Berita
Pengaruh Historis Persia Pada Islam Di Asia Tenggara [6]
Imam Khomeini mengenai Kesatuan Syiah-Sunni
Revolusi Islam 1979 adalah suatu peristiwa penting dalam sejarah kebangkitan kembali Islam di dunia Muslim yang pada waktu itu bergelut dengan dampak rezim-rezim politis otoriter sekuler, model pendidikan Barat dan dampaknya pada pengetahuan, pemikiran dan kebudayaan, Perang Dingin global dan pengaruh kapitalisme, dan komunisme sebagai ideologi politis. Masa itu adalah periode ketika gerakan Islam di Iran dipimpin oleh Imam Khomeini, Syariati, dan yang lainnya sedang berjuang melawan kediktatoran otoriter Shah Iran yang pro-Amerika.
Di Pakistan, Maududi dari Jamaat-e Islam, di Mesir Hasan al-Banna, Sayyid Qutb, dan para pemimpin Ikhwan al-Muslimin; di Malaysia PAS, ABIM yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim; di Indonesia Muhamadiyah, Nahdlatul Ulama dan sarjana dan aktivis Islam non-partisan Nurcholish Madjid dan orang-orang lain; di Tunisia Rachid al-Ghannoushi. Mereka semua giat menentang rezim-rezim sekuler otoriter yang dipimpin Zulfi qar Ali Bhutto, Anwar Sadat, Suharto dan Ben Ali, dengan menegaskan identitas Islam negeri-negeri mereka. Mereka memberi tekanan pada penghargaan atas martabat manusia, demokrasi politis, penghilangan korupsi, kebutuhan akan kesejahteraan sosial-ekonomi bagi seksi masyarakat yang miskin dan penambahan dimensi epistemologis Islam (bukan hanya teologis) kepada pengetahuan, kepada proses pendidikan.
Mereka juga menyerukan kesatuan Sunni-Syiah. Keberhasilan Revolusi Islam di Iran adalah dorongan besar bagi semangat juang Muslim yang pada era itu berada di titik nadir. Revolusi itu disambut umat Muslim diseluruh dunia, dampaknya berupa desekularisasi politik, proyek Islamisasi pengetahuan, ekonomi, perbankan, kesejahteraan sosial dan feminisme Muslim (kemunculan hijab/cadar), dan sebagainya, memunculkan ketakutan akan ketakamanan dan hilangnya kekuasaan global di kalangan adikuasa seperti AS, Rusia, dan rezim-rezim tak demokratis di Dunia Ketiga.
Di tengah-tengah hal ini, Imam Khomeini menyerukan pembangunan kesatuan Syiah-Sunni. Dalam pesannya kepada jemaah Haji pada 1980, yang masih valid bagi kita pada abad ke-21, Imam Khomeini menyerukan:
- Kesatuan persaudaraan Muslim berdasarkan kepercayaan bersama pada tauhid—kepercayaan religius fundamental yang dianut oleh semua Muslim.
- Muslim perlu menyadari rencana-rencana musuh untuk menyemaikan perselisihan di kalangan Muslim
- Kewaspadaan Muslim terhadap program-program nasionalisme di dalam negeri-negeri Muslim yang bertujuan menciptakana
permusuhan di antara umat Muslim berdasarkan identitas nasional dan etnis. - Perlu sadar akan rencana-rencana jahat yang menciptakan perselisihan di antara kaum Sunni dan Syiah, ketika faktanya bahwa mereka sama-sama percaya pada Allah yang sama, nabi yang sama,dan Alquran yang sama.
Dalam konteks ini, Imam Khomeini berkata: Saudara Sunni kita di dunia Muslim harus mengetahui bahwa agen-agen adikuasa yang sangat jahat tidak menginginkan kesejahteraan Islam dan Muslim. Umat Muslim harus menjauhkan diri dari mereka, dan jangan mengacuhkan propaganda mereka yang pasti. Saya merentangkan tangan persaudaraan kepada semua orang Muslim di dunia yang bersungguh-sungguh dan meminta mereka menganggap kaum Syiah sebagai saudara yang dihargai dan dengan demikian menggagalkan rencana-renacana jahat pihak asing.
Sayangnya, ketidakwaspadaan kaum Muslim, ketidaktahuan atau misinformasi tentang hal-hal di atas menghasilkan masalah-masalah tragis buat kaum Muslim yang mengakibatkan pelemahan dan pemisahan ummah oleh kekuatan-kekuatan terorisme dari dalam dan dari luar. Sekarang waktunya untuk menanggapinya secara dinamis.
Dalam membangun taqrib, Imam Khomeini berkata: Hari ini, perdamaian dunia sedemikian rupa sehingga semua negeri berada di bawah pengaruh politis para adikuasa; mereka menjalankan melakukan pengendalian di mana-mana dan mempunyai rencana untuk mengalahkan setiap kelompok. Yang paling penting dari rencana-rencana ini adalah menabur perselisihan di kalangan saudara. Umat Muslim harus bangun, Muslim harus waspada bahwa jika terjadi percekcokan di kalangan saudara Sunni dan Syiah, itu berbahaya bagi kita semua, berbahaya bagi semua Muslim. Orang-orang yang ingin menabur percekcokan bukan Sunni juga bukan Syiah, mereka adalah agen-agen adikuasa dan bekerja untuk mereka.
Orang-orang yang berusaha menyebabkan percekcokan di kalangan saudara Sunni dan Syiah adalah orang-orang yang berkonspirasi untuk musuh-musuh Islam dan ingin musuh-musuh Islam menang atas umat Islam. Mereka adalah para pendukung Amerika dan sebagian adalah pendukung Uni Soviet. Saya berharap dengan mempertimbangkan ajaran Islam ini—bahwa semua Muslim bersaudara—semua negeri Islami akan menang melawan adikuasa dan berhasil dalam mewujudkan semua syariat Islam. Umat Muslim bersaudara dan tidak akan dipisahkan oleh propaganda-palsu yang disponsori oleh unsur-unsur yang korup. Sumber masalah ini—bahwa Syiah harus berada di sisi yang satu dan Sunni di sisi yang lain—di satu sisi adalah ketidaktahuan dan di sisi lain adalah propaganda pihak asing.
Jika persaudaraan Islam mengemuka di kalangan negeri-negeri Islam, yang demikian akan menjadi suatu kekuatan besar yang tidak akan dapat dihadapi kekuatan global manapun. Saudara Syiah dan Sunni harus menghindari segala jenis perselisihan. Hariini, percekcokan di antara kita hanya akan menguntungkan orang-orang yang tidak mengikuti Syiah maupun Hanafi . Mereka tidak menginginkan yang ini atau yang itu ada, dan mengetahui cara untuk menabur perselisihan di antara kalian dan kami. Kita harus memperhatikan bahwa kita semua adalah Muslim dan kita semua percaya pada Alquran; kita semua percaya pada Tauhid dan harus bekerja untuk mengabdi kepada tauhid.
Lebih jauh lagi, Imam Khomeini juga berkata: Wahai umat Muslim! Menjauhlah dari Para Pemecah-belah! Wahai kamu Muslim yang perkasa! Sadarlah! Kenali dirimu dan biarkan dunia mengenal engkau. Sisihkan perselisihan sektarian dan regional, yang telah diciptakan oleh kuatan-kekuatan yang menelan-Dunia dan para agen korup mereka dengan maksud merampas dan memperdagangkan kehormatan manusiamu dan Islammu. Buanglah, sesuai dengan pengadilan Allah, Yang Maha Tinggi, dan Alquran Yang Mulia, para pemecah-belah, seperti akhunds bayaran dan kaum nasionalis yang tidak tahu apa pun tentang Islam dan kepentingan-kepentingan umat Muslim. Kejahatan orang-orang ini kepada Islam tak kurang dari kejahatan para penelan-dunia. Mereka mengacau-balaukan Islam dan meratakan jalan bagi para perampas. Semoga Allah, Yang Maha Tinggi, melepaskan Islam dan negeri-negeri Muslim dari kejahatan para penelan-dunia dan para agen yang bergabung dan terkait dengannya.
Kesimpulan: Membangun Budaya Melawan Perpecahan Kaum Sunni di Asia Tenggara selalu kosmopolitan, moderat dan toleran. Ia dibentuk oleh Sufi sme Persia- India ketika Islam menjadi agama dominan di kawasan maritim Asia Tenggara. Makalah ini telah menunjukkan bahwa Islam di Asia Tenggara selama ini bercirikan multi-ethnik, multi-kultural karena ia hidup berdampingan secara damai dengan Buddha, Hindu dan Kristen. Kemunculan sentimen anti-Syiah di Asia Tenggara baru-baru ini sebagian besar disebabkan oleh datangnya pengaruh-pengaruh teologi eksklusifi s dari Timur Tengah disebar melalui distribusi penafsiran-penafsiran puritan atas Alquran, himpunan hadist, kurma-kurma gratis selama bulan Ramadhan.
