Ikuti Kami Di Medsos

Akidah

Pentingnya Kehadiran Seorang Imam Maksum [bag 2]

Oleh karena itu, berangkat dari uraian sebelumnya, hadis-hadis Nabi saw menjadi hujah dan sumber otentik ajaran Islam. Tetapi, kondisi sulit yang dialami oleh beliau, seperti pada tahun-tahun pemboikotan di lembah Syiib Abi Thalib, dan peperangan melawan musuh-musuh Islam selama 10 tahun, semua itu tidak memberikan kesempatan sama sekali kepada Nabi saw untuk menjelaskan semua hukum dan syariat Islam kepada seluruh umat. Bahkan sebagian hukum Islam yang telah dipelajari oleh sahabat-sahabat beliau pun tidak terjamin kemurniannya. Contoh yang paling mudah, yaitu masalah wudu. Para sahabat berbeda pendapat tentang bagaimana tata cara Rasul saw melakukan wudu yang benar, padahal beliau telah mempraktikkan wudu di hadapan mereka selama bertahun-tahun. Tampak bagaimana masalah sesederhana wudu di atas tadi diperdebatkan oleh mereka, padahal masalah ini diperlukan oleh seluruh kaum muslim untuk diamalkan setiap hari.

Lebih dari itu dapat dikatakan, bahwa mereka itu tidak punya motif tertentu untuk menyelewengkan masalah ini. Terlebih lagi pada masalah-masalah lainnya yang praktiknya tidak dilakukan setiap hari oleh Nabi saw, dan tidak setiap hari pula mereka saksikan, baik dalam masalah sosial, politik, ekonomi, ibadah, muamalah dan lain sebagainya. Jadi, pada masalah-masalah yang lebih detail dan rumit sangat mungkin terjadi kekeliruan dalam penukilan, dan bisa jadi terdapat perubahan dan penyimpangan yang disengaja, khususnya dalam hukum dan ajaran yang tidak sejalan dengan selera dan hawa nafsu sebagian orang, atau berlawanan dengan kepentingan dan ambisi pribadi mereka.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa agama Islam hanya dapat ditawarkan sebagai agama yang sempurna yang dapat memenuhi semua kebutuhan umat manusia sampai akhir masa kehidupan dunia ini, apabila terdapat jalan yang terbuka lebar untuk memenuhi segala kebutuhan umat manusia di dalam agama itu sendiri, yaitu berbagai persoalan yang mengancam kehancuran mereka setelah wafat Rasul saw.

Baca juga Analisis atas Beberapa Faktor Penyimpangan dalam Agama

Peluang untuk menjelaskan dan mempraktikkan ajaran Islam yang murni, yang dapat memenuhi segala kebutuhan umat, tidak akan terwujud kecuali dengan cara menentukan khalifah Rasul saw yang saleh dan bersih lagi jujur. Dialah khalifah yang memiliki ilmu laduni dari Allah Swt, yang mampu menjelaskan semua syariat Islam dari seluruh dimensi dan keistimewaannya. Dialah khalifah yang ilmu dan ketakwaannya dapat mengangkatnya ke tingkat kemaksuman, sehingga dia tidak terpengaruh oleh hawa nafsu, dan tidak melakukan penyimpangan atas syariat Islam, serta mampu menjalankan peran Nabi saw dalam mendidik umat, menuntun dan membimbing orang-orang yang mempunyai potensi dan kemauan yang tinggi untuk mencapai kesempurnaan insani. Dialah khalifah yang mampu menjalankan roda pemerintahan Islam dengan baik dan jujur, melaksanakan syariat Islam di bidang sosial, politik, ekonomi, militer, serta mampu menyebarkan kebenaran dan meratakan keadilan ke seluruh dunia.

Pendek kata, berakhirnya kenabian itu hanya akan sesuai dengan hikmah Ilahiah jika dibarengi dengan penunjukan Imam maksum; yang memiliki segala kriteria yang dimiliki oleh Nabi saw, tentunya selain kenabian dan kerasulan.

Dengan begitu, jelaslah betapa pentingnya kehadiran seorang imam di tengah-tengah umat, betapa pentingnya ilmu laduni dari Allah Swt bagi seorang imam, dan betapa pentingnya pengangkatan imam oleh-Nya. Karena, hanya Dia-lah yang dapat mengetahui hamba-hamba-Nya yang pantas diberi ilmu dan kemaksuman sesuai dengan usaha mereka. Pada dasarnya, hanya Dia-lah yang memiliki hak wilayah (kedaulatan) dan penentuan atas hamba-hamba-Nya Itu, Dia pun dapat memberikan hak wilayah ini kepada orang-orang tertentu yang telah memenuhi kriteria-kriteria khusus.

Perlu kami tegaskan di sini, bahwa Ahlusunnah tidak menetapkan syarat dan kriteria apa pun bagi seorang khalifah. Artinya, seorang khalifah tidak harus ditentukan dan ditunjuk oleh Allah Swt dan Rasul-Nya, tidak perlu kepada ilmu laduni dari-Nya, juga tidak perlu menjadi maksum dari segala kesalahan, dosa dan maksiat.

Maka itu, jika seorang khalifah itu melakukan kesalahan, berbuat maksiat, itu tidak akan menggugurkan kekhalifahannya. Karenanya, tidak mengherankan bila ulama mazhab ini menukil dan mencatat di dalam kitab-kitab mereka berbagai macam kesalahan dan kelemahan para khalifah dalam menghadapi berbagai macam persoalan agama yang dikeluhkan oleh masyarakat.

Dikutip dari buku Ayatullah Taqi Misbah Yazdi, Merancang Piramida Keyakinan

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *