Berita
Peran Abu Fadhl Abbas di Peristiwa Asyura
Pembawa Air
Pada 7 Muharram, ketika Ubaidillah memerintahkan kepada Umar bin Sa’ad untuk mempersempit ruang gerak pasukan Imam Husain as dan tidak memberikan air Sungai Eufrat kepada pasukannya, Imam Husain as memanggil Hadhrat Abu Fadhil dan menyertakan 30 personel penunggang kuda dan 20 personel berjalan kaki bersamanya untuk memenuhi kantong air dan kemudian untuk membawanya ke perkemahan. Hadhrat Abbas dengan pertolongan pasukan yang menyertainya mampu menembus kepungan musuh dan membawa air ke perkemahan. [1]
Pada hari Asyura, Hadhrat Abbas atas perintah Imam Husain as juga pergi ke bibir sungai Eufrat untuk mendapatkan air, namun setelah ia memenuhi kantong airnya, dalam perjalanan pulang menuju kemah, pasukan musuh memanah kantong air itu dan memanah Abul Fadhl Abbas as sehingga ia pun mencapai syahadah.
Utusan Sang Imam
Malam Asyura atau Tasu’a Umar bin Sa’ad berdiri dihadapan pasukannya dan berteriak lantang: “Hai tentara-tentara Tuhan! Naiklah ke kuda-kuda kalian dan dapatkan kabar gembira dari surga. Demi mendengar seruan musuh, Imam Husain as meminta Abbas untuk berusaha semaksimal bernegosiasi dengan pihak musuh supaya pihak musuh menunda penyerangan sampai besok harinya. Hadhrat Abbas as pergi ke kemah musuh dan berhasil menunda waktu peperangan. [2]
Pelindung Perkemahan
Pada malam Asyura, Hadhrat Abbas as bertanggung jawab untuk menjaga perkemahan. Meskipun pihak musuh menunda waktu penyerangan, namun demi kehati-hatiannya, ia tetap sibuk menjaga di sekitar perkemahan. Kemudian Zuhair bin Qain mendekatinya. [3]Lalu ia menjelaskan peristiwa peminangan Imam Ali as kepada Ummul Banin dan mengingatkan kembali motivasi Imam Ali as tentang pernikahan dengannya.
Kemudian Zuhair berkata, “Wahai Abbas! Ayahmu menginginkanmu untuk menghadapi hari-hari seperti ini, jangan sampai kurang bersungguh-sungguh dalam menolong saudaramu!. Hadhrat Abbas marah mendengar kata-kata ini, kemudian berkata, “Zuhair! Dengan perkataan ini, kau justru membangkitkan keberanian kepadaku. Sungguh Aku bersumpah demi Tuhan, sampai nyawa menjemputku, Aku tidak akan melepas saudaraku dalam menolongnya dan Aku tidak akan menganggap sepele dalam mendukungnya. Besok, Aku akan menunjukkan kepadamu di mana selama hidupmu tidak pernah kamu saksikan yang seperti itu.”[4]
Pembawa Panji Karbala
Pada pagi hari Asyura, ketika Imam Husain as menyelesaikan shalat dan munajatnya, pasukan musuh mengenakan perlengkapan perangnya dan mengumumkan perang. Imam Husain as menyiapkan anak buahnya untuk mempertahankan pasukannya. Laskar Imam Husain a.s terdiri dari 32 personel berkuda dan 40 personel dengan berjalan kaki. Imam Imam Husain as memerintahkan Zuhair bin Qain untuk memegang komando pasukan sebelah kanan, dan Habib bin Mazhahir, pasukan sebelah kiri. Sementara panji perang berada di tangan saudaranya, Abbas. [5]
Berhasil Menerobos Kepungan Musuh
Pada awal-awal peperangan, 4 orang dari pasukan Imam Husain a.s: Amr bin Khalid Sahidawi, Jabir bin Harits Salmani, Majma’ bin Abdullah ‘Aidi dan Sa’ad, budak Amr bin Khalid melakukan penyerangan bersama terhadap titik penting pasukan Kufah. Pihak musuh memutuskan untuk mengepung pasukan Imam Husain a.s. Pengepungan pun telah ditutup sedemikian sehingga tidak ada lagi hubungan antara mereka dengan pasukan Imam Husain as. Pada saat itu, Hadhrat Abul Fadhil Abbas dengan melihat bahwa mereka berada dalam keadaan bahaya pergi ke tempat pengepungan itu seorang diri dan berhasil menjebol benteng pertahanan lawan dan 4 orang itu dapat diselamatkan. [6]
Menggali Sumur untuk Memperoleh Air
Pada tengah hari, ketika anak-anak dan para wanita, juga prajurit-prajurit Imam Husain a.s tercekik rasa kehausan yang amat sangat, Imam Husain as memberi instruksi kepada Abul Fadhil Abbas untuk menggali sumur, karena bumi Karbala berada di tepi sungai sehingga hal ini memungkinkan akan adanya air jika digali.