Ulama Asia Tenggara penting sekali untuk keluar dari kotak- kotak teologis tempat mereka dilatih entah itu di Timur Tengah ataupun di Asia Tenggara. Pembentukan Komunitas ASEAN 2015 yang akan datang dan kemajuan demokrasi tidak akan menguntungkan umat Muslim Asia Tenggara yang menganut penafsiran sektarian yang ekslusif atas Alquran dan hadist karena hal ini akan menyebabkan pembentukan bias, kebencian, konfl ik dan kekerasan di antara Sunni dan Syiah dan juga minoritas-minoritas lain di wilayah itu. Hanya sikap dan praktek religius yang menganut kesatuan teologis— Allah, Muhammad-Alquran sebagai basis identitas Muslim lah yang memberi harapan baik bagi masa depan Muslim di Asia Tenggara.
Perlu diperhatikan nasehat Jamal al-Din al-Afghani, “Jangan penggal kepala agama dengan pedang agama.” Konflik sektarian Islam di Asia Tenggara akan menghancurkan masa depan yang sedang menunggu kaum Muslim Asia Tenggara.Asia Tenggara bersama dengan Cina terletak di zona dunia yang maju secara ekonomis dan multikultural. Perpecahan Muslim di Asia
Tenggara akan menjatuhkan satu dari dua bagian ekonomi dunia Muslim yang maju lainnya, yaitu Turki. Sudah waktunya bagi kaumMuslim di Asia Tenggara untuk memikirkan secara kritis masa depan mereka dengan menghindari dorongan konfl ik dan kekerasan antar-Muslim. Negeri-negeri Muslim di Asia Tenggara dengan pengalaman historis mereka yang kaya dengan pendekatan yang moderat kepada Islam, keterbukaan kepada multikulturalisme dapat menjadi contoh yang hebat bagi zona-zona kultural-linguistik Muslim lainnya dizaman sekarang dan tantangan globalisasi. Pilihannya adalah di antara penghancuran-diri atau pembangunan-diri melalui identitas religius Muslim.
Sekarang waktunya untuk membangun budaya Muslim melawan sektarianisme, hal ini dapat dilakukan dengan membangun dan melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk kepentingan Islam dan kesatuan ummah. Para pembuat kebijakan harus tanggap terhadap konflik sektraian di antara Sunni dan Syiah di Asia Tenggara dengan tekad pada suara hati kesatuan Islam. Hal ini memerlukan: (1) toleransi terhadap keberagaman dan menjalankan etika ketidaksepakatan, tanpa menempuh kekerasan dan (2) memperkuat kesadaran kesatuan Muslim.
Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong proses pendidikan yang tidak menyebarkan bias sektarian dan prasangka di mana Islamdipandang sebagai suatu peradaban dunia dengan kesatuan dalam keberagaman; terdiri dari zona-zona linguistik kultural Persia, Arab, Mesir, India, Afrika, Eropa, dan Asia Tengah yang membentuk gabungan pandangan dunia dan kebudayaan Islam. Pendekatan demikian kepada peradaban Islam oleh para politisi, pendidik,dan ulama akan membantu menghapuskan keburukan perpecahan Sunni-Syiah.
Pencapaian pandangan dunia Muslim yang demikian menghendaki upaya saling pengertian, dialog, ekumenisme, dan toleransi. Sayangnya, umat Muslim sangat ketinggalan dalam kegiatan ini dibanding kelompok-kelompok religius lainnya yang membuatperselisihan sesama Muslim di antara Sunni dan Syiah menjadi bagian permanen dari jiwa Muslim.
Tegangan-tegangan, konflik, dan kekerasan antarMuslim Sunni-Syiah yang sekarang mulai dari Maghrib (Maroko) hingga Nusantara atas nama sektarianisme adalah bertentangan secara langsung dan jelas dengan ajaran Alquran yang sekali lagi menyatakan: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai” (Alquran 3: 103). Kalau tidak, kita patut memperhatikan apa yang dikatakan Al-Afghani mengenai pemenggalan kepala agama dengan pedang agama.[]