Berita
Pendidikan Perdamaian Ala Gus Dur
Aksi teroris di Sarinah, Jakarta kembali menghentak kedamaian bangsa. Masyarakat kembali diingatkan betapa kedamaian yang mereka rasakan ternyata tidak imun dan mendapat tantangan dari kelompok-kelompok ekstrem.
Di sinilah pentingnya pendidikan perdamaian menemukan relevansinya. Mencoba mengangkat hal ini, International Conference on Religion and Peace (ICRP) mengadakan diskusi dan peluncuran buku Pendidikan Perdamaian Gus Dur di Gramedia Matraman, Jakarta, Sabtu (23/1).
Dalam paparannya, penulis buku Pendidikan Perdamaian Gus Dur, Ahmad Nurcholis mengingatkan bahwa perdamaian yang kita rasakan ini adalah perdamaian yang negatif, yaitu kedamaian yang masih diancam oleh perilaku teror. Ini yang harus dibenahi.
“Di Indonesia, ada 1,5 juta pendukung ISIS, misalnya. Ini fakta yang harus kita waspadai,” ujar Nurcholis.
Karena itulah, pentingnya pendidikan perdamaian disemaikan kembali ke ruang-ruang masyarakat di akar rumput. Menurut Nurcholis, Gus Dur sangat mementingkan pendidikan perdamaian ini.
“Gus Dur sangat memandang penting pendidikan perdamaian,” ujar Nurcholis
Nurcholis menerangkan setidaknya ada 3 proses pendidikan perdamaian yang Gus Dur sebutkan.
“Gus Dur memandang, pendidikan kedamiaan itu dibangun tak hanya sekadar toleransi, tetapi betul-betul menghargai keyakinan orang lain. Tak hanya itu, toleransi itu kemudian bisa didialogkan. Gus Dur itu menemui dan berdialog dengan Konghucu, Kristen, Ahmadiyah, Syiah,” tambah Nurcholis.
“Selain itu, menurut Gus Dur juga tak cukup hanya berdialog, perlu ada kritik. Tapi kritik ini tujuannya bukan meremehkan dan mendiskreditkan, tapi kritik konstruktif untuk menemukan nilai-nilai universal demi perbaikan bersama,” ujar Nurcholis.
Di tengah gempuran paham-paham ekstrem yang melanda, nilai-nilai inilah yang hendaknya terus dibangun dengan sehat dan proporsional agar masyarakat tidak terpengaruh paham-paham radikal yang merusak perdamaian bangsa. (Muhammad/Yudhi)