Perempuan dalam diskusi bulanan Jaringan Islam Liberal Rabu (29/10) yang mengusung tema Feminisasi Atas Gerakan-Gerakan Islam Perempuan Progresif di Indonesia.
Dewi, dalam pemaparannya menyebutkan bahwa di zaman modernitas ini perempuan masih terpinggirkan dan dianggap hanya sebagai objek dan figur pelengkap. Secara kuantitas, Dewi menyebutkan bahwa ¾ perempuan di Indonesia masih miskin, angka drop out pun tinggi, mencapai 12%, lulusan sarjana dan doktor lebih kecil lagi. Begitu pun pejabat eselon tertinggi perempuan masih kurang dari 3%.
“Semaju-majunya perempuan, seprofesor-profesornya perempuan, perempuan tetap saja terpinggir,” ujar Dewi. “Masyarakat masih tak utuh menerima perempuan,” keluh Dewi.
Narasi Patriarki Dalam Penafsiran Agama
Keluhan Dewi diamini oleh Neng Dara. Ia menyebutkan bahwa meski ia aktif dalam lembaga-lembaga NU, bahkan mewarisi posisi ayahnya sebagai pengurus pesantren, karena ia perempuan, suaranya kurang didengarkan.
“Bagi saya, Islam itu gue banget,” tutur Neng Dara. “Tapi dunia agama yang saya jalani ini narasinya terasa sangat patriarki banget. Hanya karena saya perempuan, suara saya kurang didengarkan. Padahal di tengah narasi besar ini, saya sebagai perempuan juga ingin ikut andil dan mendapatkan tempat beramal untuk Islam.”
Senada dengan Dewi, Neng Dara menyebutkan bahwa wanita mestinya diposisikan sebagai subjek, bukan sekadar objek atau pelengkap semata. Dalam Al-Qur’an sendiri jelas disebutkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari sumber yang sama, dari nafsun wahidah.
Neng Dara memandang patriarki dalam agama ini disebabkan karena sumber pengetahuan agama itu dinarasikan dan diartikulasikan oleh kaum lelaki. Padahal, menurut Neng Dara dalam Islam sendiri, tak sedikit tokoh perempuan yang layak menjadi teladan.
“Kita punya figur perempuan seperti Khadijah dan Aisyah yang bagi saya pribadi merupakan figur inspiratif,” ujar Neng Dara. “Nabi Muhammad tak akan punya topangan yang kuat dalam dakwah kalau tidak ada Khadijah yang firm ekonominya. Begitu juga Aisyah, misalnya. Sebagian besar hadis kan diriwayatkan darinya. Artinya apa? Dia punya daya ingat dan pengalaman intelektual yang tajam.”
Secara khusus, Neng Dara juga menyontohkan bagaimana sosok Fatimah az-Zahra, menjadi tauladan seluruh Muslimah. “Fatimah sangat terkenal akan keanggunan spiritual dan pengetahuannya dalam agama. Nabi Muhammad Saw juga membalik kultur yang di zaman itu punya anak perempuan dianggap memalukan, malah Nabi Muhammad sangat bangga dan mencintai putrinya,” terang Neng Dara.
“Jadi menurut saya tak usah jauh-jauh mencari figur-figur di luar Islam. Kita sendiri punya banyak tokoh perempuan yang layak diteladani,” pungkas Neng Dara. (Muhammad/Yudhi)