Berita
Peran Jurnalisme Presisi Mengawal Negara
Jumat (20/03/2015), Kompas sebagai salah satu grup media yang telah berdiri sejak 28 Juni 1965 mengadakan even Kompas Kampus di Surabaya, bertempat di Aula Convention Center Universitas Airlangga setelah sebelumnya sukses menghelat kegiatan serupa di Yogyakarta.
Acara yang dilangsungkan hingga hari Sabtu ini terdiri dari beberapa agenda kegiatan seperti audisi anchor news hunt, workshop radio, workshop jurnalistik Harian Kompas, dan tidak lupa hiburan andalan yakni penampilan Stand Up Comedy Seru (SUPER) oleh alumni kontestan Stand Up Comedy Indonesia seperti Akbar, Fico, Hifdzi, Dzawin serta masih banyak lagi.
Salah satu kegiatan menarik adalah sesi workshop jurnalistik selama lebih kurang 40 menit yang disampaikan oleh Runik Sri Astuti, salah satu wartawan muda Harian Kompas biro Surabaya. Dimulai pukul 14.00 WIB tepat, alumni jurusan ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang ini membuka materi dengan bertanya kepada audiens yang mayoritas mahasiswa, “Siapa yang bercita-cita menjadi wartawan?” Ketika tak ada satupun mahasiswa mengacungkan jari, Runik bisa memakluminya. “Itu wajar. Dibanding profesi lain seperti dokter, menjadi wartawan masih dipandang miring oleh masyarakat,” ujarnya. Salah satu faktornya adalah ketika hingar bingar Pemilu 2014 silam, banyak grup media lain yang terseret arus politik sehingga pemberitaannya condong memihak salah satu calon presiden.
Apalagi di era digital seperti sekarang, media cenderung mendramatisasi sebuah kejadian lewat judul yang “wah” sebagai strategi marketing belaka. Akibatnya, masyarakat mulai meragukan kualitas media dan profesi wartawan.
Untuk meminimalisasi citra negatif tersebut, Kompas yang masih eksis di usia kelima puluh konsisten menerapkan asas jurnalisme presisi. Arti asas ini adalah seorang wartawan dituntut tidak hanya mampu mengabarkan peristiwa secara cepat, tetapi juga mampu memberikan pemaknaan atas liputannya berdasarkan fakta lapangan dan data sekunder untuk menghasilkan berita berkualitas.
“Selain itu dengan menerapkan jurnalisme presisi, wartawan sejatinya turut berperan sebagai agen pembangunan sekaligus pengawal perubahan bagi negara,” tambahnya.
Sebab wartawan yang bekerja menurut jurnalisme presisi bukan sekedar menginformasikan situasi terkini negara, melainkan ikut melakukan pengawasan terhadap berbagai kebijakan pemerintah seperti meliput 100 hari program kerja Joko Widodo. Akan menjadi nilai plus jika wartawan mampu menyumbangkan solusi atas problema negara lewat guratan penanya.
“Misalkan, di surat kabar cetak kita menyediakan rubrik khusus bertajuk Analisis sebagai wadah bagi rekan-rekan jurnalis dalam menuangkan idenya atas suatu permasalahan yang sedang hangat dibicarakan. Ini juga dimaksudkan untuk memperkaya perspektif pembaca terutama rekan-rekan mahasiswa selaku elemen akademisi di masyarakat,” imbuh Runik. (Fikri/Yudhi)