Abbas as tengah sibuk melakukan penggalian sumur. Setelah beberapa lama menggali, ia berputus asa memperoleh air keluar dari perut bumi. Ia kembali menggali dari titik yang lain, namun air tidak juga keluar dari sumur yang kedua itu.[7]
Mengirim Saudara-Saudaranya untuk Terlebih Dahulu ke Medan Perang
Ketika Abu Fadhil as melihat jasad para syahid Bani Hasyim dan syuhada lainnya, ia memanggil saudaranya, Abdullah, Ja’far dan Utsman dan berucap kepada mereka, “Wahai Anak-anak ibuku! Aku harus menyaksikan bahwa kalian telah berkorban terlebih dahulu di jalan Tuhan. Mereka pun bergerak menuju medan perang dan setelah beberapa lama berperang dengan musuh, mereka syahid dihadapan Hadhrat Abbas.”[8]
Pertarungan Gagah Berani
Abbas berperang dan berhadap-hadapan dengan tiga jawara musuh. Orang yang pertama dari mereka adalah Marid bin Shudaif, ketika Marid berada di medan peperangan, ia menyerang Abbas as dengan tombak. Baginda Abbas menampik dengan tangkas tombak itu dan mengeluarkan tombaknya kemudian menikamkannya hingga ia terkapar. [9]
Jawara yang kedua adalah Shafwan bin Abthah yang mempunyai keahlian dalam bidang melemparkan batu dan tombak. Ia terluka setelah beberapa saat berhadap-hadapan dengan Baginda Abbas, namun ia diampuni oleh Abbas as dan diberi kesempatan kedua kalinya untuk hidup. Sedangkan jawara yang ketiga adalah Abdullah bin Uqbah Ghanawi. Abbas as mengenal ayah Abdullah. Oleh itu, supaya tidak terbunuh, Abbas as berkata kepadanya, “Kamu tidak tahu bahwa dalam perang ini kamu akan berhadap-hadapan denganku. Karena kebaikan yang dilakukan ayahku kepada ayahmu, urungkan perlawananmu terhadapku dan kembalilah.” Namun Abdullah menolak. Tidak lama kemudian ia kalah dan lari dari medan peperangan. [10]
Mereguk Cawan Syahadah
Ahli sejarah menuliskan beberapa riwayat yang berbeda terkait dengan syahidnya Abul Fadhil Abbas as. Kharazmi berkata: “Ia pergi ke medan perang sambil meneriakkan yel-yel tentang peperangan, ia berperang melawan musuh. Setelah melukai dan membunuh sejumlah musuh, akhirnya ia gugur syahid. Kemudian Imam Husain datang menghampirinya dan berucap, “Kini tulang punggungku telah patah, daya upayaku sudah menyurut.” [11] Ibnu Nama dan Ibnu Thawus menjelaskan, karena Imam Husain as didera oleh rasa haus yang mencekik, Imam Husain as bersama saudaranya Abbas pergi ke tepi sungai Eufrat, namun pihak musuh memutus hubungan mereka sehingga Baginda Abbas gugur sebagai syahid. [13]
Ibnu Syahr Asyub berkenaan dengan kesyahidan Abu Fadhil Abbas as berkata, “Abbas, pembawa air, Purnama Bani Hasyim, pembawa panji Karbala yang merupakan anak terbesar dari saudara-saudaranya, pergi keluar dari medan peperangan demi mendapatkan air kemudian musuh menyerangnya. Tak lama setelah itu ia terlihat sangat lemah. Pada saat itu Hakim bin Thufail al-Thai al-Sinbisi yang saat itu berada di belakang pohon menyerangnya dan memukulnya hingga mengenai tangan kanannya. Tak lama setelah itu, pukulan itu pun mengenai tangan kirinya. [14]
Ketika itu, Abbas bersenandung pelan: “Wahai jiwa janganlah takut kepada orang-orang kafir dan berikan kabar gembira akan rahmat Tuhan yang Maha besar dan kebersamaannya dengan Nabi Muhammad saw. Mereka dengan zalim telah memotong tangan kiriku. Tuhanku akan melemparkan mereka ke api neraka yang menyala-nyala.” Kemudian orang yang terlaknat itu mengayunkan pedang secara vertikal ke arah kepala Hadhrat Abbas as sehingga ia syahid.[15]
Abbas adalah syahid terakhir dari pengikut setia Imam Husain a.s [15] Usia Abbas ketika ia syahid kira-kira 34 tahun. [16]
Source: wikishia.net
Catatan kaki
- Tārikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 412; Tadzkirah al-Khawwāsh, 152; A’yān al-Syiah, jld. 7, hlm. 430; Abul Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibin, hlm. 78; Ibn A’tsam, Al-Futuh, jld. 5, hlm. 92.
- Al-Irsyād, hlm. 335; Ibn Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thālib, jld. 4, hlm. 98; Bihār al-Anwār, jld. 44, hlm. 391; Thabarsi, I’lām al-Warā, jld. 1, hlm. 454 dan 455; Tārikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 416; A’yān al-Syiah, jld. 7, hlm. 430.
- Bahrul ‘Ulum, Maqtal al-Husain as, hlm. 314; Ma’āli al-Sibthain, jld. 1, hlm. 443.
- Bahrul ‘Ulum, Maqtal al-Husain As, hlm. 314; Kibrit al-Ahmar, hlm. 386, Bathal al-‘Alqami, jld. 1, hlm. 97.
- Syaikh Mufid, Al-Irsyād, hlm. 338; Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 45, hlm. 4; Tadzkirah al-Khawwāsh, jld. 2, hlm. 161; Thabarsi, I’lām al-Warā, jld. 1, hlm. 457; Al-Akhbār al-Thiwāl, hlm. 25.
- Tārikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 446; Al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 3, hlm. 293; A’yān al-Syiah, jld. 7, hlm. 430, Ma’āli as-Sibthain, jld. 1, hlm. 443.
- Yanābi’ al-Mawaddah, jld. 2, hlm. 340; Maqtal Abi Mikhnaf, hlm. 57; Bathal al-‘Alqami, jld. 2, hlm. 357.
- Majlisi, Bihār al-Anwār, jld. 45, hlm. 38; Abu al-Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibin, hlm. 54; Thabarsi, I’lām al-Warā, jld. 1, hlm. 66; Mufid, Al-Irsyād, hlm. 348.
- Kibrit al-Ahmar, hlm. 387.
- Kibrit al-Ahmar, hlm. 387.
- Al-Kharazmi, Maqtal al-Husain As, jld. 2, hlm. 34; Hadetseh Karbala dar Maqtal Muqarram, hlm. 287.
- Sayid bin Thawus, Luhuf, hlm. 117-118; Hilli, Matsir al-Ahzān, hlm. 257.
- Muqarram, Hadetseh Karbala dar Maqtal Muqarram, hlm. 262.
- Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thalib, jld. 4, hlm. 108.
- Abu Mikhnaf, Maqtal Abi Mikhnaf, hlm. 180; Abul Faraj al-Isfahani, Maqatil Al-Thalibin, hlm. 89.
- Ibnu ‘Anbah, ‘Umdah al-Thālib fi Ansāb Ali Abi Thālib as, hlm. 280; Thabarsi, I’lām al-Warā bi al’A’lām al-Hudā, jld. 1, hlm. 395